58. Milan

1.4K 54 0
                                    

BRAKK!

Pintu kamarnya terbuka dengan kasar menampilkan seorang pria paruh baya yang terengah-engah karena emosi. Ah, pasti beritanya sudah sampai ke telinga ayahnya. Bisa dibayangkan jika kepala pria itu pasti sangat pening memikirkan kekacauan.

Baiklah, setidaknya usahanya begadang setiap malam ditemani David tidak sia-sia hanya untuk membobol sistem keamanan organisasi gelap ayahnya. Selain itu ia juga membagikan uang bernilai ratusan miliar itu kepada kaum yang membutuhkan, walau tahu bahwa uang itu berasal dari pekerjaan haram.

Bahkan tadi pagi ia membakar gudang narkoba dan senjata api milik ayahnya yang akan diselendupkan ke berbagai negara. Tinggal membebaskan ratusan manusia yang akan diperjual belikan saja yang belum ia lakukan.

Dominic menghampiri Dylan lalu menarik kerah bajunya dan menghempaskan putranya menabrak jendela hingga pria muda itu terlempar keluar. Untung saja kamarnya berada di lantai dasar.

PRANGG!

Suara ribut dan pecahan kaca yang bersumber dari kamar Dylan berhasil menarik perhatian bagi si pendengarnya, tetapi tidak ada saru pun yang berani menghampiri, kecuali Diana dan David.

David segera menahan ayahnya yang ingin menghampiri Dylan yang terbaring di atas semak-semak dengan pecahan kaca yang berserakan di atas tubuhnya. Sedangkan Diana segera melompat dari jendela untuk membantu Dylan.

"David! Kau juga bekerja sama dengannya!" Dominic mencekik leher David dengan sangat kencang. Pria itu benar-benar sangat marah, tidak pernah semarah ini rasanya, tetapi cekikan itu tiba-tiba terlepas setelah terdengar suara tembakan dan jeritan Diana.

"D-Dylan...?"

Semuanya tercengang setelah melihat apa yang terjadi. Lihatlah Dominic sekarang, raut wajah pria itu sudah seperti Lucifer yang sedang mengamuk. Tangan kirinya lalu berusaha mengambil pistol yang berada di balik jasnya, tetapi gagal karena Dylan menembak lagi tangannya.

Putranya itu lalu masuk kembali ke kamarnya lewat jendela yang sudah tidak berkaca. Raut wajahnya menunjukan kemarahan karena berani-beraninya Dominic menyentuh adiknya. Tidak akan ia biarkan ayahnya itu membunuh orang-orang yang ia sayang.

Begitu pula dengan Dominic, raut wajahnya mensaratkan kemarahan karena Dylan sudah berani melawannya. Ya, Dylan sudah memiliki alasan untuk membunuhnya.

Tapi raut wajah ayah dan anak itu menjadi berubah membuat Diana dan David hanya bisa mematung di tempat dari tadi. Akhirnya hari di mana Dylan akan membunuhnya akan tiba, begitulah yang dipikirkan Dominic mengapa ia merasa senang. Sementara Dylan memikirkan dirinya sendiri yang sebenarnya tidak ada bedanya dengan ayahnya.

"Aku akan tetap hidup, Dominic. Aku tidak boleh mati," ucap Dylan sambil terus melanjutkan langkahnya.

"Ya, kalau begitu bunuhlah aku, Dylan." Dominic tersenyum sumringah.

"Justru aku akan selalu mendukungmu apapun itu pekerjaannya, asalkan jangan melakukan kriminalitas saja."

"Aku sudah tidak peduli dengan masa lalumu. Aku tidak peduli bahwa bahwa kau pernah membunuh seratus orang sekali pun. Pokoknya aku hanya ingin dirimu."

"Itu semua hanya masa lalu, Dylan."

"Itu semua hanya masa lalu, Dylan."

"Itu semua hanya masa lalu, Dylan."

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang