The XXXIII : Hanya Sebuah Ramuan

7 2 1
                                    


GO!


Sebuah kalimat yang aku ucapkan menjadi nyata, sekarang aku keluar untuk mencari orang yang memberi cairan ini. Tatapku (Ella) ke botol parfum yang kosong.

Kosong tak tersisa sedikit pun cairan berwarna pink glitter itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kosong tak tersisa sedikit pun cairan berwarna pink glitter itu.

Langkahan kakiku telah keluar dari toilet perempuan di sekolahku, kini tangan kiriku perlahan menempel pada dinding-dinding badan toilet, mataku terus menyoroti keadaan sekitar.

" Sepiii ". Pangkal alisku mengangkat ke atas dan mataku mulai membesar, ekspresiku menandakan bahwa aku ketakutan.

Perlahan aku kembali berjalan, mengendap-endap sambil melihat area sekitar. Aku yang tidak tahu kenapa menjadi sepi seperti ini, aku terus berjalan mencari sesuatu yang aku juga tidak tahu apa harus yang aku cari.

Aaaaa!!! Draptapdraptaptapdrap

Ada suara teriakan dari arah berlawanan, aku menengok ke belakang, selain suara teriakan ada banyak suara larian yang berantakan tak beraturan.

Penasaran, aku begitu penasaran! Jiwa penasaranku membawaku ke sumber suara itu. Suara-suara langkahan kaki yang begitu cepat membuatku berharap bisa ikut bergabung dengan mereka.

" Aku yakin mereka orang-orang yang selamat ". Kataku yang berlari tanpa bersuara.

Argh!

Tep. Aku berhenti melihat flower monster super besar di depanku.

" Kaki gue keseleo ". Dari sisi depan monster ada anak angkatanku yang terjatuh keselo, beserta beberapa teman yang tidak jauh dengannya.

Dia teman sekelas Alex!

Flower monster membelakangiku. Monster ini yang membunuh Jeffry, wakil ketua osis yang telah melindungiku.

" Lariii kalian! ". Teriak perempuan yang kutahu namanya.

Ia Erin yang jatuh karna keseleo, ia salah satu anak yang pintar, dan jadi saingan Alex di kelasnya.

Mataku merekam semuanya, melihat Erin berteriak ke teman-temannya yang ingin berusaha menolongnya. Di posisi yang sangat jauh aku juga melihat rombongan lainnya masih dari kelas Alex, dan sekilas aku juga melihat Alex yang berlari paling depan bersama tetanggaku, Rina.

" Alex sekelas sama Rina? ". Aku baru tahu...

Lamunku kebanyakan sampai akhirnya aku mendengar teriakkan yang begitu menyakitkan terdengar ke telinga dan hatiku dengan jelas.

HAAAA TOLONGGG... Teriak Erin terakhir kalinya.

ZRAAAZZZSS

Mataku melotot dengan lama, mulutku juga terbuka sedikit.

Dua kali, dua kali aku melihat orang yang aku kenal mati dipandanganku.

Aku benci ini!

" Semoga yang ini tak nyata, semoga ini tak nyata ". Geleng-gelengku berulang kali karna flower monster telah melenyapkan Erin begitu saja dalam sekejap.

~~~ " Kamu tidak mati Erin! Kamu selamat tanpa ada luka sama sekali! ".~~~

Aku menggempalkan salah satu tangan dan menggenggamnya dengan tangan sebelahku. Aku berharap, jika yang aku lihat hanya fantasiku saja.

~~~" Flower monster tidak nyata, itu hanya halusinasiku saja. Lenyapkan flower monster tanpa ada alasan apapun ". ~~~

Ocehku asal.

Nyiiinggg... Sinar terang kembali menyilaukan mata, tidak berani aku tatap sinar merah muda ini. Namun, ini sedikit berbeda, ada suara nyaring yang menyelekit di telingaku, kedua tanganku menutupi kedua telingaku, aku juga menunduk, dan membungkuk sampai memudarkan suara nyaring itu dari telingaku.

blusss

Seperti tadi, suara terakhir yang tidak berubah.

Mataku kembali terbuka perlahan, melihat kehadapanku, dan menengakkan posisiku.

" Apa yang sudah terjadi? ". Suaranya menyadarkanku, aku langsung berlari ke arah Erin yang telah hidup kembali.
" Ella! ". Kenalnya, ia mengenali diriku. Aku tersenyum semanis-manisnya, mataku berkaca-kaca menahan tangis, dan haru.

" Kamu gak apa? ". Tanyaku sambil membantunya berdiri dari posisinya yang terduduk bingung.

Argh! Srtt. Desis Erin ke kakinya, aku lupa kalau dia keseleo sebelumnya.

" Maaf maaf, keseleo ya. Gue bantu bentar ". Aku mengembalikan posisi Erin seperti semula, aku mulai melepaskan sepatu putihnya Erin, perlahan aku putar bagian punggung kakinya, dan menariknya sedikit hingga bunyi.

Trakz. Argh! " Wow ". Kagetnya sekilas.
" Sembuhh! ". Kagumnya yang langsung berdiri tegak.
" Thank you, Ella ". Senyum Erin memelukku.
" Kamu pahlawan! ".

Mulutku juga ikut melebarkan hingga mengangkat pipiku, aku senang dan merasa lega bisa melihatnya sehat tanpa luka.

" Ayo, keluar dari sini ". Ajakku ke Erin sambil menoleh ke belakang, melihat flower monster yang benar-benar hilang begitu saja.

NEXT!

PCSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang