Alea langsung turun dari mobilnya dengan terburu-buru meninggalkan ayahnya yang baru saja mematikan mesin mobilnya.
"Alea! Bukan ke arah situ!" teriak Devon membuat putrinya langsung menghentikan larinya.
"Jangan berlari-larian, Alea. Kau ini lupa sedang hamil?"
"Tapi aku ingin segera bertemu dengan Dylan," ucap Alea sambil mengusap matanya yang mengeluarkan air mata.
"Sssttt... jangan menangis, sayang. Tadi Papa sudah menghubungi Dylan, katanya percuma jika kita mengejar, tidak akan sempat," bohong Devon membuat tangisan Alea semakin kencang.
"Sssttt... bercanda, bercanda... Dylan sebenarnya berada di sana." Devon menunjuk salah satu restoran di lingkungan bandara.
Tanpa berpikir panjang, Alea pun segera berjalan cepat ke arah tempat yang ditunjuk oleh ayahnya itu.
"Santai saja, sayang!" teriak Devon yang masih setia mengikuti setiap langkah putrinya.
Setelah memasuki gedung restoran, Alea bisa menemukan Dylan yang sedang duduk seorang diri di sebuah meja di ujung sana. Mudah saja baginya karena waktu masih pagi sehingga belum banyak yang berkunjung ke restoran.
Terlihat pria itu sedang memakan beberapa porsi makan berbahan dasar udang yang terlihat lezat di mata Alea. Pagi-pagi sudah makan seafood, pikirnya.
"Eemm..." Suara Alea terdengar menggantung sebab tiba-tiba ia jadi merasa canggung. Harus bagaimana ia menyapa Dylan setelah beberapa bulan tidak bertemu.
"Alea." Sialan, kenapa pria itu juga jadi merasa canggung setelah melihat wajah wanita pujannya.
"Ehem! Sepertinya Papa tunggu di mobil saja. Kau juga sudah bertemu dengan Alvin, 'kan."
"Alvin?" beo Alea.
"Oh, maksud Papa adalah Dylan."
"Sepertinya aku akan menghabiskan waktu dengan Alea cukup lama. Tidak apa jika Papa terlebih dahulu pulang."
"Baiklah. Jaga putriku baik-baik, ya, Alv-- maksudku Dylan." Devan berdecak kesal membuat Dylan terkekeh geli.
"Sudah kubilang tidak masalah jika memanggilku Alvin."
Sementara Alea hanya bergantian memandangi Dylan dan Devan. Sungguh ia serasa seperti baru keluar dari goa selama bertahun-tahun karena jadi bingung sendiri.
Setelah kepergian Devan, saat ini Alea dan Dylan hanya saling memandang dengan rasa canggung.
"Kenapa hanya berdiri di situ, Alea. Duduklah." Dylan menarik lengan Alea agar duduk di sampingnya.
"Kenapa kau berada di sini?"
"Makan."
"Tapi kenapa harus di bandara?"
"Sekalian mengantar David pulang."
"Apakah dengan wanita itu?"
"Siapa?"
"Sepupumu."
"Tidak. Dia pulang menggunakan jet pribadi."
"Lalu kenapa David juga tidak menggunakan jet pribadi?"
"Itung-itung mengontrol pesawat sendiri dan merasakan pelayanannya. Kau tidak lupa 'kan kami memiliki perusahaan di bidang jasa penerbangan?"
Benar juga, pikir Alea. Ashes Airlines adalah milik keluarga Graham, lebih tepatnya milik Dominic.
"Mau?" tawar Dylan sambil berusaha menyuapi Alea yang tentu saja langsung diterima dengan senang hati.
"Habiskan, ya. Aku sudah kenyang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle
Romance[SEQUEL OF DESTINY] Untuk pertama kalinya Aleandra jatuh cinta pada seorang lelaki misterius yang telah menyelamatkan hidupnya. Walau pemuda itu selalu menghindar ketika mereka bertemu, tetapi Aleandra tidak akan mudah menyerah. Gadis itu akan melak...