"Permisi, benar dengan Tuan Arga Winata?" Seorang wanita muda yang berpakaian panitia menghampiri Arga yang masih berdiri menatap sinis ke arah Tian dan Maminya Gisel yang terlihat sangat akrab.
"Iya benar"
"Maaf Tuan, ini ada kaos kepanitiaan untuk acara ini. Sebagai perwakilan ketua pelaksana dan wakil ketua Yayasan Oma Grace, anda diminta mengenakan kaos ini" Wanita itu dengan sopan menyerahkan satu kaos berwarna putih yang ada tulisan nama acara hari ini.
"Oh gitu, ok"
"Selain itu, sebentar lagi Tuan Arga akan memberikan kata sambutan sekaligus membuka acara hari ini"
"Ok, saya ganti baju dulu kalau gitu"
"Silahkan Tuan, toiletnya ada di sebelah sana" Wanita itu menunjuk sebuah bangunan yang sepertinya menjadi tempat tinggal untuk para lansia di panti ini.
Arga mengangguk dan langsung berjalan ke arah toilet diikuti oleh Bobby tentunya.
Setelah selesai berganti baju, Arga sengaja mengambil arah memutar agar dia bisa melihat sisi lain dari gedung panti berlantai 2 yang tadi belum dia lewati. Dia tertarik dengan panti ini dan berniat menjadi donatur tetap pada Yayasan Oma Grace. Bukan karena ingin mengambil hati calon mertua tapi karena Arga teringat akan mendiang neneknya.
Saat melewati suatu kamar yang berisi 2 ranjang bersprei putih, Tiba-tiba Arga melihat seorang nenek-nenek yang duduk termenung sendirian. Beliau terlihat menggunakan baju seragam panti, tidak seperti penghuni panti lainnya yang sudah mengenakan baju olahraga.
Tadinya Arga berpikir mungkin nenek itu sedang sakit, jadi tidak ikut kegiatan di luar. Tapi setelah diamati lebih dekat, terlihat nenek itu sedang menangis. Arga sebenarnya agak sedikit merinding karena suara tangisannya mirip dengan salah satu film horor yang pernah dia tonton.
"Pak Bob, bapak liat juga kan nenek itu?" Bisik Arga dengan takut-takut. Ternyata seorang Arga ada takutnya juga!
"Liat Tuan, nenek yang lagi nangis itu kan?"
"Iya.. Liat beneran kan?"
"Liat Tuan, memang kenapa?"
"Oh syukurlah, berarti bukan hantu"
Pak Bobby hampir tertawa melihat tingkah tuan mudanya yang terkadang masih seperti bocah umur 7 tahun ini.
"Loh Tuan mau kemana?" Tanya Bobby saat dilihatnya Arga malah melangkah masuk ke dalam ruangan itu.
"Sebentar, kata Papa gak boleh ninggalin perempuan yang lagi nangis. Apalagi nenek-nenek, kualat nanti!"
Dengan perlahan Arga mendekati wanita tua itu.
"Permisi, nek saya boleh masuk gak?"
Sang nenek langsung menoleh ke arah Arga dan memandangi lelaki itu dengan penuh haru. Air matanya bukannya berhenti malah semakin deras menetes.
"Fajar?" Tanya nenek itu dengan suara bergetar
"Bukan Nek, saya Arga. Boleh saya masuk nek?"
"Kamu Fajar kan? Cucu nenek? Sini nak.. Kenapa kamu lama sekali gak jemput-jemput nenek?" Nenek itu berusaha berdiri dari kasurnya. Dengan sigap Arga menghampiri nenek itu dan membantunya berdiri
"Nenek duduk aja" Tapi nenek itu malah memeluk Arga dengan erat, sangat erat sekali.
"Nenek kangen sekali sama kamu, kamu sekarang sudah besar sekali. Dulu masih segini tingginya" Arga yang dipeluk dan ditangisi begitu jadi merasa sedih, karena dia juga rindu akan almarhum neneknya.
"Nek, tapi saya bukan cucu nenek. Nama saya Arga"
"Jangan suka usil dan membohongi nenek mu ini Fajar, nenek sudah lama sekali menunggu kamu. Itu nenek punya biskuit satu toples. Nenek selalu kumpulkan Biskuitnya kalau dikasih sama suster, kamu masih suka kan sama biskuit?" Nenek itu melepaskan pelukannya dari Arga, dengan langkah tertatih dia berjalan menuju lemari dan membukanya. Ada satu kaleng biskuit berwarna merah yang langsung disodorkan kepada Arga.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIRECRACKERS (II)
RomansaSetelah 5 tahun mereka tidak pernah bertemu bahkan tidak pernah berinteraksi sama sekali, Arga dan Gisel malah harus bertemu kembali karena DIJODOHKAN! Padahal dulu mereka bertengkar hebat sampai Arga mengusir Gisel dari hidupnya! Bagaimana mereka...