Kaila berdandan anggun untuk hari ini. Rambut gelombang yang ia kucir kuda membuat wajahnya lebih manis. Kaos santai yang ia gunakan dengan bawahan celana jeans panjang, membuat tampilan gadis ini semakin keren.
Pening dengan jadwal ujian, Kaila berencana untuk refreshing sejenak mencari udara segar di sore hari. Tidak sendirian, kali ini dirinya mengajak Satya untuk menemani menjernihkan pikirannya. Dirinya berpikir jika mood yang baik akan membantunya mengingat dan mempelajari ulangan untuk besok.
Kaila menunggu di teras depan rumahnya. Sejenak gadis itu melirik jam tangan yang terletak di tangan kanannya. Lagi-lagi gadis itu bosan, dirinya mondar-mandir tak jelas di teras rumahnya sendiri. Dan sejenak gadis itu duduk kembali, bukan duduk di kursi melainkan duduk di ayunan yang dibuatnya di tangkai pohon.
***
Satya memberhentikan motornya di pinggir jalan. Tangannya memasuki saku celana mencari ponsel yang baru saja berdering. Setelah meraih barang yang ia cari, pemuda ini turun dari motornya dan berdiri mengangkat handphon itu ke telinganya.
Gadis berambut panjang sepunggung berjalan sambil memegang cup berisi jus di tangannya. Sambil memainkan handphonenya gadis ini terus berjalan tanpa melihat arah jalan.
Duk…
Gadis itu terjatuh tersungkur, minuman yang ada ditangannya tumpah dan terbuang ke baju pemuda yang berdiri di depan motor. Tanpa berpikir panjang, pemuda itu menolong gadis di hadapannya yang terjatuh ke tanah."Lo ngapain disini?" ujar Satya lalu berbalik badan dari gadis itu.
"Tu... tunggu! Tolong beri gue kesempatan lagi, gue janji gue nggak bakal khianati lo." Gadis itu berteriak dan hampir menangis.
Pemuda itu berhenti seketika, dan berbalik badan mengarah gadis itu.
"Ternyata menunggu itu memang membosankan ya, tapi gue bisa apa? Gue cuman gadis yang menunggu seorang pemuda yang entah kapan dirinya bisa memaafkan gue. Menunggunya butuh banyak perjuangan juga."
"Terserah apa kata Lo ." Satya duduk di kursi panjang. "Katanya, Cinta pertama adalah cinta yang susah untuk dilupakan. Tetapi menurut gue cinta pertama hanyalah sebuah penipuan"
"Jika Pria menyimpan cinta pertamanya di dalam hati, maka perempuan menyimpan cinta pertamanya di dalam kenangan. Kenangan? Lo pikir gue setega itu untuk menghapus semua kenangan kebersamaan kita. Gue juga masih ingat Sat," terang gadis itu pada Satya.
Karen mengajak Satya ke kedai es krim yang terletak tidak jauh dari tempat ia berdiri sekarang, Karen ingin sekali berbicara dengan Satya dan meminta maaf padanya. Satya menerima ajakan Karen, dirinya juga berpikir toh kenapa harus bertengkar lama-lama kalau masalahnya saja bisa diselesaikan.
"Oh iya, band gue mau tampil diacara pertemuan wali kota. Untuk bagian gitarisnya, kayaknya ada teman sekelas Lo deh. Irvan namanya," terang Karen pada Satya
Satya pernah mendengar cerita dari Kaila, mengenai Vanes yang marah kepada Irvan. Si situ Vanes merasa kecewa karena Irvan tidak membalas pesannya dengan alasan latihan band. Tak hanya itu saja, Kaila bercerita jika orang yang mengangkat panggilan bukan Irvan melainkan perempuan bernama Karen. Satya benar-benar kecewa, sosok dihadapannya ini memang tidak bisa berubah.
"Maaf waktu itu gue ninggalin lo. Gue khilaf, gue cuman pingin lo maafin gue."
"Lo tau nggak kalau kesalahan lo itu membuat gue sakit hati dan pertemanan gue menjadi hancur. Itu semua gara-gara lo!" dengan nada tinggi Satya memaki Karen, situasi ini membuat seluruh pengunjung kedai menoleh kearah mereka.
"Gue dengar kalau lo udah maafin Albert. Dan waktu itu gue nggak ada hubungan apa-apa sama Albert. Gue hanya berteman biasa." Karen menelan ludahnya pahit-pahit. "Gue cuman minta lo lakuin hal yang lo lakuin ke Albert. Itu aja."
Satya menyedot minuman dihadapannya itu, sesekali ia gelegekan setelah meminum minuman dihadapannya. "Gue mafaain Albert karena Albert sahabat gue. Albert hanya laki-laki normal yang bisa jatuh cinta dengan godaan perempuan. Jika Lo punya hati, nggak mungkin Lo mempermainkan hati orang lain."
"Pliss kali ini maafin gue. Gue janji gue nggak bakal ngulangin kesalahan gue lagi. Beberapa Minggu lagi gue akan lulus, gue ingin nggak ada kenangan buruk yang harus gue kenang di masa SMA ini."
Karen adalah kakak kelas Satya. Mereka berdua pernah cinlok karena pagelaran drama yang membuat mereka harus berpasangan. Namanya juga drama, semuanya tidak akan berjalan sesuai realita.
" Lalu bagaimana dengan Irvan. Gue denger Lo mencoba untuk mendekati Irvan. Ingat ya Ren, Lo nggak bisa sejenak sendiri melabrak dan mempermainkan hati orang lain. Lo itu egois."
" Gue nggak Deket sama Irvan, dia cuman partner band gue doang nggak lebih," rengek Karen pada Satya. "Waktu itu Irvan naruh ponselnya di atas meja. Irvan izin ke kebelakang dan tidak membawa ponselnya pergi. Ponselnya berdering terus dan menganggu latihan vokal. Guru musik marah dan menyuruh gue untuk mengangkat panggilan itu."
Satya bingung, apakah dirinya harus percaya dengan sosok yang menghancurkannya di masa lalu. Ataukah kali ini gadis itu benar-benar jujur. Satya tidak ingin temannya menjadi korban seperti dirinya. Satya harus lebih hati-hati kepadanya.
Handphone Satya berdering keras di meja makan, Satya segera meraih hand phone itu.
"Ya ampun 20 panggilan tak terjawab. Kaila?"
Satya merasa dirinya sedang dihipnotis sehingga terlupa akan janji yang ia buatnya kepada Kaila. Dirinya benar-benar bodoh karena terus saja bersama gadis ini, sementara gadis lain yang peduli padanya ia malah mengabaikannya.
"Siapa Kaila? Pacar baru lo ya?" Satya tidak menjawab pertanyaan dari Karen. Dirinya terus berlari kencang melawan hujan kearah parkiran.
***
Pemuda bermata sipit nan jangkung, mengendarakan sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Dilihatnya kaca spion yang melekat di sekitar stang kiri. Pemuda itu meminggirkan motornya dan berhenti, untuk kedua kalinya pemuda itu melirik kaca spion miliknya.
Pemuda itu membalikkan arah laju motor yang dikendarainya, lalu memberhentikannya di depan rumah pemukiman warga. Pemuda itu berlari kencang kearah ayunan yang telah basah kuyup terkena rintikan hujan.
Gadis anggun itu terlihat menggigil kedinginan, telapak tangan dan kakinya dingin beku. Pemuda itu memberikan jaket kulit yang ia gunakan kepada gadis, ia berharap gadis itu tak kedinginan lagi.
Tak tinggal diam, pemuda itu mencari sesuatu yang dapat membuat gadis itu merasa hangat. Pemuda itu memberikan segelas air hangat dan menyuruh gadis itu meminumnya. Sekarang gadis itu sudah merasa baikan. Dirinya bangun dari tiduranya dan duduk melipatkan tangannya.
"Lo udah gila ya? Hujan-hujan gini bukanya diam dirumah malah mainan ayunan. Besok masih ujian sempat-sempatnya bermain hujan. Gimana kalau gue nggak lewat atau nggak ketemu lo, gue nggak bisa bayangin," ujar pemuda itu marah.
"Maaf... gara-gara gue lo jadi ikut basah kuyup. Maafin gue Fal!"
"Nggak maslah, lo nggak usah ngerasa bersalah. Kenapa Lo disini? Kenapa nggak masuk ke rumah?"
Naufal membalikkan badannya ingin rasanya meninggalkan rumah Kaila karena dirinya masih harus mengantarkan Eki yang tadi ia tinggal. Tetapi niat itu ia urungkan.
" Pertanyaan gue belum dijawab. Kenapa hujan-hujan gini lo bisa ada diayunan? lo masih sadar kan? lo nggak kena ilmu dukun-dukunan kan?"
"Nggak lah, jaman gini masih aja percaya sama dukun." Kaila menarik napasnya dalam-dalam."Tadi gue nungguin Satya, terus ketiduran waktu bangun dah basah kuyup aja."
"Terus sekarang kemana si Satya?" Kaila menggelengkan kepalanya pelan. Sedari tadi ia menunggu Satya di depan rumahnya. Tetapi pria itu tak sekalipun mengabarinya.
Ekspresi wajah Kaila yang ragu-ragu membuat Naufal sedikit meragukannya. Satya yang ia kenal tidak pernah melupakan janjinya. Tetapi kali ini Satya telah melakukan kesalahan fatal dengan melupakan janjinya sehingga membuat Kaila dirugikan. Naufal memberikan sedikit senyum kepada Kaila, Naufal tidak ingin temannya ini merasa kecewa.
"Gue cabut dulu ya. Tadi gue habis nganterin Abel. Udah ya, gue cepat-cepat si Eki nungguin di warung soto tu. Kasian nanti kalau dibully gegara rambut badainnya," Kaila tertawa kecil dan mengantar Naufal sampai halaman rumahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...