54. Go Home

1.2K 45 0
                                    

Saat ini Diana dan David sedang duduk berhadapan dengan sebuah meja sebagai penghalang antara sofa yang mereka duduki. Susana sangat hening karena keduanya tidak ada yang berniat mengeluarkan suara dengan perasaan cemas yang melanda.

Suara pintu terbuka membuat kedua kakak beradik itu mengalihkan atensinya. Mereka benar-benar terpaku melihat siapa yang sedang memasuki mansion mewah ini. Orang yang dari tadi mereka tunggu sudah pulang.

"Dylan!" Diana langsung menghampiri kakaknya yang berjalan pincang, tetapi melihat raut wajah yang tidak mengenakan membuat dirinya mengurungkan niat untuk memeluk.

"Apa kakimu tidak apa-apa?" Dylan hanya mengangguk, tapi sebelum melanjutkan langkahnya, ia sempatkan untuk melirik kedua adiknya.

Tidak lama, terlihat Dominic yang menyusul langkah Dylan. Pria paruh baya itu memasuki kediamannya dengan senyum bahagia yang tidak luntur membuat semua yang melihatnya— bahkan Diana dan David— merasa ngeri.

"Di mana Dylan?"

"Kamar belakang," jawab David.

"Kenapa dia masih menggunakan kamar itu?" gumamnya sambil meneruskan langkah ke bagian belakang mansionnya.

Setelah sampai tujuan, Dominic membuka pintu kamar dengan lebar dan mendapati putranya itu sedang tidur meringkuk.

"Kau pasti sangat lelah, ya?" monolognya saat mendapati Dylan yang sudah memejamkan mata. Padahal hari sudah siang, tetapi perjalanan jauh antar negara membuat putranya itu kelelahan terutama dengan luka yang berada di kedua tangan dan kaki kanannya.

"Semoga bermimpi indah." Dominic tersenyum lalu meninggalkan kamar. Setelah kepergian ayahnya, Dylan seketika membuka matanya. Dirinya memang sangat lelah dan mengantuk, tetapi isi kepalanya yang berisik membuat tidurnya terusik.

Sepanjang hari Dylan mengurung dirinya di dalam kamar. Ketika Diana mengajaknya untuk makan siang atau makan malam, ia akan menolak karena memang tidak lapar membuat adiknya itu selalu mengantarkan makanan ke dalam kamarnya.

"Makanlah walau sedikit. Bukankah dokter menyuruhmu untuk mengisi perut agar kau cepat sembuh."

"Ya, taruh saja di situ."

"Tidak ingin memakannya sekarang? Mumpung masih hangat."

"Tidak."

Lihatlah, Dylan berubah menjadi dirinya di masa lalu ketika berpisah dengan Alea.

"Cepat sembuh, Dylan." Pria itu mengangguk.

Selang beberapa menit, pintu terbuka lagi menampilkan David.

"Daddy memintamu untuk menempati kamarmu."

"Aku hanya seorang tawanan di sini. Kamar ini lebih cocok untukku."

Memang saat ini Dylan tengah menempati sebuah kamar di mana dulu ayahnya selalu menghukumnya dengan mengurung di tempat ini. Dan kamar itu sangat jauh berbeda dengan kamarnya yang megah dan mewah. Terlihat lebih kecil dan sederhana karena hanya terdapat ranjang, meja nakas, sebuah kemari berukuran sedang, dan toilet di dalam kamar.

"Lebih baik kau turuti saja kemauannya."

Dylan tidak bersuara membuat David berdehem dan mengalihkan pembicaraan.

"Maaf." Dylan yang sedang memandang jendela yang tertutup gorden langsung mengalihkan atensinya. Ia memandang David dengan menaikan sebelas alisnya kebingungan.

"Aku sudah tahu semuanya." Dylan tidak merespon apa pun dan memalingkan kepalanya lagi menghadap jendela.

"Apa kau bersedia memaafkanku?"

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang