Guru pengawas ruangan sudah masuk, berkeliling memeriksa satu demi satu anak yang tidak tertib. Pengawas kali ini adalah Pak Ale, guru terkiller yang rata-rata ditakuti oleh murid sekolah ini. Jika pengawasnya Pak Ale, sudah pasrah bagi murid ruangan ini untuk menerima hasil tes yang merah, apalagi matapelajaran pagi ini adalah bahasa inggris baik IPA maupun IPS. Pak Ale sangat awas dan teliti jika mendapatkan tugas sebagai pengawas ruangan.
"Siapa yang belum datang?" tanya Pak Ale yang berhenti di sebelah bangku kosong sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah bangku kosong.
"Alfa pak," jawab serempak seisi kelas kecuali beberapa adik kelas yang tidak mengenal sosok Alfa.
"Dasar anak nakal, bisanya bolos sekolah terus. Kemana dia? Ada surat izin?" mereka hanya menggeleng tidak mengetahui. Alfa memang sering bolos sekolah, apalagi bolos pelajaran. Tetapi sebelumnya anak itu akan member kabar jika dirinya berniat untuk tidak berangkat sekolah. Sekarang Alfa tidak memberikan kabar ataupun surat izin kepada salah satu temannya.
***
Kantin kali ini begitu ramai, desakan para murid yang tidak mau mengantre untuk membeli makanan, membuat suasana kantin ini bak pasar tradisional yang sedang melakukan kegiatan interaksinya.
Dua gelas es teh dan dua mangkuk soto, sudah tertelan habis tak tersisa sedikitpun. Padahal lonceng tanda istirahat baru saja di bunyikan. Sebelum lonceng dibunyikan, Eki dan Naufal sudah berada di bangku kantin langganannya. Menjaga bangku itu sebelum di tempati oleh orang lain.
Sambil menunggu kedatangan teman-teman yang lain, Naufal memainkan layar ponselnya, mengusapnya dan menekan logo WhatsApp di layar tersebut. Naufal menekan kontak nama yang sebelumnya sudah ia sematkan, lalu mengetikan huruf 'Hallo' untuk memulai percakapan online.
"Dasar kau ini! Anak baru kenal saja chatnya sudah di sematkan. La aku yang udah kenal lama kamu chatnya di arsipkan." Eki menengok, menatap layar ponsel Naufal yang sedang membuka aplikasi WhatsApp. Dilihatnya nama kontak yang bertuliskan 'My Lovely Citra.'
"Sirik tanda tak mampu, sirik buang jauh-jauh," ujar Naufal yang masih fokus menatap layar ponselnya. "Makannya pacaran itu cari yang nyata jangan yang online."
Karena tidak mau kalah dari teman-temannya, Eki terpengaruh hal buruk untuk berpacaran. Kali ini pacar Eki bukan orang biasa-biasa saja, melainkan anak Pak Lurah yang ia kenalnya saat di Batak lalu. Sudah lama Eki berteman baik dengan Vega, anak Pak Lurah yang menjadi Primadona di SMPnya dulu.
Menurut Eki, pacaran online juga ada faedahnya, salah satunya doi tidak bakal tahu akan selingkuh di kota ini. Itulah keuntungan pacaran online.
"Jangan senang dulu kamu. Kamu juga dengan Citra baru juga jadian, sudah LDR. Lah kalau gini sama saja pacaran online, nggak ada romantis- romantisnya." Naufal masih fokus menatap layar ponsel, menganggap Eki sebuah angin lewat yang dapat menyebabkan masuk angin.
"Eki, bahasa sundanya 'kamu lagi apa?' apa?" tanya Naufal serius, "Seriusan ini gue tanya. Entar kalau lo punya pacar orang Jawa, gue ajarin deh bahasa Jawa."
Eki menatap kearah Naufal yang tengah menatapnya. Ntah kebetulan atau tidak, Naufal mengetahui jika selain dengan Vega, pacarnya orang batak, Eki juga memulai PDKT dengan anak Semarang yang di kenalnya melalui aplikasi instagram."Nuju naon?" jawab Eki pasrah yang artinya sedang apa.
From: My Lovely Citra
[Kumaha damang?]To : My Lovely Citra
[Nuju naon]Eki tertawa lepas, melihat percakapan tidak nyambung antara Naufal dan Citra. Di samping itu Abel, Kaila, Satya datang, membawa beberapa buku untuk persiapan ulangan nanti.
"Tumben rajin. Ntar sore hujan gede nih," ujar Eki yang tak terbiasa melihat teman-temannya membawa buku apa lagi membaca buku saat ke kantin.
"Tadi penjaga ruangan gue killer. Kelas gue di awasi bu Ella, sementara kelas Abel Pak Ale. Mana pelajarannya bahasa Inggris lagi, gue baca soalnya saja lidah gue keseleo terus." Naufal yang sedari tadi menatap layar ponsel terkekeh geli mendengar pengakuan dari Satya.
"Itu mah nasib lo. Waktu kemarin pelajaran Sastra Jepang penjaga gue Pak Ale. Udah nggak bisa gerak, contekan huruf Hiragana dan Katakana gue jatuh lagi. Parahnya, Pak Ale nginjak kertas contekan itu. Untung saja Pak Ale nggak sadar, kalau sadar udah wafat gue." Nuafal membayangkan kembali kejadian tolol yang hampir menjerumuskannya ke dalam kesengsaraan.
"Kemana Alfa? Bolos lagi?" tanya Eki yang tidak melihat Alfa. Mereka yang di sana hanya bisa menggeleng karena tidak mendapatkan kabar dari anak itu.
"Kenapa nggak masuk sekolah? Kan lagi USBN? Parah banget tuh anak" tanya Naufal pada mereka.
"Nggak tahu, ponselnya juga nggak aktif," jawab Satya yang sudah beberapa kali menghubungi Alfa.
"Coba lo telpon Papahnya, mungkin di angkat?" saran Abel pada Irvan, karena hanya Irvan yang memiliki nomer ponsel pribadi papah Alfa. Irvan mengeluarkan ponselnya dari saku celana, mencoba menelpon papah Alfa.
'Maaf nomer yang anda tuju sedang tidak aktif, cobalah beberapa saat lagi.'
Irvan meletakan ponselnya di atas meja kantin, pasrah karena tidak dapat menghubungi Alfa. "Coba telepon rumahnya?" saran Kaila pada Irvan. Tetapi masalahnya tidak satupun di sini yang memiliki nomer telepon rumah Alfa.
"Lo gimana sih Bel? Katanya pacarnya tetapi nggak di kabari apa-apa." Satya memandang Abel yang tengah tertunduk lesu. Satya khawatir, tidak biasanya Alfa bolos tanpa memberitahu mereka atau mematikan ponselnya.
"Emang kalian aja yang khawatir? Gue juga lebih khawatir karena nggak mendapat kabar dari dia. Pulang sekolah nanti kita bareng-bareng ke rumah Alfa." Abel berdiri meningalkan bangku kantin dan teman-temannya yang masih singgah di sana.
***
Pulang sekolah ini Abel di boncengi oleh Eki karena rencananya yang akan mmapir ke rumah Alfa terlebih dahulu.
Sekarang mereka sudah sampai di rumah mewah berpagar tinggi yang sering mereka datangi sebelumnya. Kedua satpam yang sepertinya baru di perkerjakan Papah Alfa datang menyambut kedatangan mereka, salah satu satpam megajak mereka ke dalam gazebo yang sangat luas, mengajak mereka untuk berbincang terlebih dahulu.
"Pak Alfanya ada di rumah?" tanya Irvan pada pria paruh baya.
"Sudah dari kemarin malam dek Alfa pergi sama tuan. Katanya ikut Papahnya keluar kota sebentar, untuk USBN nanti ikut susulan."
"Kenapa ponselnya tidak aktif? Apa nomer teleponnya juga ganti?" tanya Abel yang sangat penasaran, karena semenjak kepulangan Alfa dari rumahnya kemarin Alfa sudah tidak bisa di hubungi.
"Ponselnya dek Alfa ketinggalan di kamarnya. Tadi pagi waktu membereskan kamar, salah satu pembantu menemukan ponsel dek Alfa di kasur. Oh iya, ini titipan surat izin untuk sekolah, dek Alfa menyuruh saya memberikan kepada temannya."
"Kira-kira berapa lama Pak tidak masuk sekolahnya?"
"Kurang tau, tuan tidak memberikan informasi itu."
Setelah mendapatkan informasi dari salah satu penjaga rumah Alfa, mereka semua berpamitan pulang. Rasa kecewa pasti ada di benak mereka, selain mendapatkan informasi Alfa pergi luar kota, mereka juga mendapatkan informasi jika ponsel Alfa tertinggal di kamar. Bahkan sekarang ponsel milik Alfa di pegang oleh Abel, atas kemauan Alfa yang memberitahu penjaga rumah lewat telepon rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...