Sisa poin di kartu Timezone Alfa tinggal 25000. Alfa menggunakan 100000 point miliknya untuk bermain basket. Abel ikut mengerusuh dengan melemparkan bola basket yang tentunya melesat dari ring. Alfa menghalangi Abel yang berada dibelakangnya dengan tubuhnya yang bergerak ke kiri dan kanan. Tetapi Abel masih bisa masuk dan mengambil bola dari tempat itu.
"Yeey main lagi," ujar Alfa semangat.
Permainan bola basket Alfa tak kunjung-kunjung selesai. Abel yang sudah capek mengganggu Alfa, mendudukkan dirinya di bangku dekat permata basket itu. Abel mengamati foto demi foto yang berada di lembar miliknya. Sesekali Abel tersenyum geli, melihat pose Alfa yang monoton tanpa ekspresi.
"Masih 15000 poin, mau kemana lagi?" tanya Alfa terengah-engah.
"Alfa pingin boneka disitu," ujar Abel menunjukkan jarinya kearah kaca yang berisi boneka-boneka.
Alfa menggelengkan kepalanya pasrah dengan tingkah laku kekanak-kanakan Abel. Tapi harus bagaimana lagi, niatnya malam Minggu ini kan berdua dengan Abel dan menuruti kemauan gadis itu. Alfa melangkahan kakiknya menuju kaca yang berisi setumpuk boneka. Alfa mengecek poin yang harus digunakan untuk mengaktifkan permainan ini. 15 point, poin yang sangat pas.
"Ayo Alfa geser kanan lagi, geser kiri dikit. Eh kebanyakan gesernya, kekanan dikit. Udah pas Alfa, tekan enter Alfa dapetin bonekanya," ujar Abel bising yang membuat telinga Alfa ngilu. "Yeyy dapat. Alfa lo dapetin boneka."
Abel menjongkok kebawah, mengambil boneka koala kecil yang didapatkan dari jerih payah Alfa yang menggeser-geser. Abel terjerit bahagia setelah mengambil boneka dari kolong bawah.
"Satu kata buat Lo, JENIUS," ujar Abel sambil mengancungkan jempolnya, "Makasih Alfa!"
Pukul 19.15 waktu Indonesia bagian barat. Alfa dan Abel berlari tergesa-gesa menuju tempat bioskop yang satu jam sebelumnya sudah dipesan. Ruangan yang gelap, membuat Abel dan Alfa kesusahan mencari bangku duduk, ditambah lagi keadaan bioskop yang full dimalam ini.
Abel duduk bersebelahan dengan Alfa, melihat film komedi romantis yang dipilih Abel. Sudah 15 menit lalu adegan film terlewatkan, Alfa dan Abel harus menyusul dengan putaran film yang sekarang.
"Kalau nonton film jangan tidur," ujar Abel yang tidak mendengar suara tawa dari mulut Alfa, padahal adegan yang ini benar-benar mengocok perut.
Dipertengahan film, mata Abel sudah mulai mengantuk. Abel menyenderkan kepalanya pada kursi merah, tanpa sadar Abel tertidur lelap. Alfa terkekeh melihat Abel yang sudah tertidur disampingnya, padahal baru saja tadi Abel bilang untuk jangan tidur saat menonton film. Tetapi Abel malah melanggarnya sendiri.
Acara penayangan sudah selesai, bioskop sudah ramai oleh orang yang akan keluar dari tempat gelap ini. Alfa menjitak dahi Abel keras, berusaha untuk membangunkan gadis itu.
"Alfa, sorry gue ketiduran sebentar. Acaranya sudah sampai mana?" Alfa mengarahkan matanya ke layar, memberikan jawaban atas pertanyaan Abel. "Udah selesai, berarti gue tidurnya lama dong?"
"Ayo pulang." Alfa meresletingkan jaket hitamnya hingga pucuk. Dan berjalan keluar dari tempat ini.
***
"Gue bawa kabar terbaru." teriak Irvan saat akan memasuki kelasnya.
Seluruh murid menengok kearah Irvan, penasaran dengan berita apa yang terbaru hari ini. Irvan duduk di bangku kekuasaannya, menaruhkan ranselnya terlebih dahulu. Belum saja Irvan selesai duduk, seluruh murid sudah berkumpul di tempat Irvan duduk.
"Berita apa bro?" tanya salah satu siswa yang ikut berkumpul.
"Vanes pindah sekolah, mulai hari ini dia udah nggak sekolah disini lagi."
Sontak seluruh murid yang ikut mendengarkan kaget dengan ucapan yang dilontarkan oleh Irvan. Vanes merupakan anak berprestasi di sekolah ini. di kelas 12 ini kenapa Vanes meilih untuk pindah sekolah? Sangat sulit di sekolah baru untuk beradaptasi kembali.Padahal akhir-akhir ini Vanes bersikap baik-baik saja pada teman sekelasnya, tetapi kenapa pindah sekolah, bahkan baru Irvan saja yang mengetahui kepindahannya.
Setelah mendengar berita dari Irvan, seluruh murid kembali ke aktivitasnya masing-masing. Banyak dari mereka yang tidak percaya dengan kepindahan Vanes dari sekolahnya.
"Irvan emang beneran?" tanya Abel tak percaya.
Irvan membuka resleting ranselnya, mencari benda yang akan dijadikan bukti kepada teman-temannya.
"Waktu gue buka bungkus kado hadiah, gue Nemu selembar kertas di dalam bungkus nya," Irvan menyodorkan kertas yang ditemuinya di bungkus kado yang berisi kotak jam tangan, tidak hanya jam tangan saja yang Irvan dapatkan, tetapi sesobek kertas yang didalami berisi tulisane Vanes.
Irvan terimakasih sudah mau mengundang gue diacara ulang tahun lo, tetapi maaf gue nggak bisa hadir. Gue malu ketemu dengan kalian, karena gue sudah sangat jahat dan menghormati kalian. Gue berhak dikucilkan oleh kalian, dibenci oleh kalian, bahkan dimusuhi oleh kalian. Gue berhak mendapatkan itu semua.
Irvan maaf karena gue sudah benar-benar menghancurkan hati lo. Maafin gue yang sudah berkhianat terhadap perasaan lo. Demi mendapatkan cowok yang gue impikan, gue mempermainkan perasaan lo agar bisa lebih dekat dengan cowok impian gue. Gue sangat jahat, gue benar-benar egois. Gue nggak pantes menerima cinta tulus lo lagi. Bukan hanya cinta dari lo saja, gue nggak pantes menerima cinta dari semua orang. Perilaku gue benar-benar buruk.
Tolong sampaikan terimakasih gue kepada Abel, Alfa, Kaila, Satya, Naufal, Eki dan semua orang yang pernah baik kepada gue. Dan tolong sampaikan juga kalimat maaf gue kepada mereka yang sudah sering gue sakiti. Meskipun gue tahu, kata maaf saja tidak cukup untuk menghapusnya semua kesalahan gue. Gue perlu di hukum.
Kalian tenang saja, gue nggak akan mengganggu persahabatan sejati kalian. Gue nggak akan pernah muncul lagi dihadapan kalian, dan membuat onar. Gue akan pergi jauh dari kota ini, pindah sekolah dan rumah yang jauh dari kehidupan kalian. Besok Senin, jam 17. 00 gue akan berangkat ke Palembang menyusul ayah gue yang sudah seminggu ini pindah kesana. Terimakasih sudah menjadi bagian dari kehidupan gue di kota ini. Semoga kalian semua bahagia.
Abel membaca kata demi kata yang tertulis di kertas pemberian Vanes. Kaila, Alfa dan Satya ikut mengintip di belakang Abel. Rasa kecewa dan jengkel terhadap Vanes pasti ada, tetapi rasa benci tidak. Entah kenapa mereka tidak bisa benci kepada gadis itu, padahal Vanes sudah mengkhianati mereka. Bagaimanapun juga, Vanes adalah sahabat mereka, orang yang pernah baik kepada mereka.
"Gimana kalau pulang sekolah nanti kita langsung ke bandara aja. Ajak Eki dan Naufal sekalian. Kita harus mengucapkannya salam perpisahan dan penerimaan maafnya. Vanes pasti sangat stres sekarang ini, karena dia takut kalau kita sangat membenci dia," saran Kaila pada teman-temannya dan disetujui oleh mereka.
Mereka setuju dengan apa yang disarankan oleh Abel. Bagaimanapun Vanes pernah menjadi sahabat mereka. Dengan kebaikan dan tanda cawanya, Vanes bisa membuat suasana menjadi asyik. Bukan karena pernah melakukan kesalahan, Vanes harus terasingkan oleh mereka. Vanes juga manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Kita sesama manusia harus bisa saling memaafkan dan tetap bersaudara.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...