Ujian praktik telah usai, kelas 12 di berikan hari tenang untuk mempersiapkan diri mengikuti USBN. Bukannya belajar, Alfa the geng malah menggunakan hari tenangnya untuk jalan-jalan. Alfa mengemudikan mobil pemberian papahnya di tengah-tengah jalan tol. Alfa tidak sendiri, dirinya mengajak teman-temannya untuk berlibur bersama nya ke villa milik mamah Alfa yang berada di Bandung.
Sudah sangat lama semenjak kepergian mamah Alfa, Alfa tidak lagi berkunjung kesana. Biasanya setiap sebulan sekali Papah Alfa pergi ke villa itu, tetapi tidak lama. Papah Alfa hanya memberikan gaji perbulan Mang Udin dan bi Indah yang menjaga dan merawat villa.
Irvan duduk di bangku depan, menemani Alfa yang sedang menyetir. Tangan Irvan tak henti-hentinya menatap layar ponsel yang dipegangnya. Abel dan Kaila duduk di bangku tengah, menikmati pemandangan di sepanjang perjalanan. Satya, Naufal dan Eki duduk di bangku belakang, mereka bertiga tak henti-hentinya mengoceh.
Awalnya Kaila dan Abel tidak diizinkan orangtuanya untuk menginap di villa Alfa, karena hanya mereka berdua yang perempuan disana. Tetapi Alfa meyakinkan kedua orangtua mereka, bahwa kamar Abel dan Kaila akan terpisah dari villa nya. Mereka akan menggunakan rumah Mang Udin yang akan dijadikan salah satu kamar. Mang Udin memiliki putri yang sebaya dengan mereka, jadi Abel dan Kaila akan tidur dikamar putrinya Mang Udin.
"Satya, Eki, Naufal diam. Gue mau menikmati pemandangan," ujar Kaila yang kesal dengan ocehan mereka di belakang.
"Kalau kita diam, suasana jadi kayak kuburan nanti. Sepi," teriak Eki toak.
"Betul itu, mendingan bercerita ria saja. Supaya waktu terasa lebih singkat" saran Naufal.
"Cerita apa? Tiap hari juga ketemu adanya ghibah mulu," celutuk Abel.
Alfa dan Irvan yang berada di kursi depan, tidak peduli dengan keadaan teman-temannya yang ribut dibelakang. Mereka tutup mata dan telinga.
"Woi gue jadian dengan Karen," teriak Irvan heboh yang membuat keadaan semakin memanas.
Eki melemparkan bungkus permen kepada Irvan, membuat Irvan terpaksa menoleh kebelakang. "Pacaran itu tak boleh, putusin sekarang sana!" Perintah Eki yang mendapat persetujuan dari Naufal."Bilang aja lo nggak laku-laku," kekeh Irvan pada Eki dan Naufal.
"Bener tuh. Lagian ya hubungan tanpa status itu lebih menyakitkan. Banyak PHP," sambung Satya membenarkan.
"Berarti disini, kita doang dong yang Jones?" lirih Eki kepada Naufal."Kita? Lo aja kali. Lihat aja gue akan dapetin cewek cantik dari Bandung nanti," ujar Naufal memeluk bantal kecil yang berada di kursi tempat duduknya, berusaha menjauh dari Eki.
***
Mobil Alfa sudah tiba di desa Cibodas, tempat dimana villa milik Alfa berada. Jalanan masih berselimut kabut tipis, padahal ini sudah pukul 10.00 maklum saja karena Villa Alfa berada tak jauh dari pegunungan.
Jalanan di desa ini tidak besar, hanya bisa dilewati oleh satu mobil saja. Untung saja jalanan desa ini tidak padat, jadi mudah bagi Alfa untuk membawa mobilnya sampai villa.
Cibodas bukan hanya desa biasa pada umumnya, desa ini sering digunakan sebagai lokasi perkemahan sekolah, karena pemandangannya yang sangat indah. Disepanjang perjalanan, kita dapat melihat terasering sawah yang dibuat sedemikian rupa. Sementara di arah depan, kita dapat melihat gunung Tangkuban perahu walau terlihat samar-samar.
Mobil Alfa sudah sampai di depan villa. Dengan seger, mereka yang ada didalam mobil berlari cepat keluar mobil untuk menikmati keindahan alam desa Cibodas. Udara disini sangat dingin, beda dengan di kota Jakarta yang panas. Pepohonan Pinus yang tumbuh menjulang banyak yang basah terkena kabut. Villa Alfa sangat besar, dihalaman depan ditanami taman mini yang berisi beraneka macam tanaman hias. Sementara dibelakang villa, terdapat danau yang tidak deras.
Irvan menggunakan kameranya untuk mengabadikan pemandangan Villa Alfa yang berlokasi di pinggir hutan pinus. Walaupun dipinggir hutan, penduduk di sini lumayan padat. Hanya saja jauh dari pusat perbelanjaan dan pendidikan. Jika ingin keluar dari perkampungan ini, perlu waktu setengah jam untuk sampai di jalan besar.
"Dek Alfa ntos sumping. Mari atuh kalebet heula. Ntos bibi siapkeun emamna di lebet," ujar bi Ina menggunakan bahasa Sunda, yang pasti sudah dipahami Alfa sejak kecil.
"Iya bi makasih. Bi saya nitip kedua teman saya tidur di kamar Citra ya. Nggak enak kalau mereka tidur satu rumah," izin Alfa pada bi Ina.
Walau Alfa sudah di ajarkan bahasa Sunda sejak kecil, Alfa merasa tidak pede jika bicara bahasa Sunda. Apalagi sekarang Alfa sudah lama tidak berbicara bahasa Sunda, logat bicaranya juga sudah berbeda. Citra adalah putri bi Ina. Umurnya sepantaran dengan mereka.
"Siap atuh. Ngke bibi wartoskeun ka neng Citra. Ayeuna mah, neng Citra na nuju sakolah," ujar Bi Ina langsung pamit dari hadapan mereka.
"Eki, lo kan pernah diam di Bandung. Lo bilang nyokap lo keturunan Bandung, berarti lo bisa dong ngomong bahasa Sunda?" tanya Naufal pada Eki.
"Masalah itu mah kecil. Saya jagonya," jawab Eki menyombongkan diri.
Mereka memasuki ruang makan yang terdapat di villa Alfa. Eki mengambil nasi sebanyak mungkin, katanya dia belum makan waktu berangkat ke sini. Abel mengamati danau yang tenang dari balik jendela ruang makan, suara hembuskan angin terdengar merdu dari balik jendela. Saat melihat pemandangan ini Abel jadi lupa akan tugas dan ujian sekolah. Tempat ini membuat pikiran Abel kembali jernih.
"Villa lo enak banget Alfa. Sejuk, damai, tenang. Jadi lupa kalau gue punya banyak beban di sekolah. Seharusnya dari dulu lo ngajak kami kesini," protes Abel masih menganggumi suasana villa.
"Alfa ntar kalau ada waktu libur lagi, bawa gue kesini ya. Kita aja berdua, yang lain jangan," ujar Irvan pada Alfa.
"Alfa lo itu orang yang paling beruntung di antara sekian juta manusia. Lo bisa ngedapetin apa yang lo mau. Bokap lo kaya, baik dan perhatian lagi. Lo jangan pernah menganggap hidup lo tiada arti, karena banyak banget orang yang sayang sama lo," ujar Naufal yang ntah mengapa kata-katanya terlalu dewasa.
" Setiap orang memiliki kelemahan dan kelebihan masing-masing. Dan gue juga memiliki kelemahan itu," terang Alfa menatap jauh kearah danau.
Alfa menghembuskan napsnya, mencoba menikmati suasana desa yang asri. Matanya melihat danau jernih di sebrang sana. Ini benar-benar pemandangan yang indah. Disini Alfa melupakan masalahnya, bukan mengenai papahnya lagi tetapi ini adalah masalah lain yang sangat membebani kehidupannya.
“Irvan lo niat banget bawa buku persiapan UTBK. Jadi anak ambis nih.”
Naufal terkaget saat melihat Irvan yang tengah membaca buku dipinggir danau. Anak itu begitu fokus menikmati buku pembelajarannya, ditemani angina sepoi-sepoi.“Nyicil kalau nggak lolos SNMPTN. Gue pingin masuk UNPAD biar satu univ sama Karen dan janjian sama Vanes.”
“Dasar Playboy, belajar cuman bisa satu almet sama doi. Mana doi dan mantan lagi,” cetus Naufal kesal mendengar jawaban Irvan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Dla nastolatkówDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...