40. Are You Happy?

1.8K 65 0
                                    

Balon-balon yang tertempel di papan sudah habis tertembak semua. Dylan kembali menarik perhatian karena dapat menembak dua puluh balon lagi sehingga ia mendapatkan hadiah sesuai keinginan.

Alea memekik senang ketika Dylan menyerahkan boneka kucing abu-abu padanya.

"Tiga boneka dan satu hamster dalam sekali kencan. Banyak sekali," ucap Alea membuat Dylan mengacak gemas rambutnya.

"Sebentar. Aku akan meminta kantong padanya." Lalu ia meminta kantong pada si pemilik kios permainan tembak balon untuk membungkus hadiah-hadiah yang ia dapatkan agar tidak kotor dan mudah di bawa.

"Yang satu ini untukmu, ya?" Alea menunjuk boneka anjing berwarna abu-abu. "Aku akan menyimpan pasangannya."

"Tidak usah. Kau simpan saja dua-duanya." Mana mungkin ia harus menyimpan boneka di kamarnya.

"Boneka berwarna putih ini adalah kau, jadi aku akan memberinya nama Dylan," ucap Alea diakhiri dengan cekikikan. "Makanya kau harus menyimpan pasangannya, si Alea ini."

"Baiklah, baiklah."

"Hei, lalu si kucing ini aku beri nama siapa, ya?"

"Milo."

"Ah, benar! Terdengar bagus. Lalu si hamster yang imut dan ramah ini siapa, ya?"

"Sam saja," celetuk Dylan.

"Benar! Benar! Samuel." Alea tertawa terbahak-bahak.

"Jaga mereka baik-baik, ya. Itu adalah kenangan dariku."

Alea terdiam. Entah kenapa pemilihan kata-kata lelaki itu sangat janggal dan tidak mengenakan.

"Tadi aku benar-benar speechless. Kenapa kau bisa melakukannya?" Alea berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Amerika bebas menggunakan senjata api."

"Ah, benar juga. Tetapi kau sepertinya sangat mahir. Apa kau pernah mengambil pelatihan?"

"Begitulah."

"Waw, hebat! Aku juga jadi ingin mencoba menembak dengan pistol asli." Dylan hanya tersenyum kecil menanggapi.

"Menggunakan pistol itu tidak mudah, Alea. Kau harus belajar tentang mata angin, jarak, kecepatan, bubu mesiu, dan lainnya. Aku juga sempat pusing saat pertama kali berlatih."

"Aku juga yang mendengarkan ikut pusing." Lalu mereka berdua tertawa bersama.

"Ayo kita pulang." Dylan mengamit tangan kiri Alea yang menganggur.

"Terima kasih untuk kencannya, Alea. Hari ini aku sangat senang sekali."

"Seharusnya aku yang mengatakan itu. Kau yang mengajakku berkencan dan memberiku banyak hadiah, jadi aku sangat senang."

Tiba-tiba turun hujan ketika mereka dalam perjalanan menuju halte membuat mereka berteduh di sebuah toko yang susah tutup.

"Andai saja aku memiliki kendaraan, sudah pasti kita dapat cepat pulang dan tidak terjebak hujan. Maaf, ya."

"Tidak apa. Mau naik kendaraan atau berjalan kaki sekali pun, aku akan merasa senang asal bersamamu."

Dylan membuka jaket jeans yang dikenakannya sehingga menyisakan kaos hitam polos di tubuhnya. Ia pakaikan jaket untuk Alea agar tidak kedinginan.

"Apa kau bahagia, Alea?"

"Aku selalu bahagia jika bersamamu. Walau pun dulu kau sangat dingin dan menolakku, tetapi aku sangat bahagia, bahkan jika hanya melihat wajahmu saja."

Beruntung sekali bukan bagi lelaki yang dicintai oleh Alea. Gadis itu sangat tulus mencintai Dylan.

"I love you, Alea." Dylan memeluk Alea dengan erat, tidak lupa ia juga mencium pucuk kepala gadisnya dengan sangat sayang membuat Alea mendongakkan kepalanya dan mencium bibir Dylan sekilas.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang