Sekarang Alfa berada di lapangan sekolah, menunggu Abel yang tak kunjung-kunjung lewat. Badannya ia senderkan di gerbang bercat biru, sementara kedua tangannya ia letakkan diaas perut. Sesekali, Alfa melirik jam arloji yang ia gelangkan ditangan kirinya.
Dengan langkah santai, Abel melangkahkan kakinya keluar sekolah melewati gerbang bercat biru. Alfa segera menahan langkah Abel, ditariknya lengan Abel secara paksa.
"Pulangnya bareng gue!" ajak Alfa pada Abel.
Abel mengerutkan dahinya, ada yang aneh dari sifat Alfa sekarang ini. jika tidak kenapa Alfa yang menawarkan diri untuk pulang bersamanya.
"Lo kenapa sih?" Abel memgang dahi Alfa mengecek suhu Alfa, memastikan anak itu baik-baik saja.
"Kenapa?" Alfa berbalik bertanya pada Abel. Masih dalam posisi yang sama, Abel memegang dahi Alfa. Buru-buru Abel mepaskan tangannya yang berada di dahi Alfa. Menggelengkan kepalanya sebagai tanda tidak apa-apa.
Ditengah-tengah keheningan, Vaness datang membawakan dua buah pop ice berwarna coklat dan merah muda, yang ia bawa dikedua tangannya. Vaness memberikan satu pop ice berwarna cokelat kepada Alfa, sementara yang berwarna merah muda sudah ia sedot setengah habis.
"Eh ada Abel! Sorry ya, gue beli pop ice nya cuman dua. Gue nggak tau kalau lo ternyata ada disini. Mau minum nggak? ini uangnya gue kasih!" Vaness menyodorkan selembar uang lima ribu kepada Abel.
Abel terus menahan emosinya yang sekarang sudah hampir meledak.
Abel mengelus dadanya, dirinya harus bersabar atas perlakuan Vanes di hadapan Alfa. Abel percaya lambat laun semuanya akan baik-baik saja. Abel tidak bisa cemburu, dirinya juga tidak bisa marah karena Abel sadar dirinya bukan siapa-siapanya Alfa."Alfa anterin gue balik yuk, hari ini gue nggak dijemput," rengek manja Vaness.
Abel berjalan meninggalkan tempat parkir itu. Suasana hatinya mulai kacau. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa. Di tengah-tengah perjalannya, Abel bertemu Eki dan Naufal yang sedang bingung mencari kendaraan.
"Eki... Naufal..." teriak Abel dari tempat berdirinya. Abel berlari ke arah mereka berdua, berusaha mendapatkan tebengan dari mereka. Sangat malu bagi Abel jika berada di tempat parker sekolah tetapi harus kembali dengan jalan kaki.
"Eh Abel. Selamat ya kamu lolos pendataan SNMPTN," ujar Eki mengulurkan tangannya kepada Abel, yang di beri salam pun menjabatnya.
"Selamat lo juga masuk pendataan SNMPTN. Semoga semua yang daftar bisa lolos ke seleksi berikutnya."
"Aamiin."
"Abel ngapain lo jalan sendiri di lapangan parkiran, sekarang lo bawa motor sendiri ya?" tanya Naufal yang bingung melihat Abel berjalan sendiri, biasanya cewek ini akan membawa temannya untuk pulang bareng bersamanya.
"Enggak Fal, tadi gue di ajak Alfa ke sini."
"Dan sekarang Alfa di mana?"
Abel menunjukan parkiran tempat Alfa memarkirkan motornya. Abel terkejut karena sudah tidak ada motor Alfa di situ, tetapi masih ada Vanes yang berdiri membawa dua pop ice di pinggir lapangan parkir.
"Itukan Vanes, ngapain dia di situ. Bawa-bawa pop ice lagi, jualan apa?"
Naufal menyipitkan pandangannya menatap Vanes yang berada di sebrang parkiran. Wajahnya begitu lesu dan cemberut.
"Sebenarnya tadi Vanes minta tolong Alfa untuk mengantarkannya pulang. Mungkin Alfa sibuk jadinya Vanes di biarin di situ."
Eki dan Naufal tertawa mendengar perkataan yang dilontarkan oleh Abel. Tentu saja Alfa akan meninggalkan Vanes sendirian di parkiran sana, mereka sudah paham betul akan sifat Alfa yang tidak mau di repotkan. Ditambah lagi Vanes sering sekali menganggu Alfa dimanapun Alfa berada, mungkin Alfa sudah bosan dengan permohonan Vanes.
"Ihh nggak usah ngeledek kasian. Naufal anterin Vanes pulang gih!"
"Ihh ogah banget. Ngapain gue harus peduli sama dia, dia aja nggak peduli sama gue."
"Kasian Fal sendirian di situ. Lo nganterin Vanes nggak bakal buat hidup lo sial kok. Bagaimanapun juga Vanes pernah menjadi sahabat kita, mungkin sekarang ini dia sedang tersesat di jalan yang salah. Kita sebagai temannya harus memberi dukungan agar Vanes kembali kejalan yang benar."
Abel menjelaskan panjang lebar, sebenarnya dirinya juga sangat jengkel terhadap Vanes. Tetapi mau bagaimana lagi, Vanes juga manusia yang tak luput dari kesalahan.
"Sok iye lo Bel. Okelah karena itu permintaan lo gue akan kabulin."
Naufal melajukan motornya ke arah Vanes, memberi tumpangan pada cewek itu. Vanes yang bingung kikuk tidak mau menolak tawaran dari Naufal.
"Kamu mau pulang bareng siapa?" taya Eki polos.
"Nebeng ke elo dong." Tanpa di suruh Abel menaiki motor milik Eki membuat Eki menjitak jidatnya sendiri.
***
Saat akan membuka pintu keluar, Kak Gilang sangat terkejut melihat kedatangan Abel. Sesekali dirinya mengucek mata untuk melihat lebih pasti apa yang di lihatnya. Kak Gilang begitu heran saat Abel di bonceng oleh seorang cowok kribo blasteran arab, lagi-lagi adeknya ini membawa cowok baru ke dalam rumahnya.
"Mamah Abel bawa cowok baru lagi. Gimana sih mah anaknya genit kok nggak di marahin." Kak gilang berteriak kedalam rumah saat motor yang di tumpangi Abel akan masuk kedalam pekarangan rumah. Dengan cepat, mamah Abel keluar dari pintu untuk melihat kedatangan cowok yang di bawa Abel.
"Abel kamu seminggu ganti berapa pacar sih?"
Mata Abel melotot saat mamahnya ini menanyakan hal yang tidak masuk akal. Bahkan sampai sekarang ini juga Abel belum pernah pacaran karena belum ada cowok yang jujur mengutarakan cinta kepadanya.
"Pacar gimana sih Mah, ini dan yang kemarin-kemarin itu teman Abel. Abel itu nggak punya pacar, mana ada yang mau sama Abel."
Gilang tertawa puas saat adiknya ini mengatakan hal jujur yang menyakitkan di depan mamahnya. Tenyata adik kakak ini sama-sama jonesnya. Mamah Abel tertawa dirinya juga ikut menertawakan apa yang dikatakan oleh anaknya.
"Oh temannya Abel ya. Namanya siapa?" tanya Mamah Abel pada pemuda itu.
"Nama saya Eki tante. Maaf logat saya seperti ini karena saya masih baru di Jakarta."
"Anak rantau?"
"Bukan tante, saya mengikuti pekerjaan ayah saya yang berpindah-pindah. Saya asli dari medan tante."
"Oh anak Medan ternyata, jauh nih. Ajak masuk dek. Kebetulan mamah tadi habis buat Salad dan pudding, boleh di cicipin dulu."
Mamah Abel kembali masuk kedalam rumah. Badannya ia dudukan di atas sofa depan televisi, melanjutkan menonton drakor yang harus terhenti karena kedatangan Abel.
"Eki suka nonton drakor nggak?" tanya mamah Abel, matanya masih fokus menatap layar televisi.
"Drakor? Apa itu tante apakah nama makanan khas Jakarta?"
Abel menjitak dahi Eki pelan, pertanyaannya itu membuat Abel merasa malu terhadap Eki. Belum lagi Eki memakan semua makanan yang di suguhi dengan gragas.
"Drakor itu drama korea. Belum pernah nonton ya? Sini nonton bareng-bareng lihat nih oppa nya ganteng-ganteng."
Mamah Abel begitu antusias saat memamerkan tayangan drama korea kepada Eki. Mamah Abel juga menyuruh Eki untuk duduk di sampingnya dan menikmati drama bersama.
"Mamah Eki laki-laki nggak usah diajakin nonton drakor."
"Nggak papa lah Abel, nggak ada larangan juga nonton drakor bagi laki-laki."
Kali ini abel menjitak jidatnya sendiri, mamahnya ini benar-benar aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Подростковая литератураDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...