"Kau di sini."
Allen mendapati Dylan yang sedang berdiri menyender pada pilar besar sambil merokok.
"Mau?" tawar Dylan sambil menyodorkan rokok M*rlboro-nya.
Allen mengambil satu batang lalu mulai menyulut dan menghisapnya.
"Kau terlihat dekat dengan mereka berdua," celetuk Dylan.
"Siapa? Alea dan Danilo?" Dylan mengangguk.
"Yah, aku sudah mengenalnya sejak mereka kecil. Jadi aku sudah menganggapnya keluarga." Dylan hanya mengangguk paham.
"Kenapa? Kau bertanya seperti bukan dirimu saja." Dylan hanya diam tidak merespon.
"Hmm, kisah percintaan yang rumit," gumam Allen yang membuat lelaki di sebelahnya mengalihkan atensinya.
"Siapa yang kau maksud?"
"Jadi ada perlu apa kau kemari? Tempat mana lagi yang ingin kau kunjungi?" Allen tidak mengindahkan pertanyaan Dylan membuat lawan bicaranya berdecak sebal.
"Bukankah perusahaan milik ayahmu termasuk perusahaan besar di Milan?"
"Hmm. Tidak lama juga bangkrut."
"Kenapa kau bisa berpikir seperti itu?"
"Lihat saja nanti."
"Jadi ada apa kau menanyakan perusahaan ayahku?" Allen memandang Dylan dengan raut wajah skeptis.
"Aku ingin meminta bantuanmu."
"Katakan."
***
Saat ini Alea, Danio, dan Alona sudah menyelesaikan tugas kelompoknya dan sedang bersantai di karpet berbulu di kamar Alona.
"Alona kau sudah menanyakannya pada Dylan?" tanya Alea dengan penasaran.
"Sudah. Katanya, kembalikan saja helmnya pada Anthony, dia juga salah satu barista di kafe itu."
"Hanya itu?"
"Oh, iya. Untuk nomor ponselnya, dia sama sekali tidak memberikan."
Setelah mendengar penjelasan Alona, Alea tanpa sadar mengerucutkan bibirnya karena sebal.
"Terima kasih, Alona."
"Sama-sama. Omong-omong aku gugup sekali ketika berbicara dengan Dylan. Aku jadi penasaran, dia memiliki kekasih tidak, ya?"
"Coba kau cari tahu," saran Alea.
"Andai saja kakakku bisa diajak kerja sama, aku akan senang hati melakukannya."
"Pantas saja mereka berteman dekat." Alea dan Danilo tertawa geli.
"Danilo, nanti antarkan aku pulang, ya," pinta Alea.
"Tumben."
"Sedang ingin naik motor."
"Baiklah. Omong-omong, weekend nanti kau ada waktu senggang tidak?" tanya Danilo.
"Kenapa memangnya?"
"Aku ingin kau mangantarku ke toko alat musik."
"Sepertinya hari minggu aku tidak bisa. Kenapa tidak pulang sekolah saja?"
Raut wajah kecewa tidak bisa terhindari dari wajah Danilo, hanya saja tidak ada yang menyadarinya.
"Awalnya aku berniat begitu. Tapi aku hanya ada waktu luang di hari minggu."
"Ya udah kalau tidak bisa. Alona, bagaimana denganmu? Kau bisa menemaniku?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle
Romance[SEQUEL OF DESTINY] Untuk pertama kalinya Aleandra jatuh cinta pada seorang lelaki misterius yang telah menyelamatkan hidupnya. Walau pemuda itu selalu menghindar ketika mereka bertemu, tetapi Aleandra tidak akan mudah menyerah. Gadis itu akan melak...