"Alfa pingin naik itu lagi!" Abel terus memandang tempat yang bertuliskan ice age, meminta Alfa untuk bermain dengan wahana itu.
"Enggak ah ngantri nya lama. Gue lapar makan dulu yuk, keburu tutup," ujar Alfa yang sekarang berjalan menuju café kecil yang berada di dalam Dufan. Abel yang merasa perutnya keroncongan, megikuti jejak Alfa yang sudah sampai dulu.
Sebelum pulang Alfa mengajak Abel untuk menaiki bianglala terlebih dahulu. Alfa ingin menikmati suasana dufan yang begitu ramai walau malam senin sekalipun. Alfa dan Abel menaiki salah satu kurungan yang berbentuk seperti kurungan burung. Mereka menikmati suasana kerlap-kerlip lampu yang menyala di setiap sudut wahana. Pukul 19.00 sebelum dufan tutup.
"Alfa bagus sekali pemandanganya." Abel mengeluarkan ponselnya, memotret Alfa yang berada di depannya. Abel juga memotret suasana ramai Dufan ini, padahal sebentar lagi mau di tutup.
"Abel lihat bintang dan bulan di situ," tunjuk Alfa mengarahkan telunjuknya pada bintang dan bulan di langit.
"Kenapa?" jawab Abel berharap mendapatkan gombalan manis dari Alfa.
"Bagus," jawab santai Alfa yang membuat Abel geram.
"Terus apa hubungannya?"
"Ya nggak ada cuman bagus aja."
Alfa terkekeh melihat muka Abel yang geram. Abel menjitak jidat Alfa pelan, karena kesal akan candaan Alfa. Alfa dan Abel turun dari bianglala yang sudah berhenti, mereka berencana untuk pulang. Baru saja beberapa langkah berjalan dari wahana bianglala, Alfa memegang kepalanya kesakitan. Abel yang khawatir berjongkok menanyakan keadaaan Alfa."Alfa lo kenapa? Pusing?"
"Nggak apa-apa mungkin gara-gara bianglalanya tinggi jadi kepala gue pusing." Alfa berdiri sambil memegang tangan Abel, dirinya berjalan bertatih-tatih.
"Apa tidak istirahat dulu saja? Masih ada waktu setengah jam sebelum tempat ini di tutup." Alfa menggleng tiba-tiba dirinya terbatuk dahsyat. Darah merah keluar dari hidungnya yang mancung. Abel semakin panik melihatnya. Abel menatih Alfa menuju bangku kosong terdekat, mengusap darah yang keluar dari hidung Alfa dengan tissue.
"Alfa lo harus kuat!" Abel meraih ponsel Alfa yang ditaruhnya di tas selempangnya. Alfa memegang jari Alfa,menaruhkan jari telunjuk Alfa pada ponsel belakang Alfa memindai sidik jari berharap ponsel Alfa terbuka. Untunglah tuhan berbaik, ponsel Alfa terbuka. Abel segera mencari kontak yang harus dihubunginya sekarang.
"Halo Alfa?"
"Selamat malam om, saya temannya Alfa. Alfa mengeluarkan banyak darah dari hidungnya sekarang dia ada di Dufan dekat dengan wahana bianglala."
Tanpa ada jawaban dari sebrang papah Alfa sudah mematikan ponselnya. Sekarang tinggal Abel yang harus membuat Alfa baik-baik saja. Di kursi panjang Alfa menaruhkan kepalanya di pundak Abel, sekarang Alfa sudah benar-benar pingsan.
"Alfa bangun lo harus kuat. Alfa gue takut... gue takut bangun Alfa."
Abel menepuk-nepuk pipi Alfa bereharap anak ini siuman. Tetapi tetap saja Alfa tidak membuka matanya. Jauh dari beberapa meter seorang pria paruh baya dengan kedua teman sebayanya di sebelah kiri dan kanan berlari kearah tempat yang di duduki Abel. Dia adalah papah Alfa, dan yang di sebelah kiri kanan itu kedua satpam yang pernah Abel temui di rumah Alfa kemarin.
"Cepat angkat Alfa!" perintah Papah Alfa menyuruh kedua pria itu megangkat badan Alfa. Abel mengikuti langkah mereka hingga ke lapangan parkiran. Pikirannya kali ini benar-benar kacau, setetes air mata sudah jatuh di pipi gadis itu.
"Dek terimakasih sudah memberitahu kondisi Alfa. Ini sudah malam, biar Pak Dodo yang akan mengantar kamu pulang," ujar papah Alfa dan melajukan mobil yang di dalamnya terdapat sosok Alfa secepat mungkin.
***
Di sepanjang perjalanan pulang Abel diam membisu. Bertubi-tubi pertanyaan terus memutar di otaknya. Mulutnya terkunci, hatinya sudah lelah dengan semua perasaan cemas yang membuat Abel sangat takut. Abel takut jika terjadi sesuatu pada Alfa. Abel takut jika Alfa tidak dapat di selamatkan. Abel membuang pikiran negative itu jauh-jauh. Tidak mungkin tidak, Alfa anak yang kuat selama ini dia baik-baik saja mungkin Alfa kelelahan karena telah mengerjakan soal USBN nya.
"Kadang saya sendiri merasa kasian jika mendengar cerita tuan," ujar Pak Dodo sepertinya dirinya dapat membaca kecemasan Abel. Abel mendongakan kepalanya ingin mendengar lebih jelas penjelasan Pak Dodo.
"Saya sudah kenal lama tuan. Dulu saya salah satu satpam di perusahannya, sampai akhirnya saya dijadikan orang keprcayaannya," ujar Pak Dodo yang masih fokus meyetir mobil milik anak pemajikannya.
"Dua belas tahun lalu istrinya meinggal kecelakaan dan setelah itu tuan mendapat kabar jika putranya mengidap penyakit hati. Putra pertamanya di bawa neneknya keluar negeri. Ditambah lagi dulu hubungan tuan dan dek Alfa yang kurang harmonis."
Abel terlonjak tak percaya dengan kata penyakit hati yang sekarang di derita Alfa. Penyakit hati? Apa Abel tidak lagi bermimpi? Alfa yang selama ini sosok yang kuat ternyata memiliki kekelaman. Kebohongan apa yang sebenarnya di sembunyikan Alfa sekarang ini? Ditambah lagi sosok kakak Alfa, bukanya dia anak tunggal?
"Apa maksudnya penyakit hati?" tanya Abel yang mulai membuka suara.
"Dek Alfa sangat kuat, bahkan dirinya dapat meyembunyikan masalah besarnya agar tidak di ketahui orang lain. Ya sejak kecil dek Alfa terkena penyakit hati, dokter sudah menyuruhnya supaya banyak istirahat dan lebih hati-hati. Tetapi dek Alfa terus menerus melakukan sesuatu sesuka hatinya, jika dirinya tidak berangkat sekolah berarti dek Alfa sedang di rumah sakit."
"Jadi kemarin itu-"
Abel teringat akan kedatanganya dan teman-temannya kerumah Alfa minggu kemarin. Bukankah saat itu Alfa tidak berada di rumah? Apa mungkin dalam kondisinya yang sakit separah ini Alafa rela izin sekolah dan meninggalkan USBN nya demi jalan-jalan bersama papahnya? Apa mungkin Alfa sedang di rumah sakit waktu itu? Abel semakin pusing, pipinya sudah basah di banjiri air mata. Sosok Alfa yang dingin ternyata meyimpan banyak sekali duka di dalamnya.
"Iya, seminggu kemarin dia berbaring di rumah sakit, saya berbohong kepada kalian."
Mobil Alfa sudah terparkir di halaman rumah Abel. Dengan cemas dan perasaaan campur aduk, Abel keluar dari mobil itu. Hanya dalam waktu sekejap hidup Abel menjadi hampa, sekilas cerita yang di ceritakan Pak Dodo membuat badan Abel lemas syok.
"Dimana Alfa dirawat?" tanya Abel sebelum membuka pagar rumahnya.
Pak Dodo memberikan nama rumah sakit dan nomer kamar Alfa pada Abel. Pak Dodo merasa bersalah karena telah berbohong pada gadis itu, gadis yang di cintai oleh anak tuannya. Seharusnya dia berkata jujur pada Abel dan teman-temannya waktu itu, agar kesedihan mereka tidak larut seperti ini. teman-temannya juga bisa memberikan motivasi dan semangat kepada Alfa, agar anak itu tidak putus asa dalam menghadapi situasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...