28. Mr. Graham

1.5K 57 1
                                    

Alea tertawa melihat Dylan yang terus menunduk. Ternyata berteman dengan lelaki itu seru juga. Tidak ada salahnya bukan berteman dengan lelaki yang sudah menolaknya? Yah, untuk saat ini mari kita lupakan itu, walau pun jika dipikir-pikir ia selalu sakit hati sendiri.

"Halo, sayang? Ada apa?" wanita disebrang sana berbicara sambil menunjukan wajah cantiknya ke arah kamera.

"Tidak apa, aku hanya bosan."

"Bosan? Tapi sepertinya kau sedang berada di luar."

"Memang. Aku sedang berada di bakery."

"Dengan siapa?"

"Dengan siapa, ya?" goda Alea sambil melirik Dylan yang mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

"Kau terlihat bahagia, sayang."

"Aku sedang seru-serunya mengerjai temanku." Alea tertawa cekikikan. "Mama mau lihat tidak orangnya?"

"Alea," desis Dylan.

"Mana coba arahkan kameranya." Alea menurut dengan mengganti pengambilan video oleh kamera belakang yang sedang menangkap keberadaan Dylan yang tengah duduk di hadapannya.

"Hmm, laki-laki, ya," goda Laura. "Tapi Mama tidak bisa melihat wajahnya."

Alea semakin mendekatkan kamera ke arah wajah Dylan membuat lelaki itu semakin menutup wajahnya dengan sebelah tangan kirinya, sementara sebelah tangan yang lain menutup kamera ponsel Alea.

"Dia orangnya memang pemalu, Mama."

"Hmm, jadi anakku sudah move on dari lelaki yang lalu?"

"Kenapa jadi membahas yang sana?" Alea terlihat cemberut karena ibunya membahas Dylan di depan orangnya. Sementara Dylan tertegun mendengar maksud dari pembahasan Laura. Apakah orangtuanya sudah mengetahui bahwa dirinya pernah menolak Alea?

"Tahu tidak, Ma? Temanku ini adalah penghuni unit apartemen nomor sepuluh."

"Oh, kalian sudah bertemu, ya? Mama bilang juga apa, dia bukan hantu." Laura tertawa di sebrang sana. "Siapa namanya?"

"Dylan."

"Jadi kalian sudah berteman ceritanya? Kuenya sudah diberikan?"

"Sudah. Baru saja kemarin."

"Dua minggu yang kau ke mana saja, Alea."

"Aku malu, Mama."

"Ya sudah, berteman baiklah, kalian."

"Tentu saja. Dia bilang terima kasih atas kuenya dan berharap bisa bertemu dengan Papa dan Mama— aww!" Dylan mencubit gemas tangan Alea karena malah membahas pertemuannya dengan orangtua gadis itu.

"Tentu saja. Mama tidak sabar ingin bertemu dengannya," sahut Laura dengan semangat.

"Mama, lihat, wajahnya memerah," adu Alea pada Laura.

"Alea, lama-lama aku tinggalkan juga kau di sini sendirian," ucap Dylan dengan tertahan karena khawatir suaranya terdengar sampai telinga Laura.

"Baiklah, baiklah. Jangan marah."

"Ada apa, Alea?"

"Tidak ada. Omong-omong Mama sedang apa? Sepertinya Mama juga sedang di luar."

"Mama sedang di salon. Nanti malam Mama dan Papa akan merayakan anniversary pernikahaan kami di hotel."

Jujur saja Dylan iri mendengar hal tersebut. Ia iri pada keluarga Alea yang terlihat harmonis. Tidak hanya hubungan antara suami dan istri saja, hubungan antara kedua orangtua dan anaknya terlihat harmonis. Sebuah keluarga impian bagi Irene dan dirinya.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang