The LIV : Sebuah Sosok

12 2 0
                                    


GO!

Ken dan Cadby menoleh ke belakang. Mereka kaget, aku ada dua.

Aku di dunia ini melirik ke Rina, lalu perlahan ujung bibirnya terangkat. Ia tersenyum, tersenyum lebar. Apa maksud senyumannya?

"Kalian nggak bisa pulang dari dunia ini." Kata sosok aku yang berjalan mendekati kami.

Aku menelan ludah, Cadby juga memundurkan kaki, dan Ken sebaliknya. Ken malah menengakkan badannya, menatapnya lebih tajam.

"Kenapa?" Ken begitu berani.
"Kita kesini hanya ingin menjemput teman kami dari dunia para monster!" Ketus Ken.

Sosokku melotot, terlihat jelas wajah kesalnya. "Aku bukan monster!"

"Jika kamu bukan monster, bagaimana caramu terbentuk dan meniru kami?" Cadby yang bertanya, ia sudah melangkah satu kaki.

"Hahaha, kau yang menciptakanku!" Sosok itu menunjukku.

Tentu, ini mustahil. Dan bagaimana caranya aku menciptakan mereka?

"Heh, aku yang menciptakanmu." Sosok tinggi kurus, outer kemeja kotak-kotak biru. Muncul dibelakangku, lemari yang gelap hanya memperlihatkan bentuk tinggi badannya, dan bajunya. Kedatangannya sontak membuatku loncat ke depan menabrak Ken yang di depan lemariku.

"Siapa kamu?" Gemetar Cadby. Kita tak tahu ia manusia atau monster.

Sosok tinggi mengangkat tangannya ke depan, menunjuk ke sosok diriku.

"KAU MONSTER MERAH." Suara lelaki ber-outer kotak biru memenuhi ruangan. Sosok tinggi kurus perlahan keluar dengan tangan masih posisi yang sama.
"AKU AKAN MEMBUNUHMU." Rambut hitam, berbola mata biru menyala. Wanginya luar biasa, seperti tiupan angin yang mengalir di atas permukaan sungai. Sungguh tenang, dan segar.

"TIDAK BISA." Sosokku berbicara tanpa membuka mulutnya. Suaranya sama terdengar seperti di atas langit-langit kamarku.

"BISA, ITU MUDAH." Jawab sosok tinggi kurus.

Sosokku terlihat semakin kesal, dengusan nafasnya terdengar keras. Perlahan, aku merasakan awan pekat di atas kepala kami.

"ELLA." Cadby dan Ken menyentuh tanganku, Ken kanan dan Cadby kiri. Aku tahu bukan aku saja yang merasakan, tapi kak Ken dan Cadby sama merasakannya.

Awan pekat semakin merendah, aku sulit melihat sosok si tampan yang juga menyeramkan itu. Pandangan kami mulai gelap, aku masih bisa melihat bahu hingga kakinya yang jenjang dengan celana yang super pendek dan sepatu sneakers putih. Di tambah angin bertiup berantakan.

Mereka seperti berbicara dengan bahasa lain. Bukan, bukan bahasa. Bahasa di dunia kami, tidak ada yang seperti itu.

Aku sama sekali tidak memahami apa yang mereka bicarakan.

"Anginnya semakin kencang, Ella tetap pegangan." Cadby memegang tanganku erat-erat, sama halnya dengan Ken.

Baam. Aku menoleh kaget, dan berusaha melihat ke depan walaupun mustahil bisa melihat jelas.

Terlihat sosok tinggi, sehabis mendorong keras sosok sepertiku.

"Dia membaca mantra." Ucap Ken samar, angin ini lebih berisik dari suara kami, dan dentuman keras dari sosok berbaju biru.

Sosokku langsung berdiri, dorongan dari lelaki berkemeja tidak ada apa-apanya. Sosokku ternyata tidak mudah dikalahkan. Namun, lelaki berkemeja malah tertawa melihat sosokku bangkit dari tinjuannya.

Greeggg. Aku menoleh ke kiri, mendengar suara papan di ranjang tiba-tiba terbuka. Walaupun samar-samar tapi aku benar-benar melihat papan di ranjang terbuka perlahan.

"Siu." Ken mengatakan sesuatu, aku menoleh ke Ken. Tatapan Ken ke lelaki berkemeja.
"Siu yang membuka ranjang itu, Ella."

Sontak membuatku kaget, bukan karena Ken tahu sosok laki-laki berkemeja kotak melainkan ia sadar aku menatapnya.

"Kita mundur." Ken melangkahkan kaki ke belakang.
"Kita, bisa nggak selamat. Jika tetap bertahan disini. Awan pekat juga semakin panas, dan perih di mata. Ayo!" Ken menarikku.

Lelaki berkemeja menoleh ke aku sedikit. Ia seperti mendengar ucapan Ken yang ingin mundur dari dunia ini.

"Ayo, Ella." Cadby juga memaksaku untuk mundur dan masuk ke lemari jatiku.

Angin semakin kencang dan berisik, awan hitam pekat merendah, aku mulai merasakan hawa panas dari awan yang hitam pekat ini.

DUUUONGG. Lelaki berkemeja yang lengah di dorong dari jarak jauh dengan sosokku. Aku berteriak kaget, lelaki berkemeja kembali tertawa, ia bangkit juga dari hajaran sosokku.

"Pergilah, nggak perlu khawatir denganku. Ini hanya penaklukan para monster yang gagal. Ella." Sosok tinggi hanya menatapku, tapi aku mendengarnya berbicara.
"Pergilah, Ella!" Tegasnya.

Aku pun berbalik, menyambar tangan Cadby yang menjulur sedaritadi.

"Baca mantranya!" Ken dan Cadby segera menutup pintu lemari jati.

"Deschide usa harbangan! Ngidini kamoe dahola!" Kami bertiga berteriak membaca mantra.

NYIIINNGG

Aku kembali merasakan lemariku menjadi lift dengan gerakan super cepat, dan cahaya warna-warni yang masuk melalui sela-sela lemari jatiku.

NEXT!

PCSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang