The VI : Ruang Regular

27 4 1
                                        


GO!

" Lo gapapa? ". Ternyata teriakkan itu berasal dari si rambut gondrong yang tadi ada di lapangan bersama si poni.

Aku tersenyum mengangguk menandakan aku baik-baik saja. Si gondrong menepuk pundakku.

" Tenang... ". Rangkulnya ke pundakku.
" Mereka takut sama gue jadi kalau ada apa-apa lo tinggal teriak panggil gue, oke bro? ". Giginya bersinar dan ancungan kedua ibu jari, ia keluarkan menandakan semangat untukku. Dengan santai si gondrong pergi sambil menyemangati aku.

Jadi lega dengarnya. Tidak perlu takut lagi dengan mereka, si excellent yang suka semena-mena dengan anak reguler sepertiku, karena kalau ada apa-apa tinggal sebut nama si gondrong saja. EHHH Namanya siapa anjrrr...

" WOII nama gue Ken ". Kepala si gondrong nongol di balik dinding. Hehe, aku tertawa melihat tingkahnya yang kocak juga.

Aku kira lelaki si gondrong itu sangar. Ternyata... uu kawaii, cutiee, imut gemoy gemoy. Seketika bancilah aku, tidak! aku normal kok cuma agak... aah sudahlah.

Berjalan masuk ke dalam gedung. Menahan diri untuk tetap stay cool tidak boleh heboh dan norak pastinya. Melihat lampu kristal yang panjang, mengkilap glamor membuat mata berbinar-binar, ada tangga, excalator, lift yang elegant yang tak kalah mewahnya dari luar gedung ini.

" Hah! Si poni ". Dari lantai bawah aku bisa melihat si poni yang ada di lantai atas ingin memasukki kelasnya, aku berlari ke arah anak tangga.

Padahal aku lebih dulu yang jalan menuju gedung ini, tapi nasib padaku hari ini tidaklah beruntung.

Aku berlari melangkah ke anak tangga satu per satu. Namun langkahan aku terhenti di depan seseorang berambut keemasan, berbola mata biru, dengan badan yang sangaatt tinggi dan memegang buku putih di tangan kirinya.

" Turun! ". Katanya tegas. Aku pun mundur perlahan sambil diikuti dengannya yang jalan maju. Mundur perlahan dengan demi perlahan sampai tapakan paling akhir.

" Siapa yang suruh! ". Ketusnya lagi, aku hanya bisa sedikit menundukkan kepala.

" Memang kelasmu diatas?! ". Kali ini dia marah.

" Gak ada yang suruh kak, aku juga gak tau kelasku kak ". Gelengku yang merasa bersalah dan menyesal.

" Masuk! Itu pintunya ". Lirik si bule tinggi itu ke arah pintu di antara kedua tangga kiri dan kanan.
" Kelasmu reguler bukan excellent. Nama? ". Jutek, judes dan sombong.

" Muhammad Cadby Idris kak ". Bule itu menuliskan sesuatu di bukunya. Aku sedikit melirik ke bukunya, banyak coretan... batinku. Tulisannya terkesan panjang karna lama dia menulis, aku yang bete iseng bertanya namanya.

" Jo Alexander Beldiq ".

" Ohh ". Anggukku. Jo namanya. Masih penasaran dengan dirinya aku tanyakan lagi. " Kak suka warna putih ya? ". Dia diam tak bersuara, suasana menjadi mengheningkan cipta. Aku di cuekkin.

SRET. Goresan pulpen terakhir di buku putihnya, Jo. Haaa... hela nafasku lega. Akhirnya selesai juga kak Jo menulis.

" Masuk! ". Teges Jo sambil menyodorkan kertas robekan kepadaku. Aku menerima sobekan kertas itu, tanpa satu kata pun Jo pergi begitu saja. Isi kertas itu sebuah tulisannya yang jelek, ' YES, lOVE WhITE '.

PCSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang