Alfa masih juga belum mau berbicara dengan Irvan, tidak hanya Irvan saja Alfa juga menjauhkan diri dari teman-teman. Susah payah Irvan membujuk Alfa untuk mau berbicaranya tetapi Alfa tidak meresponnya. Irvan frustasi dibuatnya, bagaimana caranya agar dirinya mampu meyakinkan Alfa.
"Al Lo nggak boleh giniin gue. Gue juga bisa marah kalau Lo gini terus, gue bisa jelasin semuanya."
Masih belum ada jawaban dari cowok itu. Layaknya cewek yang sulit dimengerti, Irvan tidak tau apa yang diinginkan Alfa sekarang ini. Mengapa Alfa begitu marah dengan dirinya? Apakah masalah ini benar-benar serius bagi Alfa?
Pasrah dengan situasi yang terjadi, Irvan tidak lagi menganggu ketenangan Alfa. Dirinya masih berusaha untuk mencari cara agar anak itu tidak marah lagi.
Pelajaran geografi yang tengah di terangkan oleh Pak Ale sedang berlangsung. Pak Ale menjelaskan mengenai materi mengenai Antroposfer.
Semua murid memperhatikan materi yang dijelaskan oleh Pak Ale begitu serius. Tidak dengan Irvan yang terus menatap wajah Alfa di sampingnya. Alfa masih belum mau berbicara dengan Irvan, bahkan satu katapun tidak keluar dari mulut cowok itu sejak pagi."Antroposfer berasal dari kata antropos yang berarti manusia dan spaira yang berarti lingkungan. Jadi Antroposfer adalah suatu objek material dari geografi yang membahas mengenai persoalan kehidupan manusia."
Murid-murid memperhatikan materi dengan serius. Mereka memahami satu demi satu kata yang di ucapkan oleh Pak Ale.
"Dalam hal ini ada Piramida penduduk. Piramida penduduk adalah gambaran kaitan komposisi umur penduduk dengan komposisi jenis kelamin. Piramida penduduk terdiri atas tiga macam yaitu Piramida penduduk muda atau ekspansif berbentuk seperti Limas, kedua ada Piramida penduduk stasioner atau tetap yang berbentuk granat. Terakhir ada Piramida penduduk tua atau kontraktif yang berbentuk seperti batu nisan."
Pak Ale menunjukkan gambar Piramida penduduk yang dijelaskannya pada layar LCD. Hal ini bertujuan untuk mempermudah murid mengenali gambaran yang dijelaskannya.
"Selain itu juga ada rumus kuantitas penduduk."
Pak Ale menuliskan rumus-rumus mengenai kuantitas penduduk di papan tulis. Setelah menuliskannya Pak Ale menjabarkan rumusnya satu persatu kepada muridnya, tak lupa memberikan contoh soal mengenai materi ini.
"Ada yang bisa menjawab soal ini?"
Pak Ale memberikan satu soal yang begitu rumit di papan tulis. Mengapa guru selalu memberikan soal yang sulit kepada muridnya, sementara dirinya akan memberikan contoh soal yang mudah kepada muridnya. Bagi murid ini benar-benar tidak adil.
Tidak ada yang merespon Pak Ale, semuanya berpura-pura sibuk untuk mencatat materi yang diterangkan oleh Pak Ale. Pak Ale tau jika muridnya ini belum bisa menjawab soal yang diberikannya. Mata pak Ale menatap ke arah bangku pojok belakang, dilihatnya Alfa yang tengah santai menidurkan kepalanya di meja.
Pak Ale menghampiri meja Alfa. Irvan yang berada di sebelah Alfa takut jika dirinyalah yang tertunjuk, buru-buru Irvan menyalin soal yang berada di papan tulis ke dalam catatannya.
"Alfa silakan maju kedepan!"
Pak Ale menepuk meja Alfa keras membuat Irvan bergidik ngeri. Alfa yang baru saja mendongakkan kepalanya langsung diberikan spidol hitam oleh Pak Ale.
Alfa meraih spidol yang diberikan Pak Ale kepadanya. Dengan santai dirinya maju ke depan untuk menyelesaikan soal yang diberikan oleh Pak Ale.
"Sudah selesai Pak!"
Alfa memberikan spidol milik Pak Ale kepemilinya dan segera menuju ke bangku singgasananya.
Pak Ale menggelengkan kepalanya melihat kelakuan murid satunya ini. Pak Ale mengoreksi jawaban yang dikerjakan oleh Alfa dengan teliti. Untuk kesekian kalinya anak jenius itu mengerjakan soal dengan jawaban yang benar.
"Jawaban yang dikerjakan oleh Alfa sudah benar. Kalian bisa menyalinnya di buku catatan."
Pak Ale menatap ke bangku Alfa, dilihatnya anak itu yang tengah menyalin materi di catatannya. Pak Ale tersenyum saat melihat Alfa mulai menulis di buku catatannya. Alfa, salah satu anak kebanggaan sekolah yang selalu saja berbuat ulah.
***
Sepulang dari sekolah Irvan menyempatkan diri untuk pergi mampir ke rumah Alfa. Seharian ini Alfa masih belum bisa juga untuk di bujuk, Irvan berharap dengan dirinya mengunjungi rumah Alfa amarah cowok itu akan berkurang.
Irvan masuk tanpa permisi kedalam kamar Alfa, dilihatnya Alfa yang sedang bermain game di atas kasur. Irvan mendekati Alfa yang tengah asyik main game, cowok itu hanya menatap sinis kearah temannya."Alfa udah jangan marah lagi. Gue bisa Nerima Vanes putus sama gue, tapi gue nggak bisa Nerima Lo cuekin gue. Lo temen gue Al, sakit rasanya di cuekin oleh teman sendiri."
Irvan berbicara dengan lantangnya. Tetapi mau bagaimana lagi seperti inilah kenyataannya. Jika Irvan suruh memilih antara cinta dan persahabatan, Irvan akan memilih persahabatannya. Karena sahabat lah yang menemani dirinya diwaktu suka maupun duka, terlebih lagi Irvan sudah mengenal Alfa sejak kecil. Irvan sudah menganggap Alfa sebagai saudaranya sendiri.
"Sekarang Lo mau apa deh gue turutin. Tapi jangan kayak gini, Lo jangan cuekin gue. Bicara sama gue."
Alfa membiarkan game di layar televisinya menyala. Tatapannya beralih kepada Irvan yang berada di sebelahnya.
"Gue nggak marah. Gue cuman kecewa."
"Kecewa karena gue nggak cerita masalah gue ke elo? Atau kecewa karena apa?"
"Gue kecewa sama diri gue sendiri. Mungkin karena gue terlalu bodoamat, gue jadi nggak peka terhadap situasi yang ada."
Irvan menepuk pundak Alfa pelan, setelah itu mengambil papan catur yang Irvan sudah tau tempatnya. Irvan menaruh papan catur di atas kasur Alfa, dan tersenyum kepada Alfa.
"Itu bukan salah Lo. Sekarang gue minta maaf dan Lo wajib memaafkan gue. Lalu enggak.."
Alfa terkekeh saat temannya ini memaksakan kehendak terhadap dirinya. Temannya juga berani mengancam dirinya.
"Kalau tidak kenapa?"
Irvan tertawa saat temannya ini dapat bercanda lagi dengannya. Irvan sangat senang akan hal ini. Irvan mengambil bungkusan tepung yang berada di balik papan catur, Irvan menuangkan tepung itu keatas tangannya setelah itu ia usapkan pada pipi Alfa.
"Kalau enggak seluruh muka Lo putih di bedakin pake tepung."
Alfa tertawa lepas saat setengah mukanya sudah terpoles oleh taburan tepung. Tak bisa di biarkan, Alfa kembali membalaskan dendamnya kepada Irvan. Alfa mengambil tepung di telapak tangannya dan mengoleskannya pada wajah temannya.
Mereka teringat akan masa kecil yang dialaminya. Saat mereka berdua sedang bertengkar, mamah Irvan mengoleskan bedak di kedua wajah mereka. Wajahnya begitu lucu dan lugu. Setelah melihat wajah mereka di cermin, mereka akan menagis takut dengan wajah putih mereka. Mamah Irvan akan menyuruh mereka untuk memeluk mereka memeluk satu sama lain dan meminta maaf. Mereka akan bersalaman dan berbaikan lagi setelah diberi taburan bedak di kedua wajah mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/99061604-288-k186211.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...