Abel memandang jauh langit biru dari jendela kamar yang sengaja terbuka. Ditatapnya gumpalan awan putih di langit yang cerah, tanpa setitik noda hitam. Rasa damai dan sejuk, terlihat jelas di langit sana. Abel masih ingat, apa yang baru saja terjadi di waktu lalu. Waktu yang telah merenggut damainya, waktu juga telah merenggut sahabatnya.
Matahari telah mengisyaratkannya untuk beraktivitas pagi. Masih dengan jendela terbuka, Abel membaringkan badannya di kasur, Menaikkan selimut berbulu nya keatas dada.
Ya, hari ini Abel tidak berniat masuk sekolah, lebih tepatnya ia membolos sekolah. Sebelumnya, Abel telah mengabari Kaila jika dirinya tidak masuk sekolah. Tadinya Kaila juga tidak akan masuk sekolah, agar dirinya bisa menyelesaikan masalah ini berdua dengan Abel, tetapi Abel terus meyakinkan Kaila bahwa dirinya tidak apa-apa, dan beralasan jika dirinya terkena penyakit flu.
Handphone yang berada di samping lengan Abel, berdering. Dengan segera, Abel mengambil handphonenya yang berbunyi itu. Ia tidak bisa jauh dari handphone mininya itu, ia takut jika sesuatu terjadi pada Kaila. Seperti yang telah terjadi pada sahabatnya Vanes.
Pangeran batu
Abang..!Pangeran batu
Eh salah, maksud gue AbelPangeran batu
Bel? Kok nggak masuk sekolah?Pangeran batu
Lo nggak sakit kan?Pangeran batu
Hari ini gue bosen banget. Rasanya aneh aja, nggak ada yang ceramah panjang lebar.Pangeran batu
Di read doang nih?Alfa yang jengkel karena pesannya tak kunjung dibalas. Tak biasanya Abel menyia-nyiakan pesan darinya, tetapi sekarang aneh. karena terbawa penasaran, akhirnya Alfa menelpon Abel. Abel yang mengetahui telpon itu berasal dari Alfa, segera mematikan handphonya.
Sifat Abel yang dingin akhir-akhir ini membuat Alfa penasaran dan mencoba mendekati Abel. Alfa yang dingin berubah menjadi hangat, sementara Abel yang tidak tahu malu berubah menjadi dingin. Alfa sangat pusing, usahanya sia-sia. Si keras kepala ini terus saja menyembunyikan sesuatu pada Alfa.
Abel melemparkan handphonya kesembarang arah, ia tidak tahu harus berbuat apa. Ketakutan yang sedari tadi ia bayangkan, akhirnya muncul juga. Abel tidak tahu lagi, apa yang harus ia katakan kepada Alfa, besok.
***
Diwaktu istirahat ini, Kaila lebih memilih bergabung dengan kelompok kelas sebelah, siapa lagi kalau bukan Naufal dan Eki. Kaila menceritakan kepada mereka, apa yang baru saja kemarin terjadi, diantara salah satu teman mereka.
"Sudah dengar ceritanya kan?" ujar Kaila memastikan kepada Naufal dan Eki.
"Gila! Teman bangke, gue nggak nyangka kalau pelakunya si Vaness."
"Lah kita samaan! Diriku juga tidak menyangka jika si Vanes cungkring itu pelakunya," sambung Eki.
"Lo bener Ki, sekarang kita tidak bisa membedakan bagaimana tampang orang jahat dan bagaimana tampang orang baik. Dulu gue selalu yakin, bahwa orang yang cantik hatinya juga cantik, dan orang yang jelek belum tentu hatinya juga cantik. Tetapi setelah gue lihat sifat Vanes yang seperti itu gue malah ngerasa sebaliknya," Irvan datang disela-sela pembicaraan dan ikut menyambung kisah cerita, yang sedang dibicarakan itu.
"Contohnya lo Ki! Meskipun tampang lo nggak tampan-tampan banget, tapi hati lo baik Ki! Sekarang gue malah suka tampang yang kayak lo, meskipun mainstream tetapi sifatnya.." Irvan mengancungkan kedua jempolnya kearah Eki, dan memberikan cengiran khas-nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...