4. Caffé

3.6K 167 0
                                    

Akhir pekan sudah tiba. Alea, Alona, dan Danilo berencana mengunjungi kafe rekomendasi Alona seusai pulang sekolah di hari Sabtu, dan beruntungnya Devan mengizinkan anak gadisnya untuk ikut.

Saat ini mereka bertiga sudah menempati salah satu meja di kafe tersebut.

"Dijamin kopinya enak karena baristanya adalah kenalanku."

"Rasa kopinya yang enak atau wajahnya yang enak dipandang?" sindir Danilo.

"Dua-duanya," jawab Alona sambil cekikikan.

"Sudah kuduga. Biasanya kau suka memuji sesuai tampangnya."

"Sialan, kalau ngomong suka benar."

"Memangnya kau pernah mencicipi kopi buatannya?" tanya Alea.

"Pernah, sekali. Kakakku membawa kopi buatannya ke rumah."

Tidak lama sang waiter menyajikan pesanan mereka. Mereka pun mulai menikmati pesanannya bersama-sama.

"Bagaimana menurut kalian rekomendasi dariku?"

"Kau benar, rasa kopinya enak. Selain itu, harga cemilan di sini tergolong murah," sahut Danilo.

"Benar. Interior kafenya pun menarik, aku bisa betah berlama-lama di sini," lanjut Alea.

Sementara Alona hanya bisa tersenyum bangga— lebih terlihat seperti senyum angkuh sebenarnya.

"Dylan!"

Di tengah perbincangan mereka, Alea melotot kaget mendengar Alona menyebut nama itu untuk memanggil seseorang yang berada di belakangnya. Ia memalingkan kepalanya untuk melihat siapa orang yang dipanggil oleh Alona.

Terkejut bukan main! Ternyata itu adalah Dylan-nya! Pangeran yang menyelamatkannya dari para penguntit minggu lalu.

Dylan menghampiri meja mereka, dan melirik Alea sekilas. Pemuda itu sedikit terkejut karena harus bertemu dengan Alea secepat ini.

"Perkenalkan, ini adalah barista kenalanku, namanya Dylan," ucap Alona dengan semangat.

Alea terus menatap lekat wajah Dylan dengan pipi yang mulai merah merona, sementara pemuda itu hanya melirik sekilas ke arah Alea karena merasa sedikit risih diperhatikan secara intens.

Alea baru tahu jika kedua lengan Dylan dipenuhi oleh tato karena saat ini lelaki itu menggunakan kaos hitam polos berlengan pendek.

Gerak-gerik mereka tidak luput dari pandangan Danilo. Ia merasa ada yang aneh dengan interaksi antara Alea dan Dylan.

"Terima kasih telah berkunjung ke kafe kami. Saya harap kalian menikmatinya," ucap Dylan dengan ramah, walau tidak bisa menutupi wajah kakunya.

"Tentu saja. Mereka bilang akan sering datang kemari."

Entah Dylan harus bahagia atau tidak dengan ucapan Alona, karena itu berarti ia akan sering bertemu dengan Alea.

"Terima kasih. Selamat menikmati hidangannya. Kalau begitu saya pamit. Permisi." Dylan melenggang pergi ke luar kafe.

"Kau kenal dia dari mana?" tanya Alea pada Alona dengan raut wajah penasaran.

"Kenapa? Tampan ya?"

"Iya." Alona dan Danilo terlihat terbelalak karena untuk pertama kalinya mereka berdua melihat Alea mengagumi seorang lelaki.

"Kami satu lingkungan tempat tinggal, dia hanya mengontrak sebuah rumah."

Wah! Kalau begini, Alea akan sering-sering bermain ke rumah Alona.

"Sejak kapan? Sepertinya aku belum pernah melihatnya."

"Baru sebulan sepertinya."

"Kalian dekat?"

"Tidak juga, karena orangnya sangat dingin, susah didekati, contohnya tadi. Tapi dia berteman dengan kakakku, mereka terlihat lumayan dekat."

"Berarti dia pernah berkunjung ke rumahmu?"

"Pernah."

"Kenapa kau bertanya seperti itu?" tanya Danilo pada Alea.

"Hanya ingin tahu saja."

Tidak biasanya Alea tertarik dengan hal-hal seperti ini dan menanyakan berbagai pertanyaan mengenai lelaki.

***

Mereka sudah bersiap pulang. Tetapi Alea masih duduk di kursi yang mereka tempati di kafe tersebut.

"Kalian duluan saja. Aku akan menunggu Deni di sini saja," ucap Alea pada kedua sahabatnya.

"Aku temani," sahut Danilo. Ia kembali duduk di bangku yang tadi ditempatinya.

"Tidak usah! Aku tidak apa-apa. Sebentar lagi dia juga datang."

"Ya sudah, kami duluan. Tunggunya di sini saja, jangan di luar." Alea mengangguk sambil melambaikan tangan kepada mereka berdua.

"Belum pulang?"

***

Tatapan Dylan pada Alea memang tidak ramah, ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tatapan Dylan pada Alea memang tidak ramah, ya. Kasih bintang lima!

Terima kasih telah membaca 🌷

Jika kalian membaca cerita ini dengan mode offline, kalian masih bisa memberikan vote karena pada suatu saat kamu online, bintangnya akan otomatis terkirim.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang