Bel pulang sekolah terdengar nyaring di gedung sekolah. Murid-murid menghentikan aktivitas belajarnya, bersiap diri untuk meninggalkan kelas. Abel mendekati bangku Alfa yang berada di pojok belakang, cowok itu sedang memasukan barangnya ke dalam tas.
"Alfa Lo masih inget permintaan gue waktu kemah kemarin kan? Belajar bareng."
Alfa membulatkan matanya kaget, ini baru hari pertama memulai pelajaran di kelas 12 dan cewek ini mau belajar bersama sekarang. Materi apa yang harus dirinya ajarkan pada cewek itu? Bahkan guru-guru saja belum membahas sampai selesai pelajaran yang dibahas hari ini.
Alfa mendenguskan napasnya kasar, menganggukan kepalanya sebagai tanda dirinya menyetujui permintaan Abel. Saat tasnya sudah di rapikan, Alfa berjalan mendahului Abel yang sedari tadi menunggunya. Di susulnya Abel oleh Alfa.
"Alfa anterin gue pulang dong. Gue harus buru-buru sampai rumah, papah gue mau berangkat ke Palembang, penerbangannya jam 5 sore."
Saat tiba di parkiran Vanes datang menghampiri Alfa yang sedang mengeluarkan motornya. Vanes menarik tangan Alfa, memohon kepada Alfa agar dirinya diantarkan pulang oleh cowok itu.
"Kan ada Irvan."
Alfa menjawab dengan entengnya. Dari sekian banyak orang di sekolah ini, mengapa teman-temannya selalu saja merepotkan dirinya. Alfa sangat kesal jika ada yang mengganggu ketenangan hatinya.
"Lo nggak tau ya kalau gue dah putus dengan Irvan? Gue masih nggak nyaman kalau ngajak dia, gue mohon sama Lo kali ini saja papah gue mau pergi dari Jakarta."
Vanes merengek memohon kepada Alfa agar cowok itu mau mengantarkannya. Abel yang berada di belakang Alfa melongo tak percaya dengan apa yang telah dilakukan Vanes di parkiran ini. Cewek ini benar-benar sudah keterlaluan, dirinya selalu saja mencari kesempatan untuk berdekatan dengan Alfa dan mengusir dirinya.
"Lo udah putus Van?"
Alfa bertanya kepada Irvan yang kebetulan berada di sebelahnya. Alfa adalah sahabat Irvan tetapi mengapa dirinya tidak tahu jika temannya ini sudah putus dengan pacarnya. Biasanya Irvan akan menceritakan curhatan hatinya kepada-nya. Alfa merasa jika dirinya sudah tidak di butuhkan lagi oleh sahabatnya. Melihat Irvan yang hanya diam mematung, membuat Alfa kecewa dengan nya.
"Alfa bukan begitu, gue mau ngasih tau sebenarnya ke Lo tapi gue masih memilih waktu yang tepat untuk mengatakannya."
Sambil membawa Vanes Alfa meninggalkan Irvan dan Abel di lapangan parkiran."Alfa tunggu."
Alfa merasa kecewa sangat kecewa dengan temannya itu. Akhir-akhir ini temannya juga sering menyembunyikan sesuatu di belakangnya. Alfa tidak tau apa temannya ini benar-benar telah menyembunyikan sesuatu besar terhadapnya. Insting Alfa mengatakan jika Irvan telah menyembunyikan sesuatu terhadapnya.
"Vanes sekali lagi Lo menghancurkan hati gue. Lo udah membuat sahabat gue menjauh dari gue, lihat aja Lo Vanes Lo nggak akan hidup tenang. Ahhh."
Abel menepuk pundak Irvan pelan, dirinya merasa bersalah karena tidak ingin mengatakan kebenarannya kepada Alfa. Karena dirinya semua orang terkena masalah, karena dirinya persahabatan seseorang menjadi retak.
"Van maafin gue, seharusnya waktu itu gue nggak mencegah Lo untuk menceritakan kebenaran ini pada Alfa. Gue nggak kepikiran jika akhirnya akan seperti ini, maafin gue Van."
"Lo nggak salah Bel, yang Lo lakuin itu bener. Kita semua ingin jika Vanes yang mengatakan kebenaran ini kepada Alfa. Tujuan kita sekarang adalah membuat Vanes mengaku kepada Alfa."
***
Irvan mengantarkan Abel pulang ke rumah. Irvan merasa tidak enak dengan sikap Alfa yang tidak bertanggung jawab meninggalkan Abel di lapangan parkiran. Irvan tau dirinya bersalah karena telah mengecewakan Alfa, tetapi apakah pantes bagi Alfa untuk meninggalkan perempuan sendirian di parkiran. Sifat Alfa yang kaku dan kurang peduli sesama orang, Irvan harus merubahnya. Irvan harus berani mengubah sifat sahabatnya.
"Bel maafin Alfa ya. Lo mau ikut program les lesan bareng gue nggak? Gue sudah dari kelas 10 sih ikut program bimbingan belajar ini."
Irvan teringat akan tujuan awal Abel pulang bersama Alfa, mereka merencanakan untuk belajar bersama. Bukan belajar bersama lebih tepatnya Alfa mengajarkan Abel.
"Enggak ah Van, nanggung juga ikut program di kelas 12 bukannya paham malah pusing. Gue coba belajar sendiri saja, nanti kalo ada materi yang gue nggak tahu gue bisa nih minta mentor online."
Saat akan mengeluarkan motor dari parkirannya, Abang Abel keluar dari balik garasi. Matanya menyipit untuk melihat lebih jelas siapa cowok yang di bawa pulang oleh adeknya. Bang Gilang merasa jika dirinya belum pernah melihat cowok itu, cowok berbeda yang pernah dibawa Abel sebelumnya. Siapa lagi yang adeknya bawa itu?
"Mamah Abel bawa pacar baru lagi," teriak Bang Gilang saat sudah keluar dari garasi. Buru-buru dia melajukan motornya pergi dari pekarangan rumah.
"Bang Gilang." Abel berteriak tak kalah lantangnya, dirinya benar-benar jengkel akan kelakuan abangnya.
***
Karena ulah Abang Abel sekarang mereka berdua sudah di tahan oleh mamah Abel untuk di wawancarai. Mereka duduk di kursi ruang tamu berhadapan dengan mamah Abel.
"Siapa nama kamu nak?" tanya mamah Abel kearah Irvan.
"Irvan Tante."
"Kamu pacarnya Abel?"
Sontak Abel kaget karena mendengar pertanyaan konyol yang di lontarkan oleh mamahnya. Apa yang sedang terjadi dengan mamahnya akhir-akhir ini?
"Bukan Tante saya teman sekelas Abel."
"Hanya teman sekelas doang nih? Lalu Abel yang kemarin dateng nagterin kamu pulang siapa? Yang mamah bilang mirip oppa oppa."
Irvan melongo mendengar perkataan yang dilontarkan mamah Abel. Oppa Korea? Siapa teman Abel yang mirip dengan mereka?
"Itu Alfa mah, teman sekelas Abel juga."
Mamah Abel menepuk jidatnya pelan. Abel masih bingung apa yang sebenarnya mamahnya ini inginkan. Pertanyaan mamahnya itu membuat Abel semakin bingung."Abel mamah nggak suka ya kamu jadi cewek yang punya banyak pacar. Jangan jadi playgirl Bel, malu-maluin mamah. Jadi anak baik-baik dulu."
Irvan terkekeh geli mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh mamahnya Abel. Abel seorang playgirl? Bahkan satu cowok saja Abel belum mendapatkannya.
"Abel tidak playgirl Tante, tapi sad girl. Udah berkali-kali di tolak sama Alfa."
Abel menepis tangan Irvan, temannya ini benar-benar kurang ajar. Abel menyengir di depan mamahnya berusaha bersikap bodoamat.
"Benarkah itu Abel?"
Abel menganggukkan kepalanya membenarkan pernyataan temannya. Abel benar-benar malu dibuatnya.
"Kenapa begitu?"
"Alfa teman saya dari kecil Tante, dan saya tau betul sifat Alfa. Alfa memiliki kepribadian yang dingin dan bodoamat, dirinya tidak begitu peduli dengan percintaan. Alfa orang yang cerdas, selalu ranking satu paralel di sekolah."
Mamah Abel kaget ternyata tipe anaknya ini bukan main-main. Tipe pasangan Abel terlalu tinggi, jadi maklum saja jika dirinya masih menjomblo.
"Abel kalau kamu mau dapetin orang yang tinggi, minimal kamu sederajat dulu dengannya. Bukan sederajat kastanya tetapi pendidikannya. Kamu harus bisa menjadi orang sukses dan berhasil, jika kamu sudah mendapatkan kedua itu maka dengan mudah Alfa bisa kamu dapatkan."
Abel merasa heran dengan penjelasan yang diberikan oleh mamahnya. Kenapa sekarang ini mamahnya peduli dengan kisah asmaranya. Abel menagngguk mengerti dengan apa yang dikatakan oleh mamahnya. Menurutnya benar juga jika kita ingin menggapai seseorang, kita harus berusaha semaksimal mungkin agar bisa sederajat dan pantas dengannya. Abel harus belajar giat, agar Alfa dapat melirik dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...