53. He's Gone

1.3K 41 0
                                    

Tidurnya terganggu ketika samar-samar mendengar suara gaduh di unit apartemen sebelah. Saat membuka mata, ia panik tidak mendapati siapa pun di sisinya. Ke mana Dylan? Ia semakin gelisah ketika tidak mendapati siapa pun di unit apartemennya.

"Dylan..." Alea terus menggumamkan nama kekasihnya tanpa sadar. Sebaiknya ia segera menyusul Dylan di unit apartemennya. Ia yakin kekasihnya ada di sana.

Betapa terkejutnya saat ini setelah melihat pintu unit apartemen Dylan yang rusak membuatnya sedikit berhati-hati ketika mulai memasukinya.

"Dylan...?" Tidak ada sahutan yang terdengar, bahkan suasananya sangat hening.

Tanpa sadar Alea menitikan air matanya karena merasa bahwa Dylan memang sudah meninggalkannya. Ia berjengit kaget ketika melihat noda darah bercucuran menuju kamar kekasihnya.

Kondisi di dalam sana lebih membuatnya terkejut. Kamar itu terlihat kotor dan berantakan oleh noda darah dan boneka anjing abu-abu yang tergelatak juga fotonya yang terlihat lusuh.

"Kenapa...?"

Alea memeluk boneka yang sudah bersimbah darah, dan memegang foto masa kecilnya. Kenapa Dylan meninggalkan barang-barang kenangan bersama dirinya? Juga bukankah fotonya adalah barang berharga bagi pria itu? Ia memindai penglihatannya untuk mendapatkan petunjuk, dan mendapati sebuah ponsel yang tergelatak di bawah ranjang.

"Ini adalah ponselnya."

Alea segera bangkit dan berlari keluar dari unit apartemen. Ia menuruni tangga dengan terburu-buru dan mendapati sebuah mobil mewah yang terparkir di depan gedung.

"Tunggu!"

CEKIIITTT!

Hampir saja. Jika sang sopir terlambat sedetik saja, entah bagaimana keadaan Alea selanjutnya.

"Alea!"

Dylan yang berada di dalam mobil refleks membuka pintu mobil yang terkunci.

"Dylan."

"Aku mohon. Aku hanya akan melihat kondisinya dan berusaha menenangkannya agar tidak mengganggu."

"Aku berjanji."

Ah, melihat wajah Dylan yang memelas saat ini mengingatkan Dominic pada masa lalu ketika putranya itu selalu memohon untuk menghentikan dirinya memukuli Irene.

"Lima belas menit." Dylan mengangguk cepat dan langsung turun dari mobil menghampiri Alea yang sedang membersihkan pakaiannya karena habis terjatuh.

"Kau tidak apa?"

"Dylan!" Alea langsung memeluk erat kekasihnya. "Harusnya aku yang bertanya tentang keadaanmu. Aku melihat banyak sekali darah di unit apartemenmu."

"Alea, masuklah. Di luar sangat dingin."

"Ini." Alea mengabaikan perkataan Dylan dan malah memberikan ponsel, boneka, dan fotonya.

"Ambil saja. Aku sudah tidak membutuhkannya."

Bisa dibayangkan bagaimana sesaknya dada Alea ketika Dylan menolak barang kenangan mereka.

"Tapi bagaimana kita akan berkomunikasi—"

"Cepatlah, Alea, aku sedang terburu-buru."

"Tanganmu..." Alea melirik tangan Dylan yang hinggap di bahunya. kedua tangan itu terlihat diperban oleh kain.

"Alea!" suara Dylan naik satu oktaf membuat Alea tersentak.

"Dylan..." Bisa dilihat jika bibir Alea bergetar menahan tangis.

"Ayo aku antar sampai pintu unitmu." Dylan berucap sambil berusaha merangkul bahu Alea yang langsung ditepis oleh si empunya. Wanita itu langsung berlari ke dalam gedung sambil terisak.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang