90. Scar

4.1K 107 0
                                    

Aldrich menyentuh pelan pelipisnya yang memiliki bekas jahitan, hasil rancangan Austin kemarin malam.

Pria itu menghela napas berat, tak menyangka jika kakaknya Nora akan seganas itu. Berusaha menerima Aldrich menatap dirinya tepat di hadapan cermin meja rias Nora, memperhatikan pelipis kanannya yang mengalami bekas jahitan yang tidak akan pernah lepas hingga seumur hidup.

Aldrich menurunkan tangannya terlihat tak peduli lagi karena saat ini pikiran pria itu sedang mengambang, memikirkan istri dan putranya yang masih berada di rumah. Ah! Aldrich benar-benar sangat merindukan mereka berdua.

Aldrich melirik jam antik yang terpajang di dinding kamarnya. Sekarang masih jam sepuluh malam.

Apa sekarang Nora telah tidur atau masih belum? Ingin rasanya ia ke sana namun sekarang tubuhnya benar-benar sangat lelah, energinya terkuras habis setelah bekerja dan menemui ibu Nora tadi.

Dia yang terus beraktivitas hari ini tanpa nonstop selama seharian penuh hingga sampai sekarang membuat Aldrich sangat ingin istirahat sekarang.

Aldrich tidur di atas ranjang dengan posisi telentang, ia bahkan masih belum melepas jas dan kemeja yang melekat di tubuhnya, sepertinya dia akan membawa pakaian kantornya itu untuk tidur.

Memiliki solusi terbaik sebelum tidur Aldrich segera meraih ponsel yang ada di atas meja nakas, menghubungi ponsel Nora untuk melakukan panggilan video.

***

Athes yang masuk belum sepenuhnya tertidur di sebelah mommy-nya dengan cepat membuka mata ketika mendengar suara ponsel yang terus-menerus berbunyi dengan nyaring.

Athes dengan hati-hati menjauhkan tubuh dari pelukan Lyora, balita itu pun segera merengsek maju mendekati meja nakas, meraih ponsel Nora yang masih terus berbunyi.

Kening Athes mengerut ketika melihat ponsel mommy-nya menyala, apa seseorang sedang menelpon mommy-nya malam-malam seperti ini?

Tak terlalu memikirkan hal itu, Athes menggeser salah satu tombol di antara dua tombol yang  terus bergetar, berharap jika di menekan tombol itu akan mematikan suara dering yang mengganggu di tengah malam seperti ini.

Namun tanpa di sangka wajah daddy-nya malah muncul tepat di seluruh permukaan layar ponsel yang di genggam Athes. Athes yang benar-benar terkejut membulatkan mata penuh.

"Daddy?!" Seru Athes heboh dengan nada tinggi, tak peduli jika mommy-nya akan terganggu karena sekarang dia benar-benar merindukan ayahnya itu. Maklum, mereka sudah dua hari tidak bertemu. Itu yang membuat Athes jadi rindu.

"Athes," panggil dari dari seberang telepon, pria itu dalam keadaan tertidur telentang di atas ranjang sambil memegang ponselnya di tangan kanan, dengan siku bertumpu di atas ranjang.

"Ya Daddy?" seru Athes bersemangat sambil mengangguk-anggukan kepala.

Aldrich terkekeh geli melihat hal itu, "Kau terlihat sangat antusias sekali? Lama tidak bertemu, apa kau merindukanku?" tanya Aldrich meraup udara cukup banyak.

Athes terdiam sejenak sebelum mengangguk-angguk kepala mendengar perkataan daddy-nya. Raut wajah sedih mulai muncul ke permukaan.

"Daddy, kenapa daddy tidak datang ke sini. Sudah dua hari aku menunggumu ...." ujar Athes dengan suara lirih.

"Maaf son, daddy ada banyak urusan di sini."

"Perkerjaan?" tebak Athes yang di balas pria itu dengan anggukan kepala singkat setelah sejenak terdiam tak menjawab.

Athes mendesah tak terima mendengar hal itu, "Kenapa daddy terus mengutamakan pekerjaan di banding aku dan Mommy?! Kami merindukanmu pulang daddy ...." lirih Athes dengan nada sedih yang di balas Aldrich dengan kekehan kecil di seberang sana. Tidak terlalu tau jika Athes benar-benar sangat sedih mendengar alasan itu.

"Maaf sayang, besok Daddy akan pulang dan menemui kalian. Oh ya, ngomong-ngomong di mana mommy? Apa dia baik-baik saja?"

Athes mengangguk-anggukan kepala mendengar hal itu, tangannya yang memegang kamera ponsel terulur di depan wajah mommy-nya, menunjukkan Nora yang saat ini tengah tertidur pulas dengan napas teratur.

"Mommy sangat lelah karena bekerja di restoran hari ini."

Aldrich tersenyum memandang istrinya yang tertidur sangat pulas, wajahnya benar-benar sangat imut.

"Athes," panggil Aldrich yang membuat balita itu langsung menunjukkan wajahnya di depan Aldrich.

"Tolong peluk mommy," pinta Aldrich lagi.Athes mengerutkan kening bingung.

"Memangnya kenapa Dad?"

"Peluk saja," perintah Aldrich masih memandang Nora lekat di depan kamera.

Athes menurut, tanpa kata balita itu segera menaiki tubuh Nora dan langsung memeluk erat tubuh mommy-nya itu, tangannya masih memegang kamera dengan kepala bertumpu di dada Nora yang kini langsung melenguh kecil merasa terganggu.

Aldrich tersenyum lebar di balik ponsel, ingin sekali dia memeluk istrinya dengan erat seperti yang di lakukan Athes sekarang.

"Athes." Nora bergumam dengan suara serak, wanita itu menunduk menatap Athes dengan suara setengah sadar.

"Kenapa kau masih belum tidur?" Tangan Nora terulur mengelus puncak kepala putranya.

Athes menggeleng, "Aku masih ingin berbicara dengan Daddy."

Aldrich?

Nora mengerutkan kening menatap putranya tak mengerti. "Daddy tidak ada di sini Athes, ayo tidur." Nora meletakan kedua tangannya tepat di punggung Athes,  memeluk tubuh balita itu dengan erat.

Athes menggeleng kecil sambil mengerucutkan bibirnya, "Ini Daddy." Tunjuknya pada layar kamera yang masih menunjukkan wajah Aldrich.

Nora dengan cepat menoleh, menatap terkejut Aldrich yang kini tengah tersenyum lebar di balik telepon.

"My wife."

Nora menjilat bibir bawah menahan geli mendengar kata-kata Aldrich baru saja. Sejak kapan pria itu berubah jadi menggelikan seperti ini?!

"Berhenti memanggilku seperti itu. Benar-benar menggelikan." Nora mengambil alih ponsel yang ada di tangan Athes sambil menyandarkan tubuh di kepala ranjang.

Aldrich terkekeh di balik ponsel,  "Kenapa kau bangun, hem? Seharusnya kau istirahat saja. Sepertinya kau benar-benar sangat lelah."

Nora tersenyum sambil menggeleng, "Aku baik-baik saja." Sesaat kening wanita itu mengerut ketika teringat sesuatu hal, tatapannya tertuju pada pelipis kanan Aldrich.

"Apa keningmu sudah di obati?" tanya Nora dengan kening mengerut memperhatikan pelipis Aldrich lebih jelas, terselip nada cemas di sana.

Aldrich mengangguk, "Aku baik-baik saja." Sesaat keduanya saling terdiam, saling menatap dan mendalami perasaan masing-masing.

Sebelum akhirnya Aldrich membuka suara. "Nora," panggilnya dengan suara serak.

Nora bergumam tanpa suara, menatap Aldrich dengan alis terangkat menunggu lanjutan kalimat pria itu.

"Aku merindukanmu."

Nora terperangah, menatap Aldrich dengan terkekeh kecil, "Sejak kapan kau berubah jadi perasa seperti ini?"

Aldrich melirik ruangan kamarnya mencoba memikirkan kata-kata Nora baru saja sebelum menjawab dengan gindikan bahu.

"Aku tidak tau, yang jelas aku merindukanmu sekarang."

Meniduri Wanita Lain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang