GESA membeku saat mendengar nyanyian Elfara. Dia pandangi punggung kecil istrinya di depan sana. Ternyata, perempuan cantik itu tengah larut pada setiap tuts piano yang dia mainkan. Setiap tangga nada yang Elfara pamerkan seakan menjadi lagu pedih untuk Gesa malam ini.
Gesa menghela napasnya begitu lelah. Seolah tak memiliki tenaga untuk berdiri lagi, pria itu bertumpu pada pintu kamar. Hancurnya keadaan kamar saat ini, membuat Gesa penasaran apa yang telah terjadi pada istrinya. Setiap benda yang tadinya tertata rapi, sekarang sudah hancur dan berserakan ke setiap sudut kamar.
“Elfara ngamuk lagi.” Ary mulai bercerita. Dokter sekaligus sahabat Gesa itu ikut larut memandangi Elfara dari kejauhan. Namun, tak ada nada harapan yang terdengar dari ucapan Ary. “Hari ini, Elfara berpikir kalau dia masih hamil. Dia terus menanyakan kenapa perutnya tidak besar, kenapa bayinya tidak bergerak, dia juga terus bertanya kapan bayinya akan lahir,” jelas Ary.
Hati Gesa hancur. Entah sandiwara apalagi yang harus Gesa lakukan di depan Elfara. Dia mendekati istrinya itu dengan perasaan yang kian terkoyak. Setiap langkahnya bersahutan dengan nyanyian Elfara. Harusnya, nyanyian itu menjadi lagu cinta yang indah, tapi setiap luka di tangan Elfara seakan menghancurkan segala keindahan. Perlahan, Gesa duduk di samping Elfara. Matanya tak lepas memandangi jemari lentik Elfara yang masih bermain pada setiap tuts hitam dan putih yang berjejer rapi. Gesa raih tangan penuh luka itu.
Nyanyian Elfara lantas terhenti. Lagu sedihnya tak terdengar lagi sekarang. Perempuan itu memandangi suaminya dengan kesunyian. Lembutnya genggaman tangan Gesa membuat Elfara membeku. Namun, hatinya terasa menghangat.
“Sayang,” ucap Elfara dengan parau.
“Jangan terluka,” bisik Gesa dengan suara yang bergetar. Dia kecup punggung tangan itu. Setiap lukanya membuat hati Gesa hancur untuk kesekian kalinya.
“Aku baik-baik aja,” lirih sendu dari Elfara.
Gesa menggelengkan kepalanya. Sekali lagi, dia pandangi setiap jari lentik istrinya dengan linangan air mata. “Kenapa ada luka seperti ini?” tanyanya.
Elfara malah memalingkan wajahnya, mencari sosok yang dia cari. Sampai akhirnya, pandangan Elfara berakhir pada figur Ary yang masih berdiri di ambang pintu kamar. Terlihat sorot kebencian dari kedua mata Elfara saat menatap Ary.
“Perempuan itu. Dia bilang kalau aku gak hamil,” adunya.
Tiba-tiba, Elfara berdiri dari duduknya. Dia menatap sekeliling, lalu mencari benda yang mungkin bisa dia jangkau. Pecahan vast bunga di bawah kakinya dengan secepat kilat dia ambil. Dia arahkan benda tajam berujung runcing itu tepat ke wajah Ary di sana.
“Pergi dari sini!”
Elfara mengancam dengan tubuhnya yang bergetar. Tangannya kian erat menggengam bongkahan kaca, tapi malah berakhir dengan melukai dirinya sendiri. Gesa rebut bongkahan kaca itu. Dia bawa tubuh Elfara dalam pelukannya. Anggukan samar dari Gesa mengisyaratkan agar Ary segera pergi dari tempat itu.
“Sayang ... aku hamil, ‘kan?” Elfara bertanya di sela tangisannya. Semakin pilu tangisannya, semakin dalam pula dia meneggelamkan dirinya dalam pelukan Gesa. “Waktu itu, kita sempat periksa ke dokter. Katanya, bayi kita laki-laki dan dia akan segera lahir. Aku hami … iya, ‘kan?” tanyanya lagi.
Gesa menangis tanpa suara. Dia ciumi pucuk kepala Elfara, berharap bisa sedikit mengobati rasa sakitnya. Namun, bukannya sembuh. Luka itu seakan terus menggerogoti jiwa Gesa. Dia tak mau membohongi Elfara. Namun, bibirnya tak mampu mengatakan kebenaran. Dia tatap wajah cantik Elfara dengan pupil yang bergetar. Pandangan Gesa perlahan berlabuh pada bibir Elfara yang tak henti menggumamkan kebohongan. Gesa bungkam bibir Elfara dengan bibirnya. Keduanya seketika menyatu dalam rindu. Lumatan lembut dari bibir Gesa, membuat Elfara berani untuk menutup matanya. Kebahagian demi kebahagian mulai terbayang dalam gelap mata Elfara. Dia peluk tubuh Gesa dengan erat. Debar jantungnya tak bisa berbohong. Elfara jelas merindukan kebahagiaan.
![](https://img.wattpad.com/cover/313366127-288-k273298.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
HARGA RAHIM YASA
RomanceKarena utang dan himpitan ekonomi yang terus mencekik keluarganya, Yasa rela menjual rahimnya pada sepasang suami-istri. Semuanya berawal dari Elfara yang sakit dan divonis tidak dapat mengandung. Akhirnya, Gesa memutuskan untuk membeli rahim Yasa d...