Alfa mengiring bola dengan cepat, melewati lawan-lawan mainnya. Seorang pemain bertubuh besar menghalangi gerakan Alfa. Layaknya bayangan cermin, pemain itu selalu mengikuti kemanapun Alfa pergi. Alfa mengiring bolannya ke kanan dan segera melempar ke Irvan yang berlari menuju gang lawan.
Bola berhasil di tahan Irvan. Segera mungkin mengurungkan bola menuju gang lawan, lalu menendangnya menghantam jaring."Goll."
Semua pemain berjingkrak riang. Kalah ataupun menang setidaknya mereka telah menyelesaikan salah satu ujian praktik olahraga bola. Karena materi praktik olahraga terlalu banyak untuk di ujikan satu hari, maka guru olahraga membuat rencana menggunakan jam pertemuan mapel tiap Minggu dengan praktik-praktik olahraga.
"Praktik untuk hari ini saya cukupkan. Semua telah melakukan penilaian ujian praktiknya dengan sangat bagus. Bapak harap untuk ujian praktik mapel-mapel selanjutnya, kalian mengerjakannya dengan sungguh-sungguh."
Guru olahraga meninggalkan lapangan. Membiarkan waktu kepada anak muridnya untuk berganti pakaian dan beristirahat. Semua murid bernapas lega, mereka senang karena mata pelajaran olahraga telah usai. Tidak ada hal yang paling nikmat lagi selain pergi ke kantin.
Pada jam ini kantin sangat sepi, karena jam istirahat belum tiba. Alfa membeli segelas es teh pada salah satu stan Kantin, lalu duduk di bangku pojok kantin. Sambil mengimbaskan kaosnya, Alfa melihat sekeliling Kantin mencari sesuatu yang dicarinya. Alfa menyipitkan matanya, saat sesuatu yang dicarinya sudah didapatkan."Lihatin apa Lo?" Mata Irvan mengikuti pandangan yang di lihat oleh Alfa. Dirinya ingin mengetahui apa yang sedang di lihat temannya itu hingga begitu serius.
Alfa buru-buru menundukkan pandangannya, meminum es teh yang di belinya mencoba mengalihkan pertanyaan temannya. Dari depan Vanes datang, menghampiri bangku Alfa yang tengah duduk bersama Irvan. Gadis itu memberikan semangkok batagor kepada Alfa.
"Al gue duluan ya, gue mau ganti baju dulu. Udah gerak." Tanpa menunggu respon dari Alfa, Irvan berjalan menjauh dari bangku Alfa.
"Gue cabut dulu." Alfa ikut beranjak dari bangkunya, meninggalkan Vanes yang masih berdiri di meja yang sebelumnya ia gunakan.
"Alfa tunggu! Makan dulu makannya, gue udah beliin ini khusus buat elo Lo."
Alfa mengabaikan panggilan Vanes, sudah cukup kemarin saja dirinya bertengkar dengan Irvan karena masalah ini. Alfa tidak ingin mengulangi lagi kejadian yang sama. Apa yang cewek itu inginkan? Mengapa cewek itu terus saja mendekati dirinya? Apa cewek itu tidak ingat jika Irvan mantannya itu adalah sahabat nya?
"Alfa tunggu! Gue kesini mau ngajak Lo belajar bersama. Masih ada beberapa materi yang belum gue pahami. Lo mau nggak ngajarin gue?" teriak cewek itu saat punggung Alfa belum terlihat jauh dari pandangnya. Semua murid menatap heran kepadanya. Vanes, cewek yang terlihat kalem dan sopan ternyata berani berteriak di tempat umum, itupun demi mendapatkan perhatian Alfa.
Kaila berjalan mendekati Vanes yang masih berada berdiri di tempat semula. Ditatapnya wajah Vanes lekat-lekat, tangan kanannya ia taruhkan di pundak cewek itu.
"Seberapapun usaha Lo untuk mendapatkan Alfa, kalau niatnya sudah licik dari awal Tuhan pun tidak akan merestui. Ingat Vanes mungkin sekarang kita semua diam untuk menutupi kesalahan Lo, tapi waktu bisa membolak-balikan keadaan."
Kaila mendorong pelan badan Vanes, membuat cewek itu berjalan mundur kehilangan keseimbangan. Wajah Vanes memerah, dirinya sangat marah akan tindakan yang dilakukan oleh Kaila.
"Awas aja Lo Kaila, gue nggak akan biarin Lo bahagia dengan Satya. Seperti gue yang nggak bisa mendapatkan cinta Alfa, Lo juga harus merasakan kehilangan cinta."
Vanes mendumel saat Kaila sudah pergi jauh dari hadapannya. Selain mendapatkan Alfa saat ini juga Vanes ingin membuat hubungan Kaila dan Satya semakin renggang. Arya datang menghampiri bangku Vanes, di atas meja sudah ada batagor panas.
"Gue makan ya batagornya, kasian kalo nggak di makan. Alfa juga kan nggak mau batagor ini." Tanpa permisi Arya duduk di bangku Vanes, matanya terus melihat ke arah batagor yang panas.
"Ihhh nyebelin banget sih. Makan tu batagor, habisin sampe piring-piring nya."
Vanes menyuapkan sesendok batagor kearah mulut Arya, dirinya sudah benar-benar marah. Arya yang tidak tau apa-apa dijadikan pelampiasan amarah Vanes.
***
Sepulang sekolah Alfa berdiri di tengah lapangan, menunggu seseorang yang akan diajaknya pulang bareng. Matanya terus menyipit mencari sosok yang tengah ditunggunya. Dari arah belakang Irvan menepuk pundak Alfa, membuat cowok itu terlonjak kaget.
"Ayo pulang, nyariin gue kan elo."
Alfa bergidik ngeri saat temannya ini bersikap genit padanya. Alfa mengalihkan pandangannya dari Irvan, mendorong Irvan agar menjauh darinya.
"Pulang duluan gih!"
Bukannya senang atas kedatangan temannya, Alfa malah mengusir Irvan supaya pulang terlebih dahulu dan meninggalkan dirinya. Irvan yang tidak terima, menjitak keras dahi Alfa.
Alfa berlari saat sosok yang ditunggunya tengah berjalan sendiri ke arah halte bus. Buru-buru Alfa menahan sosok itu agar tidak menginjak gerbang keluar sekolah.
"Alfa? Ngapain di sini? Lo mau pulang pake angkot ya?"
Alfa menarik tangan cewek itu, membawanya menjauh dari gerbang pintu sekolah.
"Katanya mau kerja kelompok?"
Alfa bertanya dengan santainya, masih dengan menarik tangan cewek itu dirinya berjalan menuju parkiran sekolah.
Abel melepaskan genggamannya, dirinya berlari meninggalkan Alfa yang tengah berada di lapangan."Abel Lo mau kemana?" teriak Alfa saat meraskan tangan Abel tak lagi di genggamnya.
Langkah Abel terhenti saat sosok Irvan berada di hadapannya, Irvan tersenyum dan menyuruhnya untuk kembali kepada Alfa.
"Bel Alfa belum tau segalanya. Alfa belum tau jika Vanes bersalah. Apa Lo masih mau memendam perasaan Lo dan merelakan Alfa untuk cewek seperti Vanes? Lo jangan menghukum diri Lo dan Alfa atas kesalahan orang lain. Lihat, sedikit demi sedikit Alfa luluh dengan Lo."
Irvan berjalan melewati Abel yang tengah berdiri mematung di lapangan parkiran. Irvan senang, akhirnya sikap Alfa dapat berubah sedikit demi sedikit. Alfa yang dulunya bodoamat dan tidak peka terhadap hal sekitar, sekarang mulai beradaptasi. Irvan tidak ingin Alfa berubah seperti dulu lagi, dingin dan tidak perasa.
"Ciee Alfa gue udah bisa godain cewek sekarang."
Irvan menganggu Alfa yang masih berdiri memanggil nama Abel. Masih dengan tampang cool, Alfa memilih tidak merespon Irvan.
Abel memundurkan langkahnya, badannya ia balikan ke arah Alfa. Abel harus memperjuangkan cintanya yang selama ini ia kejar, dirinya tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan baik ini. Bukannya dirinya sendiri yang meminta Alfa untuk mengajarinya secara pribadi, dan sekarang saatnya Abel menikmati permintaannya itu.
"Ayo!"
Abel segera naik pada motor Alfa. Membiarkan Alfa mendorong motornya agar keluar dari barisan parkiran. Abel terkekeh geli melihat dirinya berhasil mengerjai Alfa, sementara yang di kerjai mendengus kesal.
"Cie Alfa sama majikannya."
Irvan memberi klakson kearah mereka, lalu melajukan motornya meninggalkan parkiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...