Nora memijit pelan kepalanya yang mendadak sakit. Matanya berkunang-kunang namun kini ia memaksakan diri untuk membuatkan sarapan untuk Aldrich yang hari ini akan datang ke kantor sedikit lebih cepat dari bisanya. Pekerjaan kantor menumpuk akibat beberapa hari ini Aldrich tak masuk kantor karena sakit.
Mencicipi makanan buatannya, Nora menghela napas kasar ketika rasa hambar makanan menyapanya, padahal ia sudah mencampurkan semua bumbu termasuk garam, entah apa yang terjadi pada lidahnya.
Nora menoleh ke belakang ketika mendengar decitan kursi yang beradu dengan lantai tepat di belakang.
"Masih lama?" Lontaran kalimat singkat Aldrich menyapa indra pendengaran Nora.
Nora berbalik, menatap Aldrich yang kini melirik jam mahalnya. "Sebentar lagi," balas Nora dan mempercepat acara memasaknya.
Tidak membutuhkan waktu lama masakan itu akhirnya selesai meski Nora kurang yakin dengan rasanya, bahkan ia tidak bisa mencicipinya. Semoga saja Aldrich tak sampai muntah.
Dengan tangan bergetar, Nora berjalan dengan tertatih-tatih menuju meja dapur, terus fokus meski kini pandangannya sudah mulai mengabur, mengurus Aldrich yang sakit beberapa hari menjadi salah satu alasan mengapa Nora bisa seperti sekarang. Ia bahkan selalu terbangun di malam hari untuk memeriksa kondisi tubuh Aldrich. Tapi untungnya pria itu segera sembuh.
Nora menghembuskan napas lega ketika piring berisi makanan itu akhirnya telah sampai di atas meja, tepat di hadapan Aldrich.
Namun di saat yang bersamaan wanita itu terjatuh lemah di salah satu kursi. Aldrich reflek berdiri, memegang salah satu pergelangan tangan Nora.
"Kau ... Baik-baik saja?" tanya Aldrich sedikit ragu, tak terbiasa dengan hal ini. Biasanya ia tidak sepeduli ini pada Nora.
"I'm fine." Nora memaksakan senyum meski bibirnya kini kian memucat. Namun salah satu tangannya kini bergerak menyentuh perut ratanya, takut-takut jika hal buruk terjadi pada bayinya.
Aldrich menjauhkan tangannya dari genggaman Nora, berdehem pelan dan kembali duduk di kursi dan mulai melahap makanannya. Sesekali matanya melirik Nora yang memejamkan mata dengan satu tangan memijat pelipisnya yang mendadak berdenyut-denyut.
"Aku akan panggilkan dokter," putus Aldrich menghentikan acara makannya, pria itu meraih ponsel dari dalam saku celana namun pergerakannya terhenti saat Nora menahan pergelangan tangannya.
"Tidak perlu, kau makan saja," kilah Nora dan kembali memejamkan mata.
Aldrich terdiam, tanpa berkata apa-apa pria itu mengalihkan pandang ke arah Nora, memperhatikan wajah pucat istrinya.
"Aku tidak apa-apa. Kembalilah makan,", gumam Nora memenangkan saat melihat Aldrich hendak berbicara.
Aldrich tak berkata-kata lagi, pria itu meletakkan kembali ponselnya di atas meja dan kembali memakan sarapan paginya dengan tenang
Tidak membutuhkan waktu yang lama Aldrich akhirnya menghabiskan makanannya. Ia berdiri dari duduknya dan meraih tas kerjanya.
Nora yang menyadari pergerakan kursi di sebelahnya segera membuka mata, wanita itu langsung berdiri dari duduk saat melihat Aldrich hendak pergi.
Nora mengikuti langkah suaminya meski berjalan saja ia benar-benar tidak sanggup.
Sesampainya di depan pintu mansion, Aldrich menghentikan langkah, berbalik menatap Nora yang tengah berdiri dengan satu tangan memegang handle pintu sebagai topangan.
Aldrich menipiskan bibir, berjalan mendekati Nora yang terus menatapnya dengan senyuman meski bulir-bulir keringat mengalir membasahi pelipisnya.
"Ada apa? Ayo pergi nanti kau bisa terlambat," tegur Nora. Bukannya langsung pergi, Aldrich malah kembali berjalan mendekatinya.
"Aku tidak menyuruhmu mengantarku. Kenapa kau mengikutiku?" gumam Aldrich menatap datar Nora yang langsung menutup bibirnya rapat-rapat.
Apa kali ini dia melakukan kesalahan lagi?
Nora menunduk, saling memeras kedua tangannya, "Maaf," ucapnya ketakutan.
Aldrich menatap datar, matanya menajam mendengar perkataan yang selalu keluar dari bibir Nora hingga membuat telinganya jadi sakit.
"Jangan menggunakan kata itu lagi jika kau tidak ingin aku marah," tekan Aldrich dengan raut memperingati.
Nora mengangguk, "Iy-- Aaaa!" Di saat yang bersamaan wanita itu berteriak, terkejut ketika dengan tiba-tiba Aldrich malah mengangkat tubuhnya ala brydal style.
Reflek Nora meletakkan kedua tangan di belakang leher Aldrich, sebagai pegangan agar tidak terjatuh.
"Kena--"
"Diam!" Satu kalimat tegas Aldrich mampu membuat Nora bungkam. Wanita itu menunduk, tak berani menatap ke atas lagi.
Aldrich berjalan menaiki anak tangga, membawa Nora menuju kamar miliknya, setelahnya meletakkan wanita itu di atas ranjang.
"Kenapa kau menggendongku. Bajumu jadi kusut," cicit Nora dengan suara kecil.
Aldrich memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, menatap lurus Nora dengan kedua alis terangkat.
"Kau istirahat di sini. Aku akan menyiapkan para pelayan di depan kamar, jika kau butuh sesuatu panggil mereka saja. Jangan kemana-mana." Aldrich menunduk dan mengeluarkan satu tangan dari saku celana. Tangan pria itu terulur menyentuh kening Nora yang ternyata panas.
"Jika kau tidak ingin di panggilan dokter, maka istirahatlah agar kau bisa cepat sembuh," gumam Aldrich dan mencium singkat kening istrinya dan setelahnya berlalu meninggalkan kamar.
Nora menggigit bibir bawahnya, kedua tangannya memegang ujung selimut erat. Jantungnya berdebar-debar kencang. Tak menyangka jika Aldrich akan bersikap manis seperti sekarang meski terlihat tidak peduli.
Nora mengatur pernapasannya yang mendadak kekurangan oksigen. Tangannya menepuk-nepuk dadanya dan satu lagi memegang perutnya.
"Aldrich ...." gumamnya lirih.
Nora mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, kepalanya menunduk menatap perut ratanya.
"Kapan aku akan mengabarkan berita ini," gumamnya pada diri sendiri. Bukannya tidak ingin memberi tahu kehamilannya. Sudah beberapa kali ia ingin menyampaikan berita kehamilannya pada Aldrich, tapi entah kenapa selalu ada halangan. Tapi ia tidak ingin memaksa diri memberi tahu Aldrich jika mood pria itu sedang tidak baik, percayalah Nora hanya tidak ingin mengambil resiko takut jika Aldrich sampai meminta Nora untuk menggugurkan kandungannya.
Nora mengusap wajahnya, matanya beralih pada pintu kamar yang terbuka.
"Maaf mengganggu, Nyonya," sapa sang pelayan sambil berjalan mendekat dengan kedua tangan memegang sebuah nampan berisi segelas air putih dan pil obat.
"Ada apa?"
"Tuan Aldrich memintaku membawakan ini ke kamarnya dan ia berpesan padaku agar nyonya meminumnya."
"Ini--" Nora meraih pil obat yang ada di atas nampan sambil menunjukkannya di depan wajah sang pelayan.
"Obat apa ini?" Tanyanya memastikan.
"Itu hanya obat demam nyonya."
"Kau yakin?"
"Tentu saja." Pelayan itu mengangguk-angguk, "Aku yang menyiapkannya sendiri.
Nora mengangguk mengerti, bukan apa-apa, ia hanya takut Aldrich menyuruh para pelayan untuk memberinya pil kontrasepsi.
"Terimakasih."
Pelayan tersebut mengangguk, "Kalau begitu aku permisi dulu Nyonya," pintanya dan segera berlalu dari sana setelah mendapat anggukan kepala kecil dari Nora.
***
Vote+komen
Follow, klik 👉meserrine
KAMU SEDANG MEMBACA
Meniduri Wanita Lain [END]
RomantikPeringatan: Rate: 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. "Aaah ...." Sebuah desahan lolos dari bibir seorang wanita ketika seorang pria kini sedang mencumbu mesra dirinya. Wanita yang sedang duduk di atas pangkuan pria itu terus mendesah nikmat den...