23. Little Kitten

2.1K 92 0
                                    

Dylan kembali ke unit apartemennya dengan berjalan gontai. Entah kenapa, rasanya lemas sekali setelah diusir oleh Alea. Apakah begini rasanya menjadi Alea yang selalu ditolak olehnya? Kalau begitu, dirinya memang pantas mendapatkannya.

Ia sekarang mantap untuk menjauhi Alea. Tidak ada alasan lagi untuk mendekati gadis itu. Bukannya ia tidak mau berusaha, tetapi Alea sudah membencinya, dan akan membuat gadis itu terus merasa tersakiti jika berdekatan dengan dirinya.

Ia mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang. Siapa lagi kalau bukan Allen. Tidak membutuhkan waktu lama telepon tersambung oleh si penerima.

"Halo."

Dylan mengernyit heran setelah mendengar suara yang menerima teleponnya. Ia melirik layar ponselnya yang menampilkan nama temannya itu. Berarti ia tidak salah sambung, 'kan?

"Allen mana?"

"Oh, sebentar ya dia sedang—" Ucapan perempuan itu terpotong dan tergantikan oleh suara temannya.

"Halo, Dylan."

Entah kenapa ia sekarang merasa kesal mendengar suara Allen. Ya, inilah yang membedakan dua orang itu. Jika Dylan tidak mau membuat perempuan tersakiti, maka Allen sebaliknya.

Pernah suatu kali Dylan memukul Allen dengan brutal setelah mendengarkan rencana pembalasan dendam pria itu pada seorang perempuan.

Allen juga sama sekali tidak menghargai kekasihnya yang sedang terbaring koma di rumah sakit. Bahkan pria itu mengatakan bahwa kekasihnya memang pantas menerima semua itu.

Dylan menghela nafasnya sebelum bersuara. "Apa alasanmu memilih kota ini untuk aku tinggali?"

"Kau menolakku untuk menjelaskannya saat itu, bukan?"

"Allen sialan."

"Sepertinya kau baru mengetahui alasannya, 'kan? Siapa yang kau temui? Salah satu atau keduanya?"

Dylan tambah pusing setelah mendengar pertanyaan dari Allen.

"Siapa yang kau maksud?"

"Oh, baru salah satu, ya? Maksudku kau sudah bertemu dengan Alea atau Alona?"

"Sialan, kau hanya ingin aku menjaga gadis-gadis itu, 'kan?"

"Aku lelaki yang baik hati, 'kan? Mereka berdua tinggal jauh dari keluarganya, tentu saja harus ada yang menjaganya."

Dylan berdecak kesal. Ia sudah tidak bisa berkata-kata.

"Hei, aku memiliki laporan tentang Anthony."

Raut wajah kesal Dylan berubah menjadi serius.

"Cepat ceritakan."

"Nanti saja, aku sedang sibuk. Iya 'kan, sayangku?" sahut Allen yang diakhiri meminta persetujuan dari wanita yang bersamanya.

Tuut

Rasanya Dylan ingin melempar ponselnya. Terutama mendengar suara-suara manja dari dua sejoli di sebrang sana. Tetapi di satu sisi ia lega, berarti Anthony dan Allen baik-baik saja jika pria itu masih bersikap santai.

***

Saat ini Dylan tengah berada di dalam klub malam atas ajakan Jeremy, teman kerjanya di gerai tato. Anggap saja pesta penyambutan Dylan sebagai partner-nya.

Waktu masih menunjukan pukul sembilan malam, tetapi suasana klub semakin riuh rasanya. Dylan rasanya ingin pulang saja karena tidak nyaman dengan kericuhannya.

MiracleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang