Karena pekerjaan orangtuanya Albert harus pindah sekolah. Jumat besok Albert harus sudah ada di Batam, karena atasan ayah Albert mempekerjakannya disana.
Sebenarnya Albert tidak ingin berpisah dari kota tempat kelahirannya ini, kota ini memberikan sejuta kenangan yang sebentar lagi harus ia tinggalkan.
Pagi masih buta, suasana kota belum begitu terang dan angin pagi masih berhembus kencang. Dengan menggunakan pakaian seragam yang telah mereka rangkepkan dengan jaket, keempat pemuda itu sudah berada di teras rumah Albert.
Sambil berbincang-bincang ketiga pemuda itu meyakinkan Albert, supaya ia tidak berat meninggalkan kota Jakarta ini.
"Al, ayo siap-siap sebentar lagi kita akan berangkat!"
"Iya Mah sebentar lagi. Albert mau ngomong-ngomong dulu sama teman,"
"Sabar Bret, gue tau lo pasti berat ninggalin kota ini. Tapi lo nggak usah sedih, mungkin aja tuhan ingin memperlihatkan sesuatu yang baik di sana, makanya lo harus pindah," terang Irvan membuat hati Albert sedikit tenang.
"Heem, lo nggak usah sedih. Mungkin kalau lo tinggal disana status Jones lo bisa hilang," celutuk Satya ngasal.
Tin...tin...
Suara klakson mobil terdengar ditelinga keempat pemuda itu. Dengan sergap Mama Albert memasukkan sisa barang yang akan keluarga mereka bawa untuk di kota barunya itu.
"Albert ayo berangkat," ajak Ayah Albert sambil mengacak-acak rambut putranya.
Albert tersenyum pada keempat temannya itu, dan memberikan high-five persahabatannya. Sambil memeluk mereka satu persatu Albert mengucapkan selamat tinggal.
"Makasih lo semua dah jadi teman terbaik gue, " bola Mata Albert beralih menatap Satya yang berada di sebelah kanan nya. "Sat beritahu Kaila, kalau gue sangat berterima kasih karena udah bisa nyatuin persahabatan kita."
"Pasti gue sampaikan," ujar Satya menahan air mata.
Albert memutarkan badannya kebelakang dan menuju mobil yang akan di tumpanginya menuju bandara. Keempat pemuda itu berjalan mengikuti langkah Albert dari belakang.
Albert memasuki mobil yang di dalamnya sudah terdapat anggota keluarganya. "Gue berangkat dulu," ujarnya dari dalam mobil.
Tak lama setelah itu, mobil yang ditumpangi Albert melaju sedikit demi sedikit. Keempat pemuda itu melambaikan tangan kanan mereka dengan kikuk.
***
Suasana sekolah sudah mulai sepi. Untung saja mereka berempat tepat masuk sekolah, jika terlambat tiga menit saja mungkin mereka harus berhadapan dengan ruang BK.
Naufal berlari sekencang mungkin kearah ruang kelasnya. Sementara Alfa, Irvan dan Satya berjalan santai menaiki satu persatu anak tangga menuju kelasnya.
"Tumben-tumben lo bertiga berangkat bareng. Janjian ni ye?" tanya Kaila yang mengintip dari balik jendela.
"Albert pindah ke Batam. Jadi tadi mampir dulu kerumahnya," ujar Satya pelan dan lemas.
"Apa?" Abel, Kaila dan Vanes terkejut atas apa yang mereka dengan barusan. "Kenapa gak ngabarin dulu? Kenapa langsung pergi gitu?" ujar Abel yang tak percaya.
"Kita aja di kabarinnya tadi malam jam sebelas. Makanya tadi subuh-subuh gue sama mereka datang kerumahnya Albert," jelas Irvan pada mereka.
"Bu Ella datang! Bu Ella datang!" teriak salah satu siswa yang baru memasuki kelas.
Dengan sergap semua murid sudah terdapat di bangkunya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...