65. Tranquility (END)

4.2K 73 1
                                    

Saat ini Dylan tidak berhenti memandangi sebuah foto USG yang menampilkan sosok kedua anaknya. Ia tidak menyangka bahwa akan berhasil pada tahap menjadi seorang ayah dan memiliki keluarga kecil sendiri bersama Alea-- wanita yang kehadirannya selalu ia dambakan sejak dulu kecil.

"Terus saja pandangi itu sampai melupakanku dan janin aslinya," gerutu Alea.

"Maaf, apakah kau membutuhkan sesuatu?"

"Jadi jika aku tidak membutuhkan sesuatu, aku tidak boleh menganggumu?"

"Bukan begitu, aku hanya bertanya."

"Tidak ingin menjenguk janin aslinya?"

"Sadarlah, Alea, kita berada di kediaman orangtuamu." Dylan menyentil dahi Alea.

"Memangnya kenapa?"

"Desahanmu sangat berisik."

"Oh, jadi kau merasa terganggu dengan itu?" Dylan hanya mampu mengusap wajahnya karena merasa frustasi. Akhir-akhir ini suasana hati Alea memang sedang sensitif membuat dirinya hanya bisa bersabar.

"Maksudku, aku merasa tidak nyaman bercinta denganmu di bawah satu atap yang sama dengan orangtuamu. Rasanya... ya... tidak pantas."

"Dylan."

"Hmm?"

"Apakah saat aku sudah memulai perkuliahan, kau akan tinggal lagi di Bologna bersamaku?"

"Emm... Kita lihat saja nanti."

"Jawabanmu tidak meyakinkan. Memangnya kau akan tinggal di mana? Di Las Vegas? Meninggalkanku lagi?"

"Sebenarnya, urusanku di sana juga belum selesai." Dylan hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ya sudah, pergi sana!" teriak Alea merasa kesal.

"Alea, banyak sekali pembahasan yang ingin aku bicarakan dengan keluargaku. Tentang pekerjaanku, tempat tinggal, dan pernikahan kita."

"Hmm, benar juga, status kita masih mantan kekasih. Kau memang tidak ada niatan menjadikanku kekasih lagi."

"Kalau bisa menjadi istri, kenapa harus menjadi kekasih?"

"Memangnya aku mau menjadi istrimu? Bahkan kau tidak pernah melamarku."

Dylan tersenyum lalu segera memeluk Alea dengan erat, tidak lupa tangannya mengusap kepala hingga punggung dan bibirnya mengecup puncak kepala Alea. Katanya pelukan adalah obat terbaik, maka ia melakukannya pada Alea yang suasana hatinya sedang buruk.

"Kau tidak menjawab pertanyaanku tadi?"

"Hmm, baiklah. Sebelum itu aku ingin bertanya, kau ingin aku lamar dengan romantis atau biasa saja?"

"Pertanyaan macam apa itu?"

"Jika kau ingin lamaran romantis, maka tunggulah aku pulang dari Las Vegas--"

"Tidak romantis. Jika aku memilih tidak romantis kau akan melamarku secepatnya, 'kan?" Dylan tertawa lalu mengangguk.

"Bahkan sekarang pun bisa."

Dylan lalu menggengam kedua tangan Alea dan mengelusnya menggunakan kedua ibu jarinya.

"Menikahlah denganku, Alea. Aku tidak akan bertanya padamu apakah kau ingin menikah denganku atau tidak, karena jawabanmu sudah pasti 'yes', 'kan? Dan cincin yang masih melingkar ini adalah jawabanmu."

Alea melirik jari manis kirinya lalu menatap wajah mantan kekasihnya dengan raut skeptis. Lamaran macam apa ini? Dari pemilihan katanya, ini hanyalah perintah untuk menikah dengan pria itu. Bahkan mereka melakukannya di atas ranjang miliknya dengan sprei bermotif kartun kodok.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang