12. Destroy

2.3K 110 0
                                    

Hujan deras disertai angin kencang belum berhenti membuat Alea masih terjebak di kediaman Dylan. Saat ini ia sedang menangis di ruang tamu, sementara Dylan mengurung diri di kamarnya.

Alasannya menangis saat ini bukan hanya karena kedua sahabatanya, tetapi juga karena ulah lelaki pujannya. Beberapa kali lelaki itu keluar dari kamarnya, namun sama sekali tidak menghiraukan Alea yang sedang menangis.

Ceklek

Suara pintu terbuka menampilkan sesosok lelaki dengan raut wajah tidak ramahnya.

"Hujan sudah reda."

"Iya," sahut Alea sambil membenah diri bersiap untuk pulang.

"Sudah menghubungi sopirmu?"

"Aku kira kau yang akan mengantarku pulang," cicitnya.

"Aku tidak sebaik itu."

Alea hanya menunduk sambil meremas rok seragam sekolahnya. Tidak lama, ia pun menghubungi Deni.

"Aku pulang. Deni sudah sampai," ucap Alea pada Dylan sekembalinya dari dapur.

"Hmm. Aku harap kita tidak akan bertemu lagi," sahut Dylan dengan dingin membuat mata Alea kembali berair.

Tanpa bersuara, gadis itu langsung melenggang pergi dari kediaman Dylan. Tangisannya pecah di dalam mobil membuat Deni bingung dan cemas.

"Ada apa, Nona? Apa ada yang melukai Anda?"

"T-Tidak. Ini hanya urusan percintaan."

"Ah, apakah rumah tadi adalah rumah kekasih Anda? Baru kali ini saya menjemput Anda di rumah itu."

"Hmm, begitulah. Tapi aku harap kau tidak memberitahukannya pada ayah dan ibuku."

"Tenang saja. Rahasia Anda aman bersama saya."

***

Saat ini Dylan tengah tertidur di pangkuan seorang wanita di bawah rimbunnya sebuah pohon. Wanita itu terus bersenandung merdu membuat dirinya mengantuk.

"Hei, Dylan. Bagaimana kabarmu?" tanya seorang lelaki yang sedang duduk di samping ibunya.

"Tidak baik. Rasanya aku ingin tetap berada di sini bersama kalian."

"Tidak boleh. Kau belum mencapai tujuan kita untuk hidup bebas."

Dylan hanya mendengar sambil menitikan air matanya.

"Dylan!" teriak seorang gadis jauh disebrang sana.

"Ah, ternyata dia adalah obat dan kunci untuk tujuanmu."

"Gadis yang cantik, periang, dan baik hati. Mommy menyukainya," sahut ibunya sambil memandang gadis yang tengah melambaikan tangannya pada Dylan.

"Daddy juga pasti menyukainya."

"Jangan sebut dia!"

"Dylan, ayo pulang!" teriak gadis itu sekali lagi.

"Dia menggemaskan," ucap Kevin sambil terkekeh yang dibalas lirikan maut oleh Dylan.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang