17. Initial D

1.9K 93 3
                                    

Alea masih menangis dengan ditemani oleh Allen. Pria itu sudah berhenti merokok dari tadi karena menghargai keberadaan seorang gadis yang duduk di sebelahnya. Ya, saat ini mereka tengah duduk di lapangan berumput.

"Tidak apa. Kau tidak perlu menemaniku. Kau bisa masuk ke dalam. Dari tadi kau tidak menikmati acaranya," ucap Alea pada Allen.

"Sebenarnya aku juga terpaksa menghadiri pesta ini. Tapi jika kau memang membutuhkan waktu sendirian, aku akan pergi."

"Maaf aku telah mengusirmu."

"Tidak usah dipikirkan."

"Kalau begitu aku pergi. Jangan terlalu lama sendiri. Setelah merasa lebih baik, segeralah temui orangtuamu." Alea mengangguk. Lalu Allen pergi meninggalkan Alea sendirian.

Alea berjalan-jalan sambil menikmati keindahan taman di malam hari, lalu berakhir duduk di salah satu kursi yang tersedia di balkon dekat taman yang masih menyatu dengan gedung.

"Membosankan juga."

Tidak lama, ia merasakan kehadiran seseorang yang menghampirinya.

"Oh, bukankah kau gadis kecil waktu itu?"

Alea mengalihkan atensinya pada pria yang berada di sisinya. Ternyata ia adalah Mr. Graham yang pernah mengantarnya menuju kediaman Dylan.

"Selamat malam, Mr. Graham." Alea berdiri dan menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat.

"Selamat malam... Alea. Benar, 'kan?"

"Benar, sir."

"Bolehkah aku menemanimu duduk di sini?"

"Dengan senang hati, sir."

Pria itu duduk di hadapan Alea yang terhalang oleh meja bundar.

"Silakan duduk, Alea. Kau tidak perlu bersikap terlalu formal padaku. Santai saja."

"Baiklah." Alea duduk kembali di kursinya.

"Kenapa wajahmu sembab? Habis menangis?"

"Begitulah."

"Ada yang melukaimu atau bagaimana?"

"Ini hanya masalah percintaan, sir."

"Ah, apakah ulah teman lelakimu yang kau kunjungi saat itu?"

"Benar." Alea tersenyum geli karena malu.

"Aku yakin dia menyesal telah meninggalkanmu. Tapi kau tidak boleh menyerah. Kau harus membuatnya sangat menyesal bagaimana pun caranya."

"Buatlah dia jatuh cinta melebihi kau mencintainya, maka kau akan menang."

Berat sekali pembicaraan pria terhormat ini. Mungkin ini cara berpikir orang yang ambisius, pikir Alea.

"Terima kasih telah mendukung dan menyemangati saya. Saya merasa senang."

"Yah, kalau kau gagal dengannya, aku bisa memperkenalkanmu pada anak tertuaku. Tapi sayangnya dia tidak hadir di pesta ini." Alea hanya bisa tersenyum. Sejujurnya yang ia inginkan hanya Dylan.

"Daddy, kau di sini." Terdengar suara seorang lelaki yang menarik atensi mereka berdua.

"Oh, David. Ada apa?"

Sepasang laki-laki dan perempuan terlihat menghimpiri Alea dan Mr. Graham.

"Sebaiknya kita pulang." Lelaki bernama David itu melirik Alea sekilas dengan dingin mengingatkannya pada seseorang.

"Baiklah. Oh, perkenalan Alea, mereka berdua adalah putra-putriku."

"Putriku bernama Diana merupakan anak keduaku." Pria itu menunjuk seorang gadis berusia delapan belas tahun.

Diana dan Alea saling berjabat tangan dan tersenyum. Mereka berdua menyebut nama lengkap masing-masing.

"Sementara ini putra keduaku sekaligus anak ketigaku."

Alea tersenyum ramah yang hanya dibalas oleh tatapan dingin membuat senyumnya berubah menjadi senyum getir.

"David, kau harus bersikap ramah pada teman Daddy."

Baru setelah itu anak lelaki yang berusia tiga tahun di bawah Alea itu mengajaknya untuk berjabat tangan dan memperkenalkan diri masing-masing.

Perbedaan antara kakak-beradik itu adalah raut wajahnya. Diana terlihat selalu memasang wajah sendunya. Sementara sang adik, David, selalu memasang tampang dinginnya. Dan Alea baru sadar bahwa mereka berdua termasuk dengan ayahnya memiliki inisial nama yang sama.

"Kalian memiliki inisial nama yang sama."

"Benar. Termasuk anak pertamaku," sahut pria itu.

"Apakah Anda akan langsung kembali ke Roma?"

"Tidak. Aku akan langsung pulang ke rumahku di Las Vegas."

"Aku kira Anda hanya memiliki perusahaan di negara ini saja."

"Justru pusatnya di sana."

"Begitu, ya."

"Baiklah. Aku akan pergi. Segera masuk ke dalam gedung, Alea. Tidak baik seorang gadis sendirian di malam hari."

"Anda benar, sir."

"Oh, itu ayahmu," ujar pria itu setelah melihat Devon tengah mencari anak gadisnya.

Pandangan mereka bertemu. Pria itu tersenyum pada Devon dengan penuh arti yang dibalas oleh tatapan tajam.

"Sampai jumpa, Alea."

"Hati-hati di jalan, sir."

Devon segera menghampiri putrinya dan mengabaikan pria tersebut yang sempat berpapasan dengannya.

"Dari tadi kau di sini bersama pria itu?"

"Iya. Sebelumnya aku bersama Allen."

"Jangan pernah mendekati orang tadi. Dia adalah pria yang berbahaya."

"Tapi dia bersikap baik padaku."

"Kau tidak tahu apa pun."

Alea hanya tersenyum geli melihat wajah kesal ayahnya. Apakah ayahnya itu tidak suka pada Mr. Graham hanya karena pernah menjalin hubungan dengan ibunya di masa lalu?

Devon segera menarik lengan Alea dan menghampiri Laura yang sedang berbincang dengan salah satu keluarga terkenal.

Setelah dekat dengan istrinya, Devon langsung merangkul pinggang dan mencium pundak Laura yang sedikit terbuka.

"Kenapa, sayang?" Laura mengelus pipi suaminya yang sedang menyandarkan kepala di bahunya.

"Dasar budak cinta," gerutu Alea sambil mengerucutkan bibirnya karena kesal melihat orang tuanya bermesraan di hadapan banyak orang.

***

┊͙ Thanks for reading ┊͙

└── ⋆⋅☆⋅⋆ ──┘

Jangan lupa berikan vote ⭐️

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang