The XXVII : Lorong Panjang

12 4 0
                                    


GO!

Belum dua menit kami bahagia, tiba-tiba kami disambut dengan teriakan di luar kantin.

" Mau kemana lagi Ken? ". Khawatir anak-anak.

Aku menghentikan mereka agar tidak keluar dari pintu kaca kantin selain diriku, aku berlari ke arah sumber suara. Suara berisik yang luar biasa, ada banyak teriakan sana-sini.

Semakin aku mendekati suara-suara itu perlahan memudar lalu menghilang secara total, sekaligus membuat langkahku melamban, badanku bergetar lemas, dan mataku terbelalak kaget karena aku jelas melihat anak-anak angkatanku mati terbalur darah, termasuk sahabat sekaligus musuh untukku.

Hingga dipertengahan antara mayat-mayat angkatanku, aku berlari ke arah orang paling songong dan angkuh, bertekuk lutut dihadapannya.

" Jeff!! ". Ku-angkat tubuhnya, berteriak sedih, dan kesal.
" Jeff... ". Isakanku pelan sambil memeluk mayat Jeffry yang telah menghembuskan nafas.

" Hei, you! ".


Ada suara seseorang, aku segera mengumpat dari posisiku tadi.

Hoodie black, siapa dia? Lelaki ber-hoodie hitam berjalan sambil menyeret pedang sanggar di tangan kanannya, sangat nyaring pedang sanggar yang bergesekkan di lantai.

" Why? ". Tanya lawan bicaranya si hoodie hitam.

" Dia is dead? ". Hoodie hitam berjalan ke arah lawan bicaranya, aku yang bersembunyi mengikutinya dari belakang sambil sedikit mengendap-endap pelan.
" Kau yang bunuh? ". Lanjut si hoodie hitam.

" Nooo, dia mati sendiri! ".

" Lalu, bagaimana dia bisa mati sendiri? ".

Ucapan mereka begitu baku. Tidak santai, ini jelas bukan pertemanan.

" Hhmmm, a-amm eee i don't know ".

" You lie, bro! ". SRINKK. Hoodie hitam mengangkat pedangnya.

" Wow wow wow, rileks bro! Rilekss ".

" Apa maksud lo? Lo suruh gue rileks, lo sendiri masih pegang itu pedang! ".

Tepat ke 35 menit, mereka saling diam. Aku yang tidak bisa melihat sosok lawan bicara hoodie hitam hanya bisa menebak-nebak dari suaranya.

Hiaaaakkh! Menit ke 40 mereka saling serang, Srink sring srink sring. Yang menimbulkan suara pedang sanggar dan pedang biasa.

Pedang biasa yang aku maksud adalah pedang yang tidak tajam, itu pedang anak-anak saja. Lihatku dari tempat persembunyian, pedang sanggar lebih tajam dibanding pedang milik si lawan hoodie hitam.

Trakz. Patahnya pedang Jo.

" Jo ". Reflekku, hoodie itu langsung berlari saat mendengar suaraku.

" Ini mainan ". Tatap Jo ke pedang yang ia pegang.
" Aku memang ingin membunuhnya, tapi aku juga tau ini pedang tipuan ". Oceh Jo sendiri. Aku hanya bisa terdiam, tidak lama Ella datang dari lantai tiga. Aku yakin, salah satu teriakan tadi berasal dari suara Ella.

Aku pun menjauh, berbalik menuju arah kantin. Yang penting, ketiganya selamat, tidak ada luka antara mereka.

Tap. Aku berhenti melangkah, kembali menoleh ke belakang. Benarnya mereka selamat, namun makhluk itu apa benar-benar mati?

PCSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang