Terhitung sudah tiga hari semenjak Dylan dan Alea mengantarkan Marsha ke panti asuhan. Mereka berdua menjalani kehidupannya seperti biasa. Hanya saja bedanya hubungan mereka semakin dekat walau status mereka tidak jelas.
Terkadang mereka berdua mengobrol di masing-masing balkon saat tak sengaja bertemu ketika Alea sedang menyiram tanaman, dan Dylan sedang merokok. Atau Alea tidak akan segan meminta bantuan pada Dylan ketika laptopnya tiba-tiba error, atau ada suatu materi perkuliahannya yang tidak dimengerti.
Allen yang kebetulan masih tinggal di unit apartemen Dylan, selalu tertawa sendiri melihat kedekatan mereka berdua. Ah, Dylan itu entah memang pengecut atau gengsinya sudah tidak tertolong.
"Hei, kapan kau akan menyatakan cintamu?"
"Nanti."
"Terus saja seperti itu. Aku tahu kau memikirkan sesuatu yang lain, 'kan?"
"Hmm."
"Sudah terlambat, Dylan. Jika aku menjadi ayahmu—"
"Jangan sebut pria itu adalah ayahku."
"Baiklah, baiklah. Aku ulangi. Jika aku menjadi pria itu, aku tetap akan menjadikan Alea sebagai senjata walau kalian sudah tidak memiliki hubungan apa pun. Orang ambisius itu akan melakukan segala cara untuk menang. Sejak kau menolong Alea dan dia jatuh cinta padamu, semua sudah terlambat."
"Hmm."
Dylan sudah tahu akan hal itu. Makanya ia sedang memikirkan bagaimana caranya agar terlepas dari Dominic.
"Hei, sampai kapan kau akan bersembunyi terus?"
"Kau berisik sekali." Allen hanya tertawa. Kepala Dylan pasti sudah panas dan berasap karena terlalu banyak berpikir.
Sikap Allen dan Dylan itu berbeda jauh ketika sudah bertemu. Mereka berdua biasanya akan jarang bicara dan bersikap dingin di hadapan publik, tetapi ketika sedang bersama, sikapnya menjadi jauh lebih menyebalkan lebih dari yang publik tahu.
"Aku dengar menghancurkan suatu organisasi mafia itu adalah dengan membunuh kepalanya. Kau pasti sanggup, 'kan?"
"Aku sanggup. Tapi masalahnya jika aku membunuhnya, maka dia yang menang. Sudah kupastikan dia akan mati dengan perasaan puas. Pria itu lebih gila dari yang kau bayangkan."
"Ya sudah, kau bunuh diri saja." Dylan berdecak kesal mendengar temannya yang dengan santai menyuruhnya bunuh diri. Sungguh tidak ada rasa simpati. Yah, jika dipikir-pikir, Allen itu lebih gila dari dirinya.
"Alea pernah menghentikan aksi bunuh diriku."
Allen tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Sungguh sangat lucu bagi dirinya.
"Alea, Alea. Dia itu benar-benar sesuatu."
"Nanti malam kau pergilah."
"Kau mengusirku?"
"Aku akan mengajak Alea makan malam di sini. Jadi kau jangan mengganggu."
"Waw! Baiklah, baiklah. Gunakan waktu sebaik mungkin."
***
❤️
Alea, kau ingin malam denganku?
Alea yang sedang berbaring langsung menegakkan tubuhnya. Ia tidak percaya dengan apa yang dibacanya. Dengan tiba-tiba Dylan mengajaknya makan malam?
Alea tidak segera membalas pesan itu sehingga membuat si pengirim pesan merasa cemas. Gadis itu malah berguling-guling di atas ranjang, menggigit bantal dan menonjoknya, lalu melompat-lompat karena saking senangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle
Romance[SEQUEL OF DESTINY] Untuk pertama kalinya Aleandra jatuh cinta pada seorang lelaki misterius yang telah menyelamatkan hidupnya. Walau pemuda itu selalu menghindar ketika mereka bertemu, tetapi Aleandra tidak akan mudah menyerah. Gadis itu akan melak...