Gigi Aldrich bergemelatuk rapat menahan rasa geram. Pria itu dengan berusaha mengumpulkan sisa-sisa tenaganya dengan mencoba duduk meski kini kepala ranjang ia jadikan tempat untuk bersandar.
Sudah hampir setengah jam ia menunggu kedatangan Nora yang katanya akan mengambilkan obat untuknya tapi sampai sekarang gadis itu malah belum juga muncul. Memangnya apa yang di lakukannya di dapur sampai-sampai ia bisa selama ini!
Nora hanya mengambil obat, bukan membuat obat.
Aldrich menyingkirkan selimut yang membungkus tubuhnya, hendak turun dari atas ranjang jika saja kedatangan Nora tidak menghentikan kegiatannya.
Aldrich mengurungkan niatnya dan kembali memasangkan selimut di tubuhnya.
"Apa yang kau lakukan di bawah! Kenapa kau sangat lama! Kau sengaja MENYIKSAKU!" sentak Aldrich kali ini dengan suara keras yang membuat Nora kaget bukan main. Bahkan tangannya yang memegang nampan sudah bergetar hebat, jika saja ia tidak bisa mengendalikan tubuhnya mungkin nampan yang di pegangnya sudah akan hancur berserakan di bawah lantai.
"Ma-af." Nora menunduk pelan dan melangkah ragu mendekati Aldrich. Ia meneguk ludahnya dengan susah payah ketika melihat aura bengis yang di keluarkan Aldrich benar-benar sangat menakutkan dari biasanya.
"Maaf! Maaf! Maaf! Kau selalu mengatakan itu! Tapi kau tidak pernah mencoba mengubah sikapmu yang selalu membuat orang marah!"
Nora melangkah mundur menjauh dari jangkauan Aldrich setelah meletakkan nampan tersebut ke atas meja nakas.
Gadis itu menunduk pelan dengan kedua tangan yang saling bertaut, ia memainkan jari-jari mungilnya, tidak berani menatap Aldrich lagi. Bahkan berbicara satu kata saja tidak berani.
Yang di lihatnya sekarang, Aldrich bagai seorang monster yang hendak menerkam mangsanya.
"Kenapa kau diam?!" Nora tersentak, ia meneguk salivanya kasar. Dengan ragu gadis itu mengangkat wajahnya menatap Aldrich.
"T-adi aku hanya sedang membuatkan sup untukmu. A-ku pikir kau harus makan juga agar lebih cepat sehat."
Aldrich terdiam tidak berkata-kata apa-apa. Bukan karena perkataan Nora tetapi karena melihat tatapan takut dari gadis itu. Matanya bahkan sudah memerah menahan tangis.
Aldrich menghembuskan napas gusar. Tubuhnya kembali bersandar pada kepala ranjang. Memijat pelipis yang terasa sakit mungkin karena efek meminum banyak alkohol kemarin.
Aldrich kembali membuka matanya yang sempat terpejam menahan sakit yang mendera kepalanya.
"Dasar cengeng!" lontarnya ketika kini mata Nora sudah berkaca-kaca. Namun air matanya tidak pernah tumpah.
Nora yang mendengar itu dengan perlahan mendongak.
"Aku tidak cengeng," balasnya mengelak perkataan Aldrich meski kini suaranya sangat pelan dan terkesan hati-hati, takut-takut jika sampai sampai menyinggung Aldrich dan kembali membuat pria itu marah.
Aldrich melirik sekilas, mendengar tanpa minat perkataan Nora. Emosinya sedikit reda kali ini. Yang di butuhkannya sekarang adalah obat.
Tanpa berbicara apapun, Aldrich dengan susah payah menjangkau meja nakas untuk mengambil obat dan gelas air putih. Mengabaikan aroma menggoda dari sup buatan istri kecilnya itu.
Nora mendekat hendak membantu namun ia urungkan ketika Aldrich sudah berhasil meraih obat dan segelas air putih yang di bawanya. Kini pria itu sedang meminum airnya setelah menelan pil obat pereda demam itu.
Setelahnya ia pun kembali meletakkan gelas yang berisi setengah air itu di atas meja nakas.
Aldrich menselunjurkan kakinya dan mengubah posisi duduknya menjadi tertidur kembali. Menarik selimut sebatas bahu dan mulai memejamkan matanya.
"Kau tidak makan?" perkataan Nora kali ini tidak membuat Aldrich membuka mata. Pria itu hanya berdehem singkat di iringi dengan gelengan kepala kecil. Matanya sudah benar-benar berat, ingin tertidur.
Nora yang melihat respon Aldrich tidak mampu berkata-kata lagi. Cukup lama berdiri diam di kamar Aldrich dan menyaksikan pria itu yang tertidur pulas
Nora menghela napas ketika sadar telah melakukan dua hal yang sia-sia. Pertama yaitu membuatkan sup untuk Aldrich yang pada akhirnya malah tidak di makan oleh pria itu, berujung ia malah mendapat amukan
Dan yang kedua, berdiam diri seperti sekarang ini, hanya menyaksikan Aldrich tertidur pulas tanpa melakukan hal apapun. Bahkan sang empu tidak menyadari– lebih tepatnya tidak peduli dengan keberadaan Nora yang masih berdiri menatapnya.
Lagi, untuk apa Nora berdiri di situ?
Nora tertawa kecil, lebih tepatnya menertawakan kebodohannya sendiri. Gadis itu pun berbalik badan hendak pergi, tapi langkahnya terhenti ketika matanya tidak sengaja menatap Aldrich yang kini masih memejamkan matanya. Napas pria itu teratur, menandakan jika saat ini ia sudah tertidur pulas.
Nora kembali menatap pria itu dalam diam, namun kali ini ia tidak sedang mengulang kebodohannya. Saat ini pikirannya tengah berperang antara mendekat atau kembali pergi.
Nora meremas ujung pakaiannya, meski ragu dengan apa yang akan di lakukannya, gadis itu pun pada akhirnya mendekat juga.
Matanya melirik kain basah yang tadinya ia pasang di kening Aldrich yang kini sudah terjatuh di lantai.
Nora berjongkok dan mengambil kain itu, setelahnya gadis itu pun kembali meletakkannya di kening Aldrich setelah sebelumnya membasahkan kain itu dengan menggunakan air putih yang tersisa setengah gelas.
Dalam tidurnya Aldrich menggeram keras seakan terganggu dengan apa yang di lakukan Nora. Nora mundur satu langkah merasa was-was jika Aldrich terbangun kembali.
Setelah memastikan pria itu sudah kembali tertidur Nora pun kembali mendekat. Ia memperhatikan Aldrich yang tengah tertidur pulas dengan tersenyum lebar.
Tanpa di sadari Nora malah membungkuk pelan seraya memeluk erat tubuh kekar Aldrich.
"Suhu badanmu sangat panas." Nora mendekatkan bibirnya di telinga Aldrich.
"Cepatlah sembuh," bisiknya dengan suara lembut seringan bulu kapas.
Nora memejamkan matanya sebentar, menikmati dalam-dalam pelukan hangat Aldrich yang selama delapan bulan ini tidak ia dapatkan semenjak berubahnya sikap pria itu.Ya ... Meski kini posisinya berbeda dengan yang dulu. Jika dulu Aldrich-lah yang suka memeluk Nora maka sekarang berbeda. Di posisi kali ini Nora-lah yang memeluk Aldrich, menyalurkan rasa rindu yang sempat tertahan pada pria itu.
Wajah Nora yang menempel di dada Aldrich mendongak, ia menangkup pipi suaminya itu dengan kedua tangan mungilnya. Menatap dalam Aldrich.
"Aku tidak tau kenapa kau bisa berubah seperti sekarang. Tapi yang jelas aku yakin jika kau memiliki alasan untuk itu."
"Aldrich ...." Nora berujar lirih, seakan-akan ia kini sedang berbicara dengan pria itu dalam keadaan sadar.
"Aku benar-benar merindukan sikapmu yang dulu. Aku akan akan berusaha mempertahankan hubungan rumah tangga kita meski kau pun tidak menginginkannya ... Karena aku yakin kau pasti akan berubah seperti sedia kala."
"Aku mencintaimu," aku Nora dengan tangan yang kini terulur untuk me-lap bibir merah Aldrich yang basah sebelum akhirnya bibir mungil itu menempel pada bibir tebal milik Aldrich.
Hanya sedetik.
Karena setelahnya Nora pun dengan cepat menjauhkan bibirnya, takut-takut jika Aldrich terbangun dan memarahinya habis-habisan.
Nora sedikit lega karena Aldrich sama sekali tidak terganggu saat ia mencium bibir pria itu.
Setelah memastikan keadaan aman dan Aldrich baik-baik saja, pun Nora akhirnya benar-benar berbalik badan dan pergi meninggalkan Aldrich yang masih tertidur pulas.
****
Vote+komen
Follow, klik 👉meserrine
KAMU SEDANG MEMBACA
Meniduri Wanita Lain [END]
Roman d'amourPeringatan: Rate: 21+ Harap bijak dalam memilih bacaan. "Aaah ...." Sebuah desahan lolos dari bibir seorang wanita ketika seorang pria kini sedang mencumbu mesra dirinya. Wanita yang sedang duduk di atas pangkuan pria itu terus mendesah nikmat den...