3. Thinking About You

5.1K 193 1
                                    

Menggunakan telepon rumah sakit, Alea berhasil menghubungi Deni— sopir pribadi keluarganya— agar segera menjemputnya di rumah sakit.

"Nona Alea kenapa bisa ada di rumah sakit? Dari tadi saya berkeliling mencari Nona Alea tapi tidak ketemu. Telepon juga tidak diangkat."

"Maaf, ponselku mati. Tadi aku di rumah sakit sedang menjenguk teman yang sakit."

"Aduh, bikin kaget saja. Saya di marahi habis-habisan oleh Tuan Devo ."

"Lain kali hubungi saya menggunakan ponsel teman-teman Anda saja kalau ponsel Nona Alea mati."

"Benar juga. Ya sudah, kau tenang saja, nanti aku sendiri yang akan menjelaskannya pada ayahku."

***

"Alea!"

Alea terkejut karena mendapati ibunya yang tiba-tiba memeluknya ketika ia baru saja memasuki rumah.

"Kau baik-baik saja, 'kan?" tanya Laura sambil mengamati Alea dari kepala sampai ujung kaki.

"Iya, Ma, aku baik-baik saja," jawab Alea dengan senyum menenangkan.

"Dari mana saja kau, Alea?" tanya Devon.

Alea menelan ludahnya. Ia pandangi kedua orangtuanya dan Alexander— adik laki-lakinya— yang tengah menatapnya dengan tatapan penuh tanya. Mudah-mudahan alasan murahan yang ada di kepalanya dapat dipercaya oleh keluarganya, terutama ayahnya.

"Maaf, Pa. Tadi aku sedang menjenguk teman di rumah sakit tapi ponselku mati jadi tidak bisa menghubungi siapa-siapa."

"Jangan ulangi lagi, Alea. Kau tidak tahu bahwa ibumu sudah panik sampai menangis." Wajah tegas Devon sudah hilang yang digantikan oleh raut khawatirnya.

Mereka berdua sudah sangat trauma dengan penculikan Alvin di masa lalu yang sampai saat ini masih belum ditemukan.

"Maaf, aku tidak akan mengulanginya lagi." Alea sendiri terkejut bahwa mereka sangat khawatir sampai sebegitunya.

"Ya sudah, sana istirahat," titah Devon pada Alea. Setelah itu ia merangkul istrinya untuk dibawa ke kamar.

***

Setelah menyelesaikan mandinya, Devon terkejut mendapati Laura yang tengah mengusap matanya sambil menyimpan ponselnya dengan tergesa-gesa.

Langkah kakinya menghampiri istrinya yang sudah pasti terpaksa menghentikan tangisannya karena keberadaannya.

"Kenapa, sayang? Apa yang kau khawatirkan?" tanya Devon sambil merangkul pinggang sang istri dari samping.

"Entah kenapa aku teringat Alvin."

Sembilan belas tahun sudah terlewati, dan Laura masih mengkhawatirkan putranya itu.

"Kau tidak merindukannya?" tanya Laura.

"Sangat," jawab Devon dengan cepat. "Tapi aku juga sangat percaya pada Alvin jika dia adalah anak yang kuat dan bisa menjaga dirinya sendiri."

"Pasti dia sudah dewasa," gumam Laura.

"Mungkin juga sekarang dia sedang berkuliah dan menghabiskan waktunya dengan gadis yang dicintainya. Sama seperti kita dulu," ujar Devon dengan diakhiri seringai jahil.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang