Strange Voice

1K 24 1
                                    

Dengan jantung yang berdegup kencang Gisel mengetuk kamar Arga beberapa kali tapi tak ada jawaban. Pintu kamar itu sedikit terbuka sehingga Gisel bisa mengintip sedikit dengan takut-takut. Sepi, tak ada siapapun di sana. Gadis itu berada di ambang kebimbangan, haruskan dia masuk saja? Atau jangan? Beberapa kali dia terlihat ragu saat memegang gagang pintu kamar Arga. Dia ingin masuk tapi dia takut Arga marah karena dia belum memberikan Izin untuk masuk. Sekali lagi dia ketuk pintu sambil memanggil nama Arga. Tapi masih tak ada jawaban. Akhirnya, berbekal izin dari Mama sebagai Nyonya besar di rumah ini, Gisel putuskan untuk memasuki kamar lelaki yang sudah enam hari ini marah padanya.

Kamar itu beraroma musk and wood, dengan interior scandinavian yang kental

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kamar itu beraroma musk and wood, dengan interior scandinavian yang kental. Pencahayaannya yang redup semakin menambah kesan misterius di dalam sana. Tak ada banyak barang, hanya sofa, lemari, meja dan beberapa hiasan minimalis. Semua barang di sana didominasi oleh warna hitam, abu-abu, coklat dan biru dongker! Ah boring sekali! Suram! Keluh Gisel, si pecinta warna putih dan pink ini. Setelah puas mengamati sekeliling dari kamar itu, Gisel tak juga menemukan Arga di dalam sana. Mungkin dia sedang di luar kamar? Atau mungkin dia masih mandi? Tapi Gisel tak mendengar suara apapun dari kamar mandi.

Baguslah kalau Arga tak ada di kamarnya, berarti Gisel bisa lebih leluasa memilihkan pakaian untuk nya tanpa rasa takut atau gugup. Di dalam kamar itu ada dua pintu menuju ke ruangan lain, sepertinya yang satu adalah kamar mandi dan satu lagi adalah walking closet? Gisel berjalan cepat ke arah pintu yang dia duga adalah walking closet itu, tempat dimana Arga menyimpan semua pakaiannya. Dengan perlahan Gisel mengetuk pintu itu terlebih dahulu takutnya Arga ada di dalam, tapi ternyata tidak ada jawaban dari sana. Aman. Dengan perlahan ia membuka pintu geser yang berwarna hitam itu. Dan dugaannya benar! Gisel terkagum-kagum sesaat dengan seberapa besar dan rapinya ruangan itu. Semua baju-baju tersusun sesuai dengan jenis dan warnanya. Tapi warnanya pun itu-itu saja! Paling cerah hanya warna putih. Oh ada nih warna lain selain hitam, putih dan biru dongker! Ada coklat, krem dan biru muda. Sudah, mentok di sana saja. Membosankan sekali ya ternyata isi lemari laki-laki!

Di tengah-tengah ruangan itu ada satu meja besar yang isinya jam tangan dan beberapa aksesoris yang jumlahnya lumayan banyak. Semua aksesoris itu berjajar tersusun rapih di dalam meja kaca itu. Dari hasil pengamatannya yang sekilas, di pikiran Gisel sudah muncul ide outfit seperti apa yang cocok untuk Arga kenakan sore ini. Agar sesuai dengan dress yang dia kenakan, maka warna krem dan putih adalah yang paling tepat. Dengan semangat Gisel mengambil satu buah jas santai berwarna krem identik dengan warna dressnya, kaos putih, celana krem, jam tangan hitam, sepatu hitam, ikat pinggang, dan sampai ke daleman alias celana boxer nya juga gadis itu siapkan.

Setelah semuanya dirasa cocok dengan outfit nya, gadis itu langsung membawa nya ke atas tempat tidur Arga. Dan menyusunnya di sana. Jadi nanti kalau Arga dateng semuanya udah siap dan rapih. Oh iya, parfume? Ini bagian paling penting! Tapi di mana Arga meletakan koleksi parfumnya? Pandangan gadis itu mengarah pada setiap penjuru di kamar lelaki itu tapi tak dia temukan botol-botol parfum. Apa mungkin ada di dalam laci? Gisel mencoba membuka sebuah laci yang terdapat di samping kamar tidur. Di laci ke satu, tidak ada. Laci kedua juga, dan saat mengecek di laci yang ketiga... Mata Gisel menangkap satu benda yang terlihat asing. Sebuah kotak panjang dengan tulisan...

FIRECRACKERS (II) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang