Tanpa banyak kata, Alea keluar dari apartemen Dylan sambil menahan tangisannya. Ia sama sekali tidak menjawab pertanyaan terakhir yang dilontarkan kekasihnya karena memang ia pun bingung sendiri.
Ia bebas mengeluarkan tangisannya saat sudah berada di dalam kamar. Perasaannya campur aduk sekarang. Ia merasa kasihan, takut, dan kecewa pada Dylan. Bisa-bisanya pria itu menyembunyikan fakta sebesar itu darinya.
Seharian ini Dylan benar-benar membiarkan Alea mengurung di dalam kamarnya karena ia paham bahwa wanita itu pasti begitu syok. Tetapi tidak lupa ia selalu mengirim pesan untuk mengingatkan makan dan mengerjakan tugas pada Alea walau sama sekali tidak dibalas bahkan dibaca.
Di lain tempat dan waktu, setelah Diana kembali ke kediamannya, serentet pertanyaan diberikan oleh David membuatnya kesal. Tidak ada pilihan lain, ia menceritakan kebenaran di masa lalu pada David agar adiknya itu tidak terus membenci kakaknya.
Ya, kondisi David saat ini tidak jauh berbeda dengan Alea setelah mendengar cerita yang sebenarnya tentang kematian ibu tercintanya. Rasanya ia tidak memiliki semangat untuk melakukan aktifitas sehari-hari. Ia merasa bersalah pada kakaknya.
***
Hari pun sudah berganti. Dari semalam Alea sama sekali tidak membalas pesannya untuk mengantar jemput kekasihnya itu ke universitas. Dan saat ini ia sudah menghabiskan waktunya selama tiga puluh menit menunggu Alea di depan pintu unit apartemen.
Tidak lama pintu terbuka menampilkan seorang wanita dengan mata sembabnya yang terlihat tersentak akan kehadirannya. Alea memang tidak menghindar tetapi matanya sama sekali tidak ingin melirik kekasihnya.
"Aku antar, ya?" Alea mengangguk.
Dan di sepanjang perjalanan pun susana menjadi sangat hening dan canggung. Jika biasanya Alea akan ceria dan cerewet, kali ini wanita itu hanya terdiam dengan pandangan kosongnya. Ia hanya bersuara ketika Dylan bertanya saja.
"Nanti aku jemput, ya?" Alea mengangguk.
"Jam berapa?"
"Nanti aku kirim pesan."
"Baiklah. Belajar yang rajin, Alea." Dylan mengusap surai wanita itu yang tidak terlihat menolak, hanya saja matanya sama sekali tidak ingin melirik.
Kondisi Alea tidak jauh berbeda ketika bersama teman-temannya dan saat pembelajaran mata kuliah sedang berlangsung. Bahkan salah satu dosen menegur Alea karena mendapatinya tidak fokus dalam pembelajaran.
"Kau putus dengan Dylan?" tanya Alona yang dibalas dengan gelengan.
"Atau orangtuamu semakin melarang hubungan kalian?" Alea menggeleng.
"Orangtuamu atau salah satu anggota keluargamu baik-baik saja, 'kan? Alea mengangguk.
"Lalu kenapa?" tanya Chloe geregetan. Masalahnya ini adalah pertama kalinya melihat Alea seperti ini.
"Maafkan aku. Aku hanya sedang bertengkar dengan Dylan, jadi kalian tidak perlu merasa khawatir."
Alona dan Chloe hanya mengangguk-anggukan kepala.
"Bertengkar saja sudah frustasi seperti ini, apalagi jika putus, ya." Chloe berusaha mencairkan suasana.
"Aku juga pasti merasa seperti itu. Dylan itu sulit didapatkan." Alona menimpali dengan diakhiri tawa geli oleh mereka, tetapi Alea hanya diam saja sambil mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela karena yang ada di kepalanya saat ini hanya Dylan, Dylan, dan Dylan.
Kuliahku sudah selesai.
Salah satu dosen ada yang tidak masuk jadi aku pulang cepat.Kau sibuk, ya?
Ya sudah aku naik kendaraan umum saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle
Romance[SEQUEL OF DESTINY] Untuk pertama kalinya Aleandra jatuh cinta pada seorang lelaki misterius yang telah menyelamatkan hidupnya. Walau pemuda itu selalu menghindar ketika mereka bertemu, tetapi Aleandra tidak akan mudah menyerah. Gadis itu akan melak...