Satya jadi teringat tentang obat yang diminum Alfa saat pergi ke Villa Alfa di bandung. Ada beberapa jenis kapsul yang hampir sering di makan Alfa setiap harinya. Waktu itu Alfa pernah bilang jika dirinya alergi angin, makanya dia menelan obat sebanyak itu. Sekarang Satya tahu, jika obat yang di telan Alfa bukanlah obat alergi, melainkan obat pereda rasa sakit. Kenapa Satya sebodoh ini, kenapa Satya langsung percaya apa yang dikatakan oleh Alfa. Anak kecil pun pasti akan tahu jika tidak ada obat alergi yang harus ditelan sebanyak itu, Satya merasa dirinya benar-benar menyedihkan.
"Sudahlah, ini sudah kesepakatan awal dirinya untuk tidak memberitahu siapa-siapa mengenai penyakitnya. Kematiannya sudah merupakan takdir tuhan. Tuhan sayang Alfa, tuhan tidak ingin Alfa merasakan rasa sakit lagi di dunia ini. Sekarang Alfa sudah sembuh, Alfa tidak akan kesakitan lagi seperti dulu."
Langit sudah gelap, malam pun datang di tengah ke dukaan. Mereka semua bergegas untuk pulang dan berusaha untuk menyambut hari esok yang mungkin tidak sama lagi seperti kemarin.
Alvin mengantarkan mereka pulang dengan mobil yang masih boleh dikatakan baru milik adiknya itu, iya mobil hadiah ulang tahun ke 17 Alfa. Rencanaya Citra akan menginap sehari di rumah Kaila karena tidak mungkin untuk Citra pulang ke bandung di malam gelap seperti ini.
Abel terus memeluk erat boneka panda yang di berikan Alvin kepadanya. Pelukan boneka ini sama hangatnya dengan pelukan terakhir Alfa. Abel masih mersakan betapa bergetarnya pelukan terakhir Alfa beberapa jam lalu, yang tidak mungkin ia dapatkan kembali dari sosok Alfa.
Terlebih dahulu, Alvin mengantar Vanes pulang karena rumah Vanes lah yang searah terlebih dahulu, setelah itu mengantar Abel dan Kaila pulang karena mereka satu kompleks. Terakhir, meeka mengantar teman laki-laki Alfa yang rumahnya terpencar dari ujung ke ujung.
Untung saja acara sekolah menyuruhkan mereka untuk membawa pakaian ganti, jadi semua membawa pakaian ganti di dalam tasnya, mungkin jika tidak membawa mereka masih tetap kekeuh mengunakan seragam putih abu-abunya hingga larut malam seperti ini.
***
Pengambilan hasil ujian sekolah telah tiba. Lapangan utama di penuhi oleh siswa-siswi yang bergerombongan melihat urutan ranking parallel di papan pengumunan. Abel dan teman-temannya mengantri sabar, mereka malah santai meduduki bangku panjang yang ada di dekat papan pengumuman. Mereka sadar dengan batas rata-rata yang mereka miliki, toh percuma saja melihat rusuh-rusuh urutan ranking parallel jika mereka sendiri sudah bisa menebak hasilnya.
Hari sudah semakin siang, parkiran siswa sudah mulai sepi. Dengan semangat Eki berjalan mendekati papan pengumuman di ikuti oleh teman-temannya. Eki berteriak bangga saat melihat dirinya masuk ke dalam sepuluh besar ranking parallel IPS dari jumlah murid IPS yang dua ratusan.
Tidak peduli dengan namanya di papan pengumuman, Abel fokus mencari nama Alfa yang teracak bebas di lembar-lembar kertas yang tertempel itu. Saat sudah menemukan nama yang di carinya, Abel tersenyum lega, dari hasil itu Abel merasa jika Alfa masih berada di sekolah ini, Alfa pasti tersenyum juga melihat hasil ujian sekolah Alfa. Cowok itu masih mempertahankan rankingnya.
"Gue bangga sama Alfa, walaupun dia ulangan susulan tetapi masih bisa jadi nomer pertama," ujar Irvan yang sama-sama mencari nama Alfa di papan pengumuman itu.
"Kalau Alfa lihat pasti sekarang dia udah ngajak kita traktiran," tambah Satya yang mengenang memori beberapa tahun lalu saat masih bersama dengan Alfa.
Tak lama kemudian seorang pria paruh baya, mendekati mereka. Pria itu memberikan sebuah rapot hasil ujian kepada salah satu dari mereka. Wajah pria itu terlihat sedih, seperti telah kehilangan sosok seseorang.
"Alfa memang salah satu murid berprestasi. Kami semua merasa kehilangan Alfa. Dengan rasa sakit yang sudah menjalar di seluruh tubuhnya, ia tetap kuat dan fokus megerjakan soal ujian saat itu. Bahkan dirinya sempat tertawa bahagia, dan menganggap bahwa semuanya baik-baik saja. Ini rapot Alfa, papah Alfa meyuruh saya untuk memberikan hasil belajar Alfa kepada kalian. Papah Alfa ingin kalian terus megenang sosok Alfa, dan terus semangat meraih cita-cita yang kalian inginkan. Semoga rapot ini dapat membuat kalian termotivasi untuk terus belajar bagaimanapun keadaanya." Pak brian memberikan rapot bersampul hitam itu kepada, matanya melihat sekilas daftar ranking parallel yang terpajang di dinding.
Irvan lah yang menerima rapot itu, bagaimanapun juga Alfa adalah teman seperjuangannya. Mereka sudah saling mengenal sejak kecil, bahkan keluarga mereka sudah beranggapan seperti saudara sendiri.
"Biar gue yang nyimpen rapot Alfa. Gue mau meyimpan kenangan bersama Alfa, walaupun hanya kertas hasil belajar Alfa ini."
Setelah lama berdiam di sekolah mereka langsung pulang ke rumah masing-masing, tanpa ada rencana ketemuan ataupun bermain bareng. Kedukaan ini membuat mereka lebih sering berdiam diri.
***
Di kamar bercat pastel ini Abel membereskan kamarnya yang sudah dua hari ia biarkan berantakan. Malas sekali bagi Abel untuk merapikan kasurnya atau sekedar menata barang-barang yang bergeletakan di lantainya. Abel frustasi, Abel sudah mulai gila setelah kehilangan Alfa. Sikapnya yang berubah cuek tidak peduli itu muncul secara tiba-tiba.
Setelah selesai memrapikan kasur dan mengganti seprai, Abel menata buku-buku yang bergeletak tak karan di meja belajaranya. Satu per satu buku yang sudah tidak terpakai ia kumpulkan dan tali menjadi satu. Abel berpikir jika buku-buku ini tidak akan di gunakan lagi, makannya ia akan menyimpannya saja di gudang.
Tak sengaja lembaran buku terbuka melihatkan tulisan dari isi buku itu, ntah malaikat mana yang memerintahkan Abel untuk membaca isi buku itu, padahal dalam hati hati nya tidak ada niatan untuk membaca buku tulis itu.
Di kursi panjang ini ku dudukan badanku
Menatap kerinduan bintang malam
Angin malam megingatkanku
Akan lembaran kecil puisi kenanganTentang tawa yang menggetarkan hatiku
Tentang senyum yang menenagkan
Dimana rembulan tersenyum padaku
Membisikan rayuan manisnyaWaktu
Mengapa engkau cepat berlalu
Megambil seseorang yang ku rindu
Dimana aku tak dapat bertemuRindu
Alamku dan alamnya sudah berbedaBelum saja Abel selesai membaca, setetes air mata keluar membasahi pipinya. Puisi yang di buat oleh Alfa itu terjadi nyata di kehidupannya. Kenapa Abel tidak sadar jika puisi itu bukan puisi biasa, puisi yang Alfa buat itu adalah kode bahwa dirinya bukan di takdirkan untuk Alfa, mengapa Abel tidak berpikir sepanjang itu.
Abel tidak jadi memasukan buku-buku tugas itu kedalam tumpukan buku tidak terpakai. Bagimanapun juga buku ini sangat mengenang, megenang kebersamaanya saat di kelas dulu bersama Alfa, berdiskusi bersama, bertengkar bersama, bercanda bersama, bahkan mencotek bersama.
Kenangan-kenangan kecil yang sekarang ini sangat di inginkan Abel untuk terjadi lagi. Tak hanya itu, Abel juga menemukan boneka yang di dapatkannya saat di timezone lalu. Boneka yang di ambil dari balik kaca oleh besi pengait dengan tenaga dan doa Alfa.
KAMU SEDANG MEMBACA
AlfAbel [END]
Teen FictionDi kursi panjang ini ku dudukan badanku Menatap kerinduan bintang malam Angin malam megingatkanku Akan lembaran kecil puisi kenangan Tentang tawa yang menggetarkan hatiku Tentang senyum yang menenagkan Dimana rembulan tersenyum padaku Membisikan ray...