63. Evidence

1.6K 70 0
                                    

Sambil menahan emosinya, Dylan berniat datang ke hotel berbintang yang masih ditempati oleh David dan Caithlin karena mereka baru akan pulang ke Las Vegas besok pagi.

Dengan meminjam sebuah mobil milik Devon dan ditemani oleh Alex, ia berniat membawa Caithlin ikut bersamanya menemui Alea.

Ia mengerti kenapa Devon dan Laura mewanti-wanti agar tidak dulu bertemu dengan Alea, ternyata semarah itu Alea padanya. Terutama saat ini wanita tercintanya itu sedang hamil yang sudah pasti agar kondisinya tidak boleh terlalu sedih dan banyak pikiran.

Caithlin yang sedang bersantai sambil memainkan ponselnya pun terperanjat kaget mendengar suara gedoran yang cukup kasar di pintu kamar hotelnya.

Setelah membuka pintu dan mendapati sang pujaan hati yang mengunjunginya, ia langsung berusaha memeluk yang tentu saja tidak berhasil karena Dylan langsung menggenggam pergelangan tangannya dengan erat.

"Ada apa ini, Dylan?" tanya Caithlin keheranan karena Dylan menarik lengannya dengan kasar. Ia yakin pergelangan tangannya pasti akan lebam.

Langkah Dylan yang lebar membuatnya tidak bisa mengikuti sehingga terkadang membuatnya tersungkur, tetapi Dylan benar-benar tidak mempedulikannya.

"Masuk." Dylan membuka pintu bangku penumbang tengah dan mendorong tubuh Caithlin agar segera masuk ke dalam sana.

Caithlin yang sedikit takut menurut saja. Awalnya ia kebingungan kenapa Dylan menempatkan dirinya di bangku penumpang tengah, bukan bangku penumpang samping kemudi. Ternyata tempat itu sudah diisi oleh seorang anak laki-laki yang sedang asyik bermain game di ponselnya.

Alex menoleh sekilas ke arah Caithlin yang berada di belakangnya, lalu kembali memainkan game-nya.

"Siapa?" tanya Caithlin entah pada siapa. Dan tidak ada satu pun yang menjawab.

"Hey, kau siapa?" tanya Caithlin sekali lagi sambil menepuk bahu Alex.

"Alex," jawabnya singkat.

"Maksudku apa hubunganmu dengan Dylan?"

"Emm, bisa dibilang aku adalah calon adik iparnya," jawab Alex tanpa melirik si lawan bicara.

Tanpa dilihat pun, Dylan tahu bahwa Caithlin saat ini sedang menahan amarah dan kecewanya.

Tidak lama terdengar teriakan wanita di belakang sana karena Dylan mengemudikan mobilnya dengan sangat cepat. Bahkan tadi saja Alex hampir muntah dan mengeluarkan kata-kata penuh emosi. Jangan tanya bagaimana tersiksanya Caithlin yang belum sempat memakai seatbelt-nya. Tentu saja tubuhnya menjadi terombang-ambing.

"Hey, sudah kubilang aku masih belum mau mati," celetuk Alex. Terlihat anak itu sudah tidak memainkan ponselnya. Kali ini kedua tangannya sedang sibuk berpegangan.

"Sadarlah! Kalau kau mau mati jangan mengajakku. Kau juga memangnya tidak memikirkan kakakku jika mati sungguhan?"

Mendengat itu, Dylan pun langsung memelankan laju mobilnya. Ia berkali-kali menghela nafas untuk meredam emosi.

"Pantas saja Papa tidak membiarkanmu pergi sendirian," gerutu anak itu.

***

Saat sudah memasuki kediaman Griffith, Dylan langsung mendorong Caithlin di hadapan Devon dan Laura hingga tersungkur di lantai.

Caithlin yang merasa sakit hati dan malu, tidak bisa menahan air matanya untuk tidak keluar. Dylan sudah mempermalukannya di hadapan orang yang tidak ia kenal.

Laura sebagai ibu dan wanita segera sigap membantu Caithlin untuk bangun dari duduknya lalu membawanya ke arah sofa.

"Dylan, sebaiknya kau tidak terlalu kasar pada wanita," ucap Laura dengan lembut.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang