Naufal berjalan di pinggir-pinggir PKL samping sekolahnya. Eki terus membuntuti Naufal di belakangnya, hal ini terus membuat Naufal kesal akan tingkah Eki.
Sambil berjalan, Naufal memberi ceramahan Eki supaya dia bisa menjadi cowok yang berani dan dikagumi banyak wanita. Eki terus mencuekan kata-kata Naufal. Menurutnya saran-saran yang diberikan Naufal itu tidak ada efeknya, buktinya orang yang memberikan sarannya aja masih Jones. Kalau yang nyeramahin aja masih Jones, gimana yang dikasih saran?
Naufal memegang perutnya yang rata itu, perutnya terus mengeluarkan bunyi krencongan yang membuat semua telinga menjadi gatal. Eki yang tak tahan mendengar bunyi itu, mengajak Naufal supaya mampir di salah satu warung PKL itu.
"Gue sih mau aja makan, tapi lo punya duit nggak?" tanya Naufal sembari memegang perutnya.
"Kau itu sedang bertanya atau menghina?"
Eki mengambil dompet biru yang berada di saku celananya. Dibukanya dompet itu, satu hewan kecil keluar dari dompet biru dan terbang meninggalkan dompet itu. Eki mengambil semua isi dompet hingga habis kosong, dihitungnya uang itu satu per satu. Mulai dari lima ratusan sepuluh, seribuan lima, hingga lima ribuan enam.
Naufal melongo melihat isi dompet Eki. Matanya terus ia kucekan, ia tidak percaya kalau dompet keren kayak punyanya Eki isinya tidak seperti yang diharapkan.
"Empat puluh lima ribu ditambah, seribu, dua ribu lima ratus, empat ribu tujuh ratus," Eki tak henti-hentinya menghitung uang receh yang entah darimana ia temukan. "Lima puluh ribu," lanjutnya.
"Habis ngamen dimana lo? Kurang banyak tuh recehnya," eek Naufal yang sedari tadi menutup mukanya dengan kedua telapak tangannya, Karena malu dengan tingkah temannya.
"Apa itu ngamen? Mulut kau itu lucu sekali, diriku kadang tidak paham apa yang kau kata?" Eki berbicara kesal.
"Lupakan. Masuk warung gado-gado aja yang murah dan bikin kenyang," Naufal mengajak Eki untuk makan di warung gado-gado langganannya, yang menurutnya murah dan pastinya bikin kenyang.
Naufal dan Eki memasuki warung sederhana yang berada di jalan sebrang. Seperti biasa, Naufal yang memesankan makanannya. Eki memilih tempat yang dekat jendela luar, selain hembusan angin yang sejuk di tempat itu juga mereka dapat melihat aktivitas-aktivitas anak pemuda yang bertongkrongan.
"Udah gue pesenin pesanannya. Gue sengaja beli es tehnya satu, itung-itung ngirit duit. Es tehnya lo yang bayarin tapi." Eki hanya mengangguk-angguk pasrah akibat ulah teman satunya ini.
Sudah lima menit mereka menunggu pesanan tiba. Karena bosan menunggu pesanan yang belum tiba, mereka memutuskan untuk meninggalkan warung sebentar untuk menemui teman-temannya yang sedang bertongkrongan di bawah pohon rindang.
Di kursi bawah pohon rindang, Arya teman kelas sebelah, sedang memainkan gitar bersama rombongan temannya. Naufal mencoba memperhatikan Arya yang sedang mencoba memainkan kunci-kunci gitarnya. Eki bernyanyi mengikuti irama musik yang dimainkan oleh Arya dengan suara serak-serak fals khas-nya.
TETAP CANTIK RAMBUT PANJANGMU....
MESKIPUN NANTI TAK HITAM LAGI...
BILA HABIS SUDAH UMURKU INI...
JANGAN CABUT DULU NYAWAKU INI...
BIARKU BISA BERTOBAT, MENDAPATKAN BIDADARI DI SURGA SANA...."Merdu banget suara lo Ki! Gue sampai nangis terharu."
Suara Eki, dapat membuat orang disekitarnya kopokan seketika. Suaranya yang keras tak berirama, mampu membuat gendang telinga tak berfungsi seperti dulu. Semua yang disana pergi meninggalkan Eki, tinggal Naufal yang masih setia menunggunya.
Naufal mengajak Eki untuk memasuki warung sederhana tadi. Naufal segera menyeruput es teh yang ada di meja pesanannya. Sebelum es teh itu habis diminum Naufal es teh maniak, Eki langsung menyenggol Naufal dan menyeruput es teh itu hingga habis tersisa gelas dan sedotan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...