Sebuah papan tulis bertuliskan 'pengumuman' menempel di atas gedung bertingkat sekolah. Muda-mudi berseragam putih abu-abu berkerumun ricuh untuk melihat hasil ranking paralel pada papan pengumuman.
Abel berjinjit mencari namanya pada kertas HVS. Terus di senggol oleh murid yang lain, dirinya mundur ke belakang menunggu tempat itu sepi. Papan pengumuman tidak akan pergi kemana-mana, papan itu akan tetap berada di situ. Kenapa semua orang tidak bersabar sedikit saja agar tidak terjadi kericuhan.
"Gimana hasilnya?" Kaila menepuk pundak Abel pelan. Di tangannya ada cup berisi jus mangga. Tanpa meminta izin pemiliknya, Abel menyeruput jus milik Kaila. Sedetik ekspresi wajah Kaila berubah tak senang.
"Belum lihat. Lihat tuh rame banget!"
Abel menunjukkan telunjuknya pada segerombolan murid yang masih stay di depan papa. Pengumuman. Ntah kapan mereka semua akan pergi. Apa tidak cukup untuk melihat sekali saja dan bergantian dengan siswa yang lain?
"Akhirnya gue bisa masuk 30 besar."
Irvan teriak dengan bangganya, saat dirinya sudah berhasil melihat hasil ujian kenaikan kelasnya. Irvan bangga dengan pencapaiannya, karena selama dua tahun ini pertama kalinya dirinya masuk 30 terbesar. Di angkatannya, siswa jurusan IPS berjumlah 200 anak. Mendapat peringkat 30 besar merupakan hal yang sulit bagi mereka yang bukan anak ambis. Masuk 30 besar berarti mereka sudah bisa menyaingi murid lainnya.
"Gue ranking berapa Van?"
"Kagak tau lah, gue bisa lihat nama gue aja dah syukur." Irvan tercengir kepada temannya "Eki Lo pinter juga ya ternyata, bisa masuk 20 besar padahal Lo kan murid baru disini."
Irvan menuji temannya satu ini. Kebetulan tadi mereka mencari nama mereka bersama di papan pengumuman.
"Oh ya jelas dong. Jangan remehin otak saya," ujar Eki sedikit sombong.
"Kelas 12 nanti gue mau fokus belajar biar bisa naik ranking. Kalian jangan ngajak gue kelayapan lagi." Irvan memperingati dengan tegas. Dirinya ingin sekali merasakan berada pada posisi 20 besar seperti temannya. Kelas 12 ini dirinya ingin benar-benar serius demi mengejar jurusan impian.
Dilihat mulai sepi, Abel dan Kaila melangkah menuju papan pengumuman. Abel melihat dengan teliti untuk mencari posisi namanya. Awalnya Abel mencari daftar namanya pada rank 100 keatas, karena dia sadar akan kemampuannya. Tetapi nama itu tidak muncul pada daftar tersebut. Abel kembali bergeser ke kanan, mencari namanya pada urutan 50 besar.
"Anjir gue ranking 49!" Abel berteriak bangga karena bisa masuk kedalam posisi 50 besar. Kaila yang belum menemukan namanya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Kaki Abel melangkah sedikit demi sedikit ke kanan, melihat daftar nilai yang tertempel di papan. Langkahnya terhenti saat dirinya tak sengaja menyenggol orang di samping kanannya. Dia Alfa, Alfa berada di sebelahnya. Tatapan Alfa masih fokus kedepan papan. Saat namanya sudah ditemukan, Alfa membalikkan badannya, pergi meninggalkan papan.
Abel menggesekkan langkahnya saat sosok Alfa telah pergi disampingnya. Matanya membulat saat melihat nama cowok itu berada pada urutan pertama. Nilainya nyaris sempurna. Cowok itu benar-benar jenius.Abel Kembali ke tujuan awalnya, melihat daftar nilai miliknya. Abel ingin mengetahui mata pelajaran apa yang kurang di semester ini, supaya bisa menjadi patokan belajarnya. Abel kaget saat melihat salah satu mata pelajarannya mendapatkan nilai 100. Abel mengucekan matanya, memastikan apakah nilai itu benar-benar di kolom miliknya. Benar saja itu nilai Abel pada mapel geografi. Abel jadi teringat akan kejadian ujian seminggu lalu. Waktu itu Alfa memberikannya contekan pada mapel geografi, dan Abel menyalinnya. Abel tak percaya jika Alfa sejenius ini.
"Abel Lo curang. Kenapa nggak bagi-bagi jawaban dari Alfa ke gue."
Kaila cemberut saat melihat nilai geografi Abel yang sempurna. Kaila sangat tau kemampuan Abel dalam mata pelajaran ini, Abel tidak mungkin mengerjakan soal ini sendirian. Karena waktu itu Kaila melihat Alfa yang memberikan kertas contekan kepada Abel.
"Gue juga nggak nyangka kalo Alfa ngasih jawaban yang benar ke gue, gue kira di plesetin. Waktu itu juga waktunya mepet, nggak sempat gue lempar kertas jawaban ke elo."
Ini pencapaian pertama kalinya Abel mendapatkan nilai 100 saat ujian. Bukan mata pelajaran yang biasa, geografi merupakan mata pelajaran tersulit baginya. Melihat nilai ini membuat diri Abel semakin syok. Ntah mengapa Abel jadi semangat untuk terus meningkatkan prestasinya. Jika bisa, Abel harus berada di posisi sejajar dengan Alfa.
***
"Nah tiap hari traktir begini dong."
Naufal tersenyum saat dirinya malahap sushi di restoran Jepang. Berkedok rangking satu seangkatan, dirinya dan teman-teman sempat merayu Alfa agar cowok itu mau mentraktir mereka. Dengan susah payah mereka berhasil membuat Alfa setuju untuk melakukan traktiran. Sekali-kali mereka meminta anak sultan ini untuk mentraktirnya.
Alfa mendengus kesal karena temannya. Bukan karena Alfa ogah mentraktir mereka, tetapi Satya temannya yang satu ini benar-benar kurang ajar. Satya mengajak pacarnya Kaila untuk ikut bersamanya, tetapi Alfa yang menanggung biaya makanan mereka. Katanya sih sekalian jangan pilih-pilih teman.
Jika mengajak Kaila otomatis Abel pun akan ikut bersamanya. Ya Alfa harus menanggung beban biaya mereka karena ulah tidak tanggung jawab Satya.
"La, kok Lo betah sih pacaran dengan Satya. Udah irit nggak modal lagi."
Irvan berbicara begitu monohok, Satya yang sedang menyeruput ramen tersedak batuk. Dirinya tertampar mendengar perkataan dari mulut temannya."Gue irit itu buat nabung untuk masa depan."
Mereka tertawa mendengar alasan yang dikatakan oleh Satya. Berbicara tentang masa depan, pendirinya masih goncang mengenai cita-citanya dimasa depan.
"Sat seirit-irit nya cowok, kalau Lo serius ngajak pacaran ke cewek Lo harus modal. Nggak cuman modal cinta aja, mau makan apa nanti Kaila? Hati Lo?"
Naufal kembali bersuara. Sudah lama dirinya mengenal Satya, sudah kebiasaan sejak dulu jika Satya selalu menghemat uangnya.
Kaila menatap wajahnya kepada Satya, apa yang dikatakan oleh teman-temannya itu benar. Satya selalu hemat bahkan saat memilih makanan sekalipun. Meskipun begitu, Satya selalu mengawasi dan menjaga dirinya supaya baik-baik saja.
"Sat saya setuju dengan cara kamu menghemat uang. Tetapi jangan terlalu hemat dan pelit. Kamu masih muda nikmati kesenangan kamu, kamu bisa mengatur sebagian uang untuk di tabung dan sebagian lagi untuk bermain." Eki ikut memberi penjelasan kepada Satya.
"Bener tu Sat, kasian temen gue nih melas begini."
Abel tertawa dirinya juga ikut mendukung Satya agar tidak terlalu irit. Satya mengangguk mengerti. Benar saja apa yang dikatakan oleh teman-temannya. Satya memang mode hemat, tetapi dirinya tidak boleh sampai mendiskriminasikan dirinya sendiri. Satya harus mulai bisa membagi keuangannya untuk kebutuhan kesehariannya dan untuk menabung.

KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Fiksi RemajaDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...