11. Indignation

2.3K 103 0
                                    

"Hujannya semakin deras. Kenapa tidak langsung pulang saja?" Pria itu melirik Alea yang duduk di sampingnya.

"Aku ingin memberikan ini padanya. Di rumahnya sama sekali tidak ada makanan."

"Perhatian sekali. Aku tebak temanmu adalah lelaki." Alea mengangguk dengan pipi yang mulai merah merona.

"Kau menyukainya?" Alea mengangguk lagi membuat pria itu tertawa geli.

"Kau lucu sekali. Terlihat seperti perempuan di masa laluku." Alea hanya tersenyum canggung.

"Ah, ternyata rumah temanmu dekat dengan kediaman keluarga Loen, ya."

"Anda mengenal keluarga Loen?"

"Tentu saja. Aku menyukai mereka, terutama putra pertamanya."

"Allen?"

"Kau mengetahuinya?"

"Aku berteman dengan adiknya."

"Ternyata dunia sangat sempit. Ah iya, namamu siapa, gadis kecil?"

"Aleandra Lenore Griffith. Panggil saja Alea."

"Griffiths? Kau putri Devon dan Laura?"

"Iya. Ternyata Anda juga mengenal orangtua saya," ucap Alea dengan wajah terkejutnya.

"Apakah wanita masa lalu Anda adalah ibu saya?"

"Hmm, begitulah."

Alea benar-benar terkejut dengan fakta tersebut. Ternyata selain mengenal keluarga Loen dan Griffith, pria ini juga merupakan masa lalu ibunya.

"Maaf mengganggu. Apakah di sini tujuan Anda, Nona?" tanya sang sopir ketika melihat rumah dengan ciri-ciri yang telah disebutkan oleh Alea sebelumnya.

"Benar."

"Kalau begitu, terima kasih atas tumpangan dan kebaikannya, Mr. Graham. Saya pamit."

***

Karena hujan deras sudah mulai turun, Dylan segera pulang menuju kediamannya karena teringat dengan Alea yang sendirian. Dan betapa terkejutnya ia menemukan gadis itu tengah tertidur di sofa.

Karena Alea masih menggunakan seragamnya, rok pendeknya sedikit terangkat ketika tidur menampilkan pahanya yang bersih menggoda. Bahkan celana pendek bermotifnya mengintip di balik roknya.

Nafas yang teratur juga membuat dada busungnya bergerak. Dari sela kancingnya terlihat apa isi dari kameja tersebut.

Dylan menelan ludahnya dengan kasar melihat pemandangan yang terpampang. Bagaimana pun ia adalah laki-laki dewasa yang normal.

"Alea, bangun." Dylan mengguncang tubuh Alea agar bangun.

"Kau sudah pulang? Jam berapa sekarang?"

"Malah tanya. Kenapa kau masih di sini?"

"Aku ketiduran." Lalu Alea melirik jam di dinding. "Ternyata baru jam lima sore. Kenapa kau sudah pulang?"

"Orangtuamu pasti khawatir." Dylan mengabaikan pertanyaan Alea karena ia terburu-buru pulang sehingga lupa untuk menyiapkan alasan untuk pertanyaan yang baru saja Alea lontarkan.

"Tenang saja. Aku sudah punya alasan. Papa juga sudah tahu aku akan pulang telat," ucap gadis itu dengan seringai lebarnya.

Dylan hanya bisa menggeram kesal dan mengacak rambutnya frustasi.

"Kau sudah makan?"

"Sudah. Tadi aku membeli beberapa roti dan kue petite. Aku juga membelikannya untukmu karena kulkasmu kosong," jawab Alea sambil melenggang menuju dapur yang diikuti oleh Dylan.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang