Pagi ini kelas 12 sedang mengadakan simulasi untuk latihan SBMPTN. Murid-murid akan masuk ke lab ujian sesuai ruangannya masing-masing. Semua murid mengerjakan dengan serius soal yang berada di layar komputer, toh meskipun hanya simulasi mereka harus bertekad kuat untuk mencapai impiannya.
Bel selesai ujian berbunyi. Dengan tertib mereka keluar dari meja komputer satu per satu untuk menuju kelas.Abel yang baru saja menginjakkan kakinya di dalam kelas, harus mendengar perdebatan antar teman sekelasnya. Mereka memperdebatkan jawaban dari soal-soal simulasi. Abel memegang kepalanya pusing, dirinya overthinking dengan tekad ambis teman-temannya. Disaat mereka mempeributkan jawaban ujian, maka Abel memilih untuk merenung soal yang ia ingat di dalam otaknya.
"Abel yang soal Pak Somad membeli tomat jawabannya apa?" tanya Kaila yang memegang kertas coretan jawaban.
"Sejak kapan Lo ambis kek gini Kaila. Gue pusing nih gara-gara simulasi dadakan, nggak ada yang masuk di otak."
"Dasar Abel. Kita itu udah kelas 12, harus mempersiapkan diri membangun masa depan."
Kaila mengatakan dengan bijaknya. Sebenarnya tidak hanya Abel saja yang pusing mengerjakan simulasi, dirinya juga sangat pusing. Kaila mencoba menutupi ketidakpandaiannya dengan pura-pura bertanya.
"Masa depan gue sudah cerah La."
Abel menatap pandangannya ke arah belakang, menengok Alfa yang mejanya tengah di krumuni anak-anak ambis. Tentu saja mereka tengah berdiskusi untuk memecahkan soal yang sulit di simulasi tadi.
"Anjir nggak usah ngarep Lo. Kek langit dan bumi."
Kaila berjalan menuju bangku Satya, meninggalkan Abel yang tengah menghalu di bangku depan.
"Satya gimana? Bisa ngerjain nggak?" tanya Kaila langsung duduk di bangku sebelah Satya. Kebetulan Arya, teman sebangku Satya sedang ikut berdiskusi di meja Alfa.
"Ya Lo tau lah kemampuan gue kek gimana. Modal bismillah terobos aja." Kaila tertawa mendengar pengakuan Satya yang sefrekuensi dengannya. Inilah salah satu kecocokan diantara mereka.
"Sat gue bosen nih di kelas, pada ngambis-ngambis.""Gue juga bosen La, tapi gimana lagi belum jatahnya istirahat."
Satya memikirkan ide seru yang akan mengisi waktu kosongnya di kelas ini. Kalau suruh mengambis seperti Irvan sih Satya nggak sanggup. Menurutnya lebih baik tidur daripada ngambis.
"Gaes yang bawa laptop bisa nih di tancap ke layar LCD. Kita nonton film bareng-bareng. Lupakan simulasi kalian, mari kita refreshing."
Satya berteriak kelas, mengajak teman-temannya untuk membuat bioskop kecil di kelasnya. Kapan lagi mereka akan merasakan keseruan seperti ini, sebelum akhirnya lulus.
"Aku ada beberapa film nih. Mari kita nobar," ujar salah satu siswi.
Satya membenarkan laptop itu agar bisa terhubung ke layar lebar. Sementara teman yang lain sibuk menutup hardeng jendela agar terkesan seru layaknya bioskop. LCD sudah terhubung ke layar, tinggal menunggu operator yang akan memutarkan filmnya.
"Pendidikan Karakter itu film apaan?" tanya salah satu siswa penasaran.
"Oh itu gabungan beberapa video yang gue rekam waktu pendidikan karakter kemarin.""Boleh nih di putar sebelum lanjut ke film. Mengenang kemah 3 hari kita kemarin," saran Irvan pada kelasnya.
Semua setuju akan keputusan Irvan. Setidaknya sebelum meninggalkan sekolah tercinta, mereka bisa mengenang masa-masa putih abu-abu melalui cuplikan-cuplikan video.
Mereka menikmati setiap cuplikan video yang ditampilkan, di setiap menitnya ada saja kenangan tersendiri bagi penonton. Toh kapan lagi mereka akan nobar seperti ini.
"Tunggu-tunggu skip."
Kaila berteriak saat cuplikan video menujukan regunya berada di hutan. Semua murid memandang Kaila bingung, ntah apa yang sedang cewek ini pikirkan.
"Ada apa La?"
"Coba deh Lo putar ulang bagian regu gue di hutan."
Penasaran dengan apa yang dikatakan oleh Kaila, operator segera mematuhi perintah Kaila. Dirinya juga penasaran dengan apa yang Kaila ingin tunjukan.
"Itu ada yang muterin arah panah ke arah yang salah. Abel juga terlihat di video itu berada jauh dari regu kita."
"Oh iya ya bener juga. Siapa ini yang muterin panahnya?"
Operator masih pause video yang sedang di curigakan sekarang ini. Jadi ini penyebab Abel dan Alfa tersesat jauh dari hutan. Ternyata ada teman seregunya sendiri yang iseng dengan temannya ini.
"Bisa di zoom nggak sih videonya?"
"Awas minggir. Gue tau caranya." Irvan maju kedepan mengambil alih operator. Irvan menggunakan keterampilannya untuk mengetahui siapa pelaku yang tega menjebak Alfa dan Abel di tengah hutan.
"Kalo lihat dari posturnya kok mirip_," Abel memandang kearah Vanes yang sibuk membaca bukunya. Ntah sedang pura-pura atau tidak mengetahui, pandangan Vanes tidak bisa teralih sedikitpun dari bukunya.
"Vanes?" Hampir semua anak sekelas memanggil nama itu. Tatapan semuanya beralih kepada bangku Vanes. Cewek ini masih bersikap cuek, terkesan tidak mengetahui apapun.
"Lo yang ngerencanain Abel tersesat di hutan kan?"
Amarah Kaila sudah menguap-nguap. Selain bisa mengancam, mengadu domba ternyata Vanes juga bisa mencelakakan seseorang. Kaila tak habis pikir atas perlakuan yang di lakukan oleh Vanes, cewek ini benar-benar tidak memiliki hati.
"Lo nggak punya rasa kemanusiaan sedikitpun. Apa Lo nggak mikir gimana jadinya kalo Abel nggak di temukan dan sampai sekarang masih ada di dalam hutan, bukti video ini bisa membuat Lo di pidana."
Vanes menutup buku yang sedari tadi ia bacanya. Pandangannya menghadap kearah Kaila, matanya fokus terhadap wajah Kaila.
"Apa maksud Lo nuduh-nuduh gue? Gue nggak sengaja merubah tanda itu, dan nggak sampai kepikiran kalo Abel bisa tersesat gara-gara anak panah itu."
"Nggak sengaja? Jelas-jelas di video itu Lo mundur sebentar cuman untuk merubah anak panah. Itu Lo ngomong nggak sengaja?"
"Ya gue emang merubah anak panah tapi gue nggak sampai kepikiran jika Abel bakalan kesasar. Gue nggak ada niat buat celakain Abel."
"Nggak ada niat? Lalu kenapa Lo nggak panik waktu Abel dinyatakan kesasar. Bahkan di regu itu, cuman Lo doang yang asyik menikmati makanan tanpa merasa kehilangan."
"Emang harus banget ya nunjukin ekspresi berduka saat Abel hilang? Setiap orang punya caranya masing-masing untuk menunjukkan ekspresi. Setiap orang juga memiliki kebebasan masing-masing, jadi apa gue melakukan dosa besar gara-gara gue nggak peduli terhadap Abel?"
Percakapan antara Vanes dan Kaila semakin memanas. Kaila yang ingin membongkar kebusukan Vanes terhalang oleh jawaban Vanes. Cewek ini benar-benar licik, Vanes menggunakan kemampuan publik speaking untuk membela dirinya yang salah.
"Tapi nes kenapa lo nggak bilang ke pak TNI kalo Lo nggak sengaja memutar anak panah itu. Mungkin kalo Lo bilang, petugas tidak akan kesulitan untuk mencari Abel di hutan hingga larut malam," salah satu teman sekelas membela pendapat Kaila. Dirinya juga curiga akan gerak-gerik Vanes saat di hutan kemarin, kebetulan mereka juga satu regu.
"Ya karena gue nggak ngeh aja. Gimana ya kok kalian nggak mau sih percaya ke gue."
Tidak ada yang menyangka dengan kenyataan sikap Vanes. Cewek ini benar-benar ceroboh. Tak ada tatapan simpati kearah Vanes. Semua mengabaikan perkataan cewek itu, mereka memilih untuk melanjutkan menonton video daripada berdebat dengan Vanes.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Novela JuvenilDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...