35. Official

1.6K 81 0
                                    

"Aku tidak tahu apakah ini sudah terlambat atau tidak. Aku sudah memiliki perasaan padamu mungkin sebelum aku pindah ke kota ini, dan aku baru menyadarinya setelah aku pergi meninggalkanmu."

Detak jantung Alea berdetak semakin kencang mendengar setiap kata yang dilontarkan oleh Dylan. Tidak tahu saja jika lelaki itu pun menahan rasa gugupnya. Bahkan tangan dan kakinya dibuat gemetar, hanya saja ia berhasil mengendalikannya.

"Alea, kenapa kau hanya diam saja?"

"Alea."

Dylan menggoyangkan bahu Alea membuat gadis itu sadar.

"Apakah kau mendengar semua yang aku ucapkan?" Alea mengangguk.

"Sepertinya aku sudah terlambat, ya?" Dylan tersenyum tipis.

"Kalau begitu tidak apa. Kau bisa menyerah, Alea. Aku hanya menyatakan perasaanku saja agar tahu bahwa kau tidak jatuh cinta sendirian. Aku juga tidak ingin kau salah paham dengan apa yang tadi kau lihat."

"Terima kasih sudah mencintaiku, Alea. Terima kasih juga telah membuatku merasakan jatuh cinta untuk pertama kalinya. Aku tidak menyesal pernah bertemu denganmu."

Alea tidak bisa membalas kata-kata Dylan karena yang ia bisa hanya menangis. Entah kenapa setiap kata yang dilontarkan lelaki itu sangat menyentuh hati. Bahagia dan sedih.

"Kau bisa menamparku karena telah menciummu sembarangan. Bukankah itu adalah pelecehan seksual?"

Lalu Dylan menutup matanya setelah melihat Alea mengangkat tangannya bersiap untuk menampar pipinya. Tetapi ia kembali membuka matanya setelah merasakan benda kenyal menempel di bibirnya. Ya, bukan sebuah tamparan yang ia terima, tetapi sebuah ciuman.

Dylan memegang pinggul Alea dan merapatkan tubuh mereka sehingga sekarang saling menempel. Setelah ciuman terlepas, Dylan kembali mengecup bibir Alea dengan bertubi-tubi sehingga menimbul suara kecupan yang lembut.

"Maksud dari ciumanmu itu apa, Alea? Bukankah seharusnya kau menamparku?"

"Aku ingin selalu bersamamu. Aku tidak ingin berpisah dengan orang yang kucintai."

Baiklah. Ucapan Alea sudah cukup menjelaskan segalanya, ia paham itu. Setelah itu Dylan memeluk Alea dengan sangat erat. Ia hirup dan ciumi pundak dan leher yang mengeluarkan bau harum sabun bercampur aroma khas tubuh gadis itu. Sungguh perpaduan sempurna yang memabukan dan berhasil membuat penat di tubuhnya menghilang.

Hembusan nafas yang menerpa leher Alea benar-benar membuat tubuhnya meremang sehingga membuatnya tidak kalah erat membalas pelukan Dylan dengan merangkul leher lelaki itu.

"Kalau kau masih tidak percaya bahwa aku tidak memiliki hubungan apa pun dengan wanita itu, kau bisa melihat rekaman CCTV di ruang loker."

"Aku percaya." Dua kata yang mampu membuat Dylan senyum sumringah.

"Baiklah, saat aku bertemu dengan orangtuamu nanti, kau bisa memperkenalkanku sebagai kekasihmu, Alea."

"Apakah sekarang kita adalah sepasang kekasih?"

"Kau tidak mau?"

"Mau!" jawab Alea dengan cepat dan semangat membuat Dylan tersenyum geli.

"Ayo kita pulang." Dylan menggengam tangan Alea dan membawa gadis itu keluar dari gang sepi tersebut.

"Ini," Dylan memberikan sapu tangan birunya pada Alea yang tengah kebingungan mengelap ingusnya ke mana.

Alea menerimanya dengan senang hati dan mengelap ingusnya menggunakan sapu tangan Dylan. Setelah selesai ia malah memberikan kembali sapu tangan kotor itu pada pemiliknya.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang