Sudah dua bulan lebih terlewati sejak Dylan meningalkan Alea. Bersyukurnya Alea dapat sedikit mengontrol rasa sedihnya walau terkadang masih menangis jika teringat mantan kekasihnya itu. Untuk meredakan rasa rindunya, ia selalu berbicara dengan Sam dan tidur dengan ditemani oleh Alea dan Dylan versi boneka anjing.
Cincin pemberian Dylan hanya bisa Alea ciumi dan pandangi. Ia selalu mengingat hari ketika di mana Dylan memberinya cincin ini. Sejujurnya hari itu ia adalah hari terbahagianya selain hari di mana dirinya pertama kali bertemu dengan Dylan dan ketika mereka mulai berpacaran.
Devon dan Laura tidak bisa berbuat apa-apa, mereka juga paham apa yang dirasakan oleh Alea karena mereka pun pernah mengalaminya. Devon dan Laura hanya bisa menyemangati dan menghibur Alea sebisanya.
Dan beruntungnya sejak itu pula Alea tidak sampai mogok makan, bahkan nafsu makannya semakin besar membuat Devon dan Laura sedikit tenang. Mungkin begitulah cara putrinya mengalihkan kesedihannya.
Tetapi sebagai wanita, Laura merasakan ada yang janggal dengan perubahan fisik dan hormon Alea. Nafsu makan Alea terlalu besar untuk seukuran orang yang tidak terlalu menyukai makan banyak dan membuat tubuhnya saat ini sedikit berisi dari biasanya.
Bahkan akhir-akhir ini perasaan Alea sangat sensitif dan mengeluh mudah kelelahan. Tentu saja Laura yang sudah berpengalaman sangat paham dengan perubahan Alea, jadi ia berniat menanyakan sesuatu yang sedikit pribadi padanya selagi dirinya dan Devan mengunjungi Alea di Bologna.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk saja."
"Sedang apa, sayang? Apa Mama mengganggumu?" tanya Laura karena mendapati Alea yang sedang menangis sambil memandangi ponselnya.
"T-Tidak. Ada perlu apa Mama mencariku?" Alea berusaha mengusap air matanya yang mengalir tapi tidak bisa berhenti keluar membuat Laura mengusap bahunya, mencoba menenangkan.
"Bagaimana kabar Dylan?"
"Masih seperti biasa."
"Mama sangat paham perasaanmu, tapi maaf tidak bisa banyak membantu." Alea mengangguk.
"Alea, kau terlihat sehat." Laura tersenyum sambil mengelus pipi chubby Alea.
"Aku tahu aku semakin gendut. Mulai besok aku akan diet," Setelah itu Alea mencibikan bibirnya karena merasa kesal.
"Jangan dipaksakan, Alea, asalkan kau tidak makan sembarangan, Mama senang saja."
"Tapi aku semakin gendut."
"Kau tidak gendut, kau hanya terlihat lebih sehat saja."
"Aku gendut!" Alea menonjok bantal yang berada di pangkuannya.
"Alea."
"Hm?"
"Kapan terakhir kali kau datang bulan?"
Alea mencoba menghitung harinya dan baru sadar bahwa tiga bulan ini ia sudah telat datang bulan. Sepertinya saking terlarut dalam kesedihan membuatnya lupa dengan kondisi dirinya sendiri. Ia pikir telat datang bulan hanya karena akhir-akhir ini dirinya memang sedang banyak pikiran.
"Tiga bulan yang lalu," jawab Alea membuat Laura sangat terkejut dan cemas.
"Bukan maksud Mama menyinggungmu, tapi apakah kau pernah melakukan hubungan intim dengan Dylan?"
Deg
Alea menelan kasar ludahnya lalu mengangguk dengan kepala tertunduk.
"Sudah berapa kali?"
"Tidak tahu."
"Tidak terhitung karena sudah sering melakukannya?" Alea tidak menjawab, ia terlalu malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle
Romance[SEQUEL OF DESTINY] Untuk pertama kalinya Aleandra jatuh cinta pada seorang lelaki misterius yang telah menyelamatkan hidupnya. Walau pemuda itu selalu menghindar ketika mereka bertemu, tetapi Aleandra tidak akan mudah menyerah. Gadis itu akan melak...