Satya Memilih Karen

11 0 0
                                    

"Ngomong-ngomong tumben Lo ngajak gue belajar bersama. Kesambet apa lo?" tanya Abel penasaran, karena tidak mungkin tanpa sebab anak ini mengajak dirinya untuk belajar bersama.

"Gue cuman nepatin janji gue waktu api unggun itu."

"Tumben banget Lo mau denger permintaan gue, biasanya aja gue harus mohon-mohon supaya Lo mau-,"

Mamah Abel menutup mulut putrinya yang membuat kegaduhan di tempat makan ini. Sementara kak Gilang, sedari tadi dirinya memainkan gadgetnya untuk menghindari percakapan yang bakal membandingkan dirinya dengan teman Abel ini. Sudah cukup mental Gilang tertekan karena perkataan mamahnya yang membandingkan dirinya.

Pesanan telah tiba, buru-buru Kak Gilang mengambil mangkok pesananya dan memakannya mendahului mereka. Mamah Abel memberikan sup Miso kepada Alfa, menyuruh anak itu supaya memakannya.

"Gue ngelakuin ini sebagai tanda terimakasih gue kepada Lo. Karena Lo udah bantuin gue keluar dari jurang."
Alfa membuka sumpit yang telah disiapkan di meja makan, mempersiapkan diri untuk melahap santapan di hadapannya.

"Jatuh ke jurang?" tanya Mamah Abel penasaran.

"Waktu kemah kemarin Alfa dan Abel tersesat di hutan, terus Abel lihat Alfa jatuh di jurang. Jadi-,"

"Sudah-sudah makan makananya."

Kak Gilang membukakan sumpit milik Abel dan menaruhkannya pada mangkuk Abel. Cewek ini begitu antusias jika disuruh menceritakan mengenai temannya satu ini. Mamah Abel tersenyum bahagia mendengar cerita yang dilontarkan oleh Abel. Sesekali mamah Abel melihat wajah Alfa yang sedang menikmati makan malamnya.

***

Kaila merasa kesal karena pagi ini dirinya dibuat kebakaran jenggot karena email yang diterimanya. Email itu berisi foto-foto mesra saat Satya menjadi pacar Karen. Kaila juga baru tahu jika Karen adalah salah satu mantan Satya, pacarnya ini benar-benar buaya darat.

Pagi ini saat pelajaran kelas belum di mulai, Kaila mendekati Satya yang tengah berbincang asyik dengan Arya. Melihat kedatangan Kaila yang ingin bertemu dengan Satya, Arya segera bangkit dari bangkunya dan membiarkan mereka berdua berbincang.

"Sat, apakah ini benar?" Kaila bertanya pada Satya untuk meyakinkan kiriman email yang di terimanya. Satya melihat nama email yang mengirimkan email itu kepada Kaila, ada nama Karen pada alamat email itu.

"Karen emang mantan aku waktu SMP dulu, waktu masih jamet-jametnya. Apa urusan dia mengirim foto itu ke elu?"

Satya semakin bingung dibuatnya, baru saja beberapa bulan yang lalu urusannya dengan Karen berdamai. Mengapa anak ini masih menganggu hidupnya? Apakah ini benar-benar perbuatan Karen?

"Harusnya gue yang tanya ke elo, kenapa Karen ngirim foto ini ke gue. Apa jangan-jangan kalian..."

Satya menutup mulut Kaila dengan telapak tangannya. Satya berani bersumpah jika dirinya tidak lagi mengejar Karen, bahkan semenjak Karen membantu membongkar kebusukan Vanes Satya tidak lagi berbicara padanya.

"Lo pikir aja deh la, orang yang membantu kita untuk mendapatkan bukti peneroran terhadap Abel apakah dirinya tega untuk meneror kita?"

"Oh jadi sekarang Lo belain Karen ya? Gue lihat dulu siapa yang busuk disini sebenarnya."

Kaila pergi meninggalkan bangku Satya. Dirinya benar-benar kecewa atas jawaban dari Satya. Menurutnya pernyataan Satya itu lebih membela Karen daripada dirinya, pernyataan Satya juga tidak membantu untuk membuktikan siapa dalang di balik semuanya.

Satya mendengus kesal, kelakuan apa lagi yang kini tengah direncanakan oleh Karen. Tetapi apakah benar ini kelakuan Karen?

***

Pukul 18.00 gedung sekolah masih ramai dengan kegiatan anak eskul. Penjaga sekolah sudah memberi pengumuman lewat speaker agar segera meninggalkan gedung sekolah. Pada pukul 18.15 gerbang sekolah akan ditutup paksa oleh penjaga sekolah.

Irvan menaruh gitarnya pada ruang musik. Selama dua jam ini dirinya berlatih band bersama porsenilnya. Irvan mengambil ponselnya yang sedari tadi ia taruh di meja musik, mengecek pesan yang masuk. Wajahnya begitu panik setelah membuka ponselnya. Hari ini juga Karen menjadi pelatih di eskul band.

"Duh Ren Mamah gue nyuruh gue untuk jemput papah di bandara. Udah telat 10 menit nih kasian papah gue nungguin. Lo pulangnya gimana nih?"

Irvan panik atas panggilan tak terjawab dan pesan beruntun yang dikirim mamahnya kepadanya. Irvan lupa jika hari ini dirinya harus menjemput papahnya di bandara, papahnya baru saja pulang dari Surabaya.

"Gapapa Van santai aja, gue bisa naik bis kok."

"Hah beneran? Gue jadi nggak enak karena tadi udah janjiin elo."

Karen tersenyum menggelengkan kepalanya dirinya memaklumi perbuatan Irvan, karena harus bagaimana lagi manusia memang sering lupa.

Di lapangan Irvan bertemu dengan Satya yang tengah menyalakan motornya. Satya baru saja selesai rapat OSIS, buru-buru Irvan mencegah Satya yang akan menggas motornya.

"Kenapa?" tanya Satya saat Irvan menghalangi pandangannya.

"Gue minta tolong sama Lo, tolong anterin Karen ke rumahnya. Gue nggak tega tiggalin dia sendirian, sekarang gue harus ke bandara jemput bokap gue. Masa iya mau bonceng tiga," mohon Irvan pada Satya.

"Ah ogahlah nanti jadi fitnah."

"Sekali doang tolongin gue Sat. Ini kesempatan Lo untuk menanyakan email yang diterima Kaila."

Irvan mengambil motornya, melakukannya secepat mungkin. Sekarang di parkiran hanya ada Satya seorang diri.

"Pulang bareng gue!"

Satya memberhentikan motornya di depan halte yang sepi, menyuruh cewek itu untuk naik ke motornya. Merasa tidak enak cewek itu menolak ajakan Satya.

"Enggak deh gue naik bis umum aja."

Satya mendengus napasnya kasar. Ini sudah petang apakah masih ada bus yang beroperasi di sini. Meskipun ada juga bis itu tidak akan menerima penumpang.

"Udah mau malam apa masih bisa naik bis?"

"Nanti gue jari Ojol deh."

"Bisa nggak nggak usah keras kepala. Ini Irvan mohon ke gue untuk mengantarkan Lo pulang, jadi Lo harus nurut."

Takut akan bentakan dari Satya Karen memutuskan untuk naik motor bersama Satya. Toh yang dikatakan oleh Satya juga benar, ini mau malam sudah tidak ada lagi bis umum yang beroperasi.

Mereka terdiam di sepanjang jalan, rasanya beda tak seperti dulu lagi. Meskipun Karen sudah meminta maaf dan mendapatkan maaf dari anak ini, sikap anak ini berubah, Satya lebih ke dingin terhadap dirinya. Mungkin saja cowok ini sedang menjaga perasaannya untuk Kaila. Karen sadar dirinya bukan siapa-siapa lagi di dalam hidup Satya.

"Gue mau nanya, Lo nggak lagi macam-macam kan sama Kaila? Lo lagi cari gara-gara kan?"

"Maksud Lo?"

"Lo nggak coba mengirim foto lawas kita berdua ke email-nya Kaila kan?"

"Hah enggak lah. Gue juga udah nyimpen foto lawas kita, apalagi gue nggak tau email-nya Kaila."

Satya mencerna kata-kata Karen satu per satu. Tidak ada kecurigaan di setiap perkataannya, Karen berkata dengan serius.

"Ada alasan kenapa Lo menuduh gue? Kenapa Lo berpikir kalo gue yang ngirim email itu kepada Lo?"

"Karena nama alamat email itu Karen."

"Lo pikir coba masa iya gue ngejebak Kaila pake nama gue sendiri. Kirim alamat emailnya ke gue, gue akan buktikan kalau tuduhan Lo itu salah."

AlfAbel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang