10. Who are you?

2.5K 105 0
                                    

Karena sikap kedua sahabatnya yang berubah membuat suasana hati Alea memburuk, air mukanya berbuah menjadi murung di sepanjang pembelajaran.

Alea termasuk orang yang sulit bergaul, ia tidak punya teman selain mereka berdua. Persahabatan mereka juga tergolong sangat lama.

Ia sangat menyayangi Alona dan Danilo, maka dari itu rasanya sekarang ia telah kehilangan mereka.

Hari sudah mulai sore, saat ini Alea sengaja menyuruh Deni untuk tidak menjemputnya sebelum ia menghubungi kembali.

Rencananya Alea ingin mengunjungi suatu tempat rahasia yang sering ia kunjungi ketika ingin menyendiri. Tempatnya tidak terlalu jauh sehingga bisa sampai dengan hanya berjalan kaki. Belum saja sampai tujuan, gadis itu terduduk di pinggir jalan sambil menangis.

Sementara itu, di tengah perjalannya menuju kafe, Dylan melihat seorang gadis yang terduduk sambil menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya.

Sepertinya gadis itu sedang menangis, pikir Dylan. Wajahnya tidak terlihat, tapi ia mengenal postur tubuhnya.

Sebenarnya Dylan berniat mengabaikan Alea, tetapi melihat kondisinya yang sangat memprihatinkan, ia kuatkan mental saja menghampiri gadis itu.

"Alea?"

Gadis itu mendongakkan kepalanya karena mendengar suara yang dikenalnya.

"Dylan..."

Alea bangun dari duduknya dan langsung memeluk Dylan membuat lelaki itu terkejut. Lelaki itu berusaha melepaskan pelukan dan memandang wajah Alea.

"Kenapa belum pulang?"

"Aku ingin mengunjungi suatu tempat."

"Sendiri?" Alea mengangguk membuat Dylan berdecak sebal.

"Lalu kenapa menangis? Ada yang menyakitimu?" Alea menggeleng.

"Alona dan Danilo sekarang menjauhiku."

Dylan masih mencerna perkataan Alea. Jadi gadis itu menangis karena teman-temannya? Bukan karena ada orang yang melukainya?

"Cepat hubungi sopirmu."

"Tapi Alona dan Danilo..." Alea masih menangis sesenggukan.

"Memangnya kenapa mereka jadi meninggalkanmu?"

"Justru itu, aku tidak tahu."

"Lalu kau ingin kemana? Biar aku temani."

Dylan merutuki ucapannya sendiri. Bukankah dirinya berencana menghindari Alea? Tetapi jujur saja, ia tidak bisa mengabaikannya.

Ya, ternyata ia tidak bisa menghindari dan meninggalkan Alea membuat Dylan kebingungan dengan sikapnya sendiri.

Tangisan Alea langsung terhenti ketika mendengar tawaran Dylan.

"Hah? Kau serius?"

"Ya sudah kalau tidak mau."

"Baiklah, kalau begitu aku ingin berkunjung ke kediamanmu," ucap Alea dengan cepat.

Dylan terdiam cukup lama karena menetralkan rasa kaget dan kesalnya.

"Tidak boleh."

"Please... Aku hanya ingin numpang menangis. Aku janji tidak akan mengganggumu," ucap Alea sambil terisak dengan puppy eyes-nya membuat Dylan kalah telak.

"Baiklah. Tapi sendiri saja, menangislah sepuasnya di sana. Aku mau bekerja." Alea mendengus kesal mendengarnya. Ia kira Dylan akan menemaninya.

"Ya sudah."

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang