The LXIX : Blue

2 1 1
                                    


GO!


"Cadby... Cadby.. Cadby." Seseorang memanggilku. "Cadby, bangun." Mataku masih samar, ada sesosok perempuan berambut bob di sisi kananku.

"Bagaimana ini?" Di sisi kiri ada sesosok laki-laki berbadan tinggi. "Aku harus mencarinya."

Pandanganku masih samar, beberapa kali mataku berkedip-kedip, kepalaku juga sangat pusing.

"Siapa?" Tanya Ella yang berbicara dengan laki-laki di depannya. Ya, sosok perempuan yang aku lihat daritadi itu Ella.

Pandanganku mulai terlihat jernih. Aku menoleh ke kiri, melihat sosok laki-laki yang berbicara dengan Ella.

"Tadi dia bersamanya." Kata Eun Siu.

Brak. Aku bangkit, sadar, dan memegang kedua lengan Siu dengan erat.

"Terimakasih Siu sudah datang kesini." Kataku, setelah sadar kalau yang aku lihat adalah Eun Siu.

Siu melotot kaget. Ella apalagi, ia sampai berteriak ketakutan.

"Cadby, kamu apa-apaan sih! Kaget tahu!" Ella memukulku.

"Terimakasih kenapa?" Tentu Siu bingung. Jelas, aku sama sekali tidak memintanya untuk datang bertemu denganku.

"Aku mau bertemu dengan Ejen, adikmu." The to point ku.

Siu tertawa sambil melepaskan genggaman tanganku dari bahu kiri-kanannya. "Haha, kamu tidak bertanya kenapa aku datang kesini? Dan apa tujuanku kesini? Apalagi aku menyelamatkan kalian dari makhluk-makhluk buatanku, tidakkah kamu pernah berpikir aku ada mau-nya?" Siu menurunkan bahunya, mendekati wajahnya padaku, dan menatapku lamat-lamat.

Glek. Aku menelan ludah. Auranya seperti penyihir sungguhan, gelap, dan menyesakkan.

"Ya, aku hanya ingin tahu keberadaan adikmu." Aku menunduk. Siu menegakkan badannya kembali, namun sorot matanya masih ke arahku.

"Tanganmu sudah sembuh, memar, juga semua luka goresan. Tidak perlu takut dengannya dan juga aku, tapi adikku."

Aku menoleh, menatap Siu balik. Aku sama sekali tidak mengerti apa maksudnya.

"Sebenarnya dia itu siapa?" Rupanya Ella juga tidak paham dengan ucapan Siu. "Kak Ken, maksudmu?" Ella mengerutkan dahi. Siu tetap diam.

"Ken." Aku seketika ingat, kalau Ken tadi bersamaku, aku berlari menjauh darinya yang sudah seperti beruang kelaparan. Aku melihat kedua tanganku, memegang pipiku. "Benar, aku baik-baik saja. Aku sembuh. Terimakasih Siu." Senyumku bahagia, pasti ini perbuatan Siu yang memiliki mantra penyembuh.

Siu menyipitkan mata yang sudah sipit. "Kenapa kau berterimakasih padaku?"

Aku tertawa, apa sih. Kenapa dia tiba-tiba bingung? Seolah-olah bukan dia yang menyembuhkanku.

"Kamu menyembuhkan dirimu sendiri." Ucapnya tiba-tiba.

"Hah!" Kaget ku. "Tidak mungkin! Ini mustahil. Mana bisa aku menyembuhkan diriku sendiri?" Teriakku.

PCSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang