"Sekolah lo udah libur Nes?" tanya Abel yang sepertinya suasana mulai canggung.
"Udah dimulai kemarin Senin, jadi sekalian ke Jakarta."
"Jalan-jalan yuk gue bosen di Kasur," rengek Alfa yang badanya pegal-pegal karena terus saja tidur di Kasur.
"Emang lo di bolehin keluar sama dokter?" tanya antusias Irvan, sebenarnya tidak Alfa saja yang bosen di dalam ruangan serba putih ini, Irvan juga ingin menjelajah setiap sudut rumah sakit yang besar ini.
"Tolong izinin perawatnya ya." Alfa tercengir kepada teman-temannya, membuat mereka tersuntuk jengkel. Karena sebelumnya mereka berpikir jika Alfa memang sudah di perbolehkan untuk keluar ruangannya.
Dengan penuh penrjuangan dan pendustaan, akhirnya mereka berhasil membujuk perawat untuk membawa keluar Alfa dari ruangan membosankan ini. Tetapi tentu saja perawat itu tidak memberikan Alfa dengan mudah, perawat menegaskan jika mereka hanya di beri waktu 10 menit untuk mengajak Alfa keluar dan jika lebih dari itu perawat tidak akan megizinkan teman-teman Alfa untuk mengunjungi Alfa lagi.
Tanpa berpikir panjang, mereka menyetujui persyaratan yang di buat oleh perawat, sekarang yang terpenting adalah Alfa dapat keluar dari ruangan membosankan ini.
"Alfa ini rumah sakit besar sekali. Semua lorong wajahnya mirip, saya lupa jalan pulang ke ruangan kamu," ujar Eki dengan menjaga infusan Alfa supaya tetap tenang pada tempatnya.
"Ealah lo mah orang Jakarta baru, jalan ke sekolah aja lo masih lupa," cetuk Naufal memberantakan rambut Eki yang kribo.
"Eki infusnya nggak usah di pegangin terus, kasian tangan lo keringatan," tambah Alfa yang melihat Eki terus mejaga tabung infusnya. Mereka yang melihat Eki dengan tampang polosnya hanya bisa terkekeh mengejek.
"Kau ini kurang ajar sekali, harusnya kau berterimakasih dengan saya bukan meledek saya," Eki melepaskan pegangannya dari tabung infus dengan wajah kesalnya.
"Disitu ada taman, istirahat dulu ya capek."
Mereka pun duduk di bangku taman yang berada di dalam rumah sakit. Taman disini lumayan besar dan hijau dengan balutan warna-warni bunga hias yang terdapat di taman. Di pinggir taman, terdapat kolam ikan dengan jembatan kecil di tengahnya, taman ini sangat bagus bahkan lebih bagus dari taman-taman kota sekalipun.
Di sebrang sana, seorang perawat yang beberapa menit tadi ia temui, berdiri berdecak pinggang. Perawat itu memamerkan jam tangannya dan meunjuk-tunjukkanya dengan telunjuknya. Abel dan teman-temannya segera berdiri dari bangku taman dengan wajah kecewa. Dengan sabar Abel mendorong kursi roda yang dinaiki Alfa di ikuti oleh teman-temannya.
Di tengah perjalanan Vanes izin pulang karena sudah di telpon oleh bibinya. Ya, di Jakarta ini Vanes tinggal dengan bibi dan pamannya.
"Kalian kemana saja sih? Alfa, papah sudah nungguin kamu dari tadi di sini, papah khawatir."
"Maaf pah, Alfa tadi di paksa mereka keluar ruangan, padahal Alfa nggak mau," dusta Alfa dengan cengirnya yang mendapat perlawanan hebat dari teman-temannya. Karena kenyataanya Alfa lah yang memaksa mereka untuk meminta izin perawat supaya diperbolehkan keluar dari ruangan ini. Alfa memang benar-benar menjengkelkan kali ini.
"Ya sudahlah papah percaya sama teman-temanmu. Lihat siapa yang datang!" papah Alfa membuka tirai putih panjang penutup jendela rumah sakit, didalamnya terdapat dua sosok orang yang sudah lama tidak Alfa lihat. Tentu saja Alfa sangat merindukan mereka.
"Nenek? Kak Alvin?" masih di bangku kursi roda, Alfa memutar roda kursi sendiri. Semngatnya untuk bertemu kedua orang yang sangat di rindukannya itu membara hebat.
"Alfa hati-hati!" teriak semua yang berada di dalam ruangan.
Teman-teman Alfa sangat asing melihat dua sosok yang membuat Alfa antusias untuk meyambutnya. Wanita yang sudah berumuran dan sedikit keriput, tetapi kesan wajah manis dan cantik masih di dapatnya, dengan seorang pemuda yang mungkin seumuran dengan mereka, wajah pemuda itu hampir mirip dengan Alfa, hanya saja dia agak sedikit tua.
Mereka melihat pertemuan haru antara Alfa dan sosok terdekatnya itu, pertemuan yang penuh rasa hangat dan cinta.
"Kak Alvin kan?" tanya Irvan sambil meunjukkan jarinya ke sosok Alvin.
Setelah selesai memeluk hangat Alfa, pemuda itu berjalan kearah Irvan dan memeluk tubuh Irvan.
"Hey anak kecil, udah lama kita tidak bermain kelereng," ujar pemuda yang dipanggil Alvin itu dengan kekeh. Irvan membalas pelukan hangat itu, sama seperti Alfa Irvan juga merindukan sosok Alvin.
"Siapa mereka?" tanya heran Kaila yang merasa nolep diantara mereka.
"Oke dengerin ya teman-teman tersayang ku, ini Alvin teman konyol gue waktu masih kecil. Dia kakak kandung Alfa." Sontak mereka yang tidak mengetahui kenyataan mengenai sosok kakak Alfa sangatlah kaget, mereka hanya mengetahui fakta bahwa Alfa anak tunggal karena Alfa tidak pernah menceritakan embel-embel kakaknya.
"Kapan jadi kakaknya? Alfa bukannya anak tunggal ya?" tanya penasaran Naufal yang juga membuat beberapa diantara mereka ikut penasaran.
Papah Alfa terkekeh geli mendengar pertanyaan yang di lontarkan oleh teman anaknya itu, memang tak jarang yang tau jika sebenarnya dia memiliki satu orang putra lagi. Abel teringat tentang perkataan Pak Dodo saat di mobil itu.
"Dia Alvin, putra sulung saya dan juga kakak Alfa. Mereka beda dua tahun dari tahun kelahiran. Saat Alvin TK, mamah saya yaitu neneknya Alfa juga meminta Alvin untuk tinggal bersamanya, karena alasan mamah saya kesepian di rumah. Waktu itu juga saya kehilangan istri saya, saya tidak bisa mengurus dua putra saya secara bersamaan, jadi saya menerima permintaan mamah saya untuk membawa Alvin bersamanya, Alvin juga menyetujui keputusan itu. Alvin tumbuh di Australia, karena kebetulan pekerjaan papah saya pindah ke Australia. Sudah lama Alvin tidak pulang ke Indonesia, terakhir dia pulang mungkin sekitar 5 tahun yang lalu ya Vin?"
"Sorry Pah, Im very busy." Alvin memeluk pinggang papahnya, sosok Alvin ini lebih hangat dibandingkan Alfa yang dingin. Perbedaan mereka benar-benar 360°.
"Huhh dasar sok sibuk lo, di rumah aja rebahan terus bilang sibuk," ledek Irvan yang masih tak percaya dengan kedatangan tamu special ini.
"Eh anak kecil diam. You sama aja kayak dulu, kecil nggak tinggi-tinggi."
Irvan melihat tubuhnya di kaca, Irvan membatin di dalam hati jika sebenarnya tubuhnya saat ini sangatlah jauh tinggi dibandingkan tubuhnya 12 tahun lalu.
"Bohong ah lo, gue tinggi gini di bilang kecil." Sontak hal ini mengundang tawa dari teman-temannya.
"Untuk menyambut kedatangan saya, gimana kalau hari ini kita pesta pizza?" tawar Alvin pada teman-teman Alfa.
"Kakak gue kan nggak di bolehin makan itu," rengek Alfa yang menurutnya sangat tidak adil.
"Siapa yang mau ngajak lo, gue ngajak teman-teman lo adek ku sayang." Alvin tertawa jahat pada Alfa membuat Alfa semakin sebal.
"Ide yang bagus. Mendingan sekarang kamu ajak teman-teman Alfa keluar dulu untuk makan, kasian dari kemarin dia nungguin Alfa terus." Tambah papah Alfa.
"Abel lo ikut?" tanya Alfa dengan penuh harapan Abel tetap menunggunya di sini.
"Oh jadi kamu honey nya adik saya ya. Ayo beauty kita keluar, kita makan," goda Alvin dihadapan Alfa yang membuat Alfa semakin kepanasan.
Irvan menarik tangan Abel keluar supaya bisa ikut makan bersama, sementara di belakang teman-teman mengikuti langkah Alvin yang sudah keluar dari ruangan.
"Alfa sehat-sehat kamu makan bubur dulu ya," ledek Eki sebelum lari pergi.
"kak Alvin kurang ajar!" teriaknya yang terdengar hingga ruangan sebelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...