110. Trauma

5K 82 0
                                    

"Athes kau harus sekolah sayang, hari ini kalian harus tes." Nora menggenggam lembut tangan putranya yang kini duduk di ranjang dengan tatapan kosong. Mendengar perkataan mommy-nya, Athes menggeleng kecil.

"Aku tidak mau," jelasnya dengan suara serak sehabis bangun tidur.

"Aku takut Mommy." Athes berujar dengan lirih, melingkarkan kedua tangannya di leher Nora yang tengah berjongkok di hadapannya dengan erat.

Nora menghembuskan napas panjang, bukannya ia tidak tau jika sampai pagi ini Athes masih mengalami trauma.

Tapi apa yang harus di lakukannya? Dia hanya tidak ingin jika sampai putranya itu nantinya tidak akan get through jika tidak mengikuti ujian.

Nora menghembuskan napas berat, melirik Aldrich yang masih tertidur sebelum kembali mengalihkan pandang pada Athes.

"Mommy tidak tau harus bagaimana Athes. Coba katakan pada Daddy, mungkin dia memiliki solusi atas itu. Mommy ingin memasak dulu oke?"

"Tapi mommy aku--"

"Jangan takut, Daddy tidak akan marah. Dia pasti akan mengerti." Setelah itu Nora pun segera berlalu meninggalkan kamar untuk menuju dapur dan menyiapkan sarapan.

Bukannya Nora tidak ingin membantu Athes, hanya saja dia tidak tau harus melakukan apa.

Athes yang tengah duduk di tepi ranjang mengalihkan pandang menatap daddy-nya yang tengah tertidur pulas dengan posisi meringkuk tanpa atasan.

Athes menunduk, memainkan jari-jari mungilnya sebelum kembali mengadahkan wajah menatap Aldrich dengan tatapan ragu.

Sebenarnya dia ingin membangunkan Aldrich, tapi dia hanya takut jika Daddy-nya akan marah, terlebih permintaan buruknya yang tidak ingin sekolah membuat Athes semakin tidak berani. Ia takut Aldrich akan marah meski sedari awal dia tau daddy-nya sangat baik, menuruti apapun yang di inginkannya.

Tapi untuk hal ini ... Athes tidak yakin.

Aldrich yang baru saja bangun tidur merengsek pelan mendekati putranya. Dengan posisi tubuh yang masih berbaring di atas ranjang tangan Aldrich dengan perlahan terulur untuk memeluk pinggang Athes.

"Kenapa, hem?" gumam Aldrich yang sedari tadi menyadari gerak-gerik Athes yang sepertinya sedang di landa rasa bingung.

Athes tersentak kecil, dengan cepat mengalihkan pandang menatap daddy-nya yang saat ini tengah menatapnya dengan alis terangkat.

"Daddy ...." Athes bergumam dengan nada kaku, balita itu menatap Aldrich dengan tatapan ragu sekaligus takut.

"Kenapa, hem?" Aldrich mengubah posisi telungkupnya menjadi telentang, meraih salah satu tangan mungil putranya dan mencium telapak tangannya.

Athes menatap Aldrich resah sebelum berkata dengan suara lantang, "Aku tidak mau sekolah sekarang Daddy! Aku takut!" seru Athes dengan menggebu hanya dalam sekali tarikan napas membuat balita itu langsung di buat terengah-engah setelah mengucapkan kalimat itu.

Aldrich mengerutkan kening sejenak mendengar kata-kata Athes baru saja, berusaha memahami perkataan balita itu sebelum mengangguk-angguk mengerti.

Aldrich mendudukan diri dengan posisi bersandar di atas kepala ranjang. Tanpa kata pria itu segera meraih tubuh mungil Athes dan langsung mendudukan putranya itu di atas pangkuannya.

"Kau sedang tidak ingin kesekolah?" tanya Aldrich yang langsung di balas Athes dengan anggukan kepala cepat.

Aldrich mengangguk-angguk, "Berapa lama?" tanyanya kemudian.

Athes menunjukkan satu jari telunjuknya pada Aldrich. "Satu Minggu Daddy. Tidak apa-apa 'kan?" tanya Athes harap-harap cemas.

Aldrich mengerutkan kening, "Bukannya kau akan tes hari ini?" tanyanya ketika baru teringat akan hal itu. Athes mengangguk, meski kini dia langsung menatap Aldrich dengan tatapan takut.

"T-idak apa-apa 'kan daddy?" tanyanya sekali lagi.

Aldrich terkekeh sejenak, "Baiklah Daddy akan mengurusnya. Kau tenang saja." Athes mengembangkan senyumnya mendengar hal itu.

***

"Kau tidak bekerja?" Nora mendekat, mendudukan diri tepat di sebelah Aldrich yang tengah menyeruput kopi buatannya dengan khidmat.

Aldrich mendesah, menjilat bibir bawahnya yang masih terdapat sisa kopi dan setelahnya kembali meletakan kembali gelas berisi  setengah kopi itu di atas meja.

Aldrich menggeleng, "Aku masih harus mengurus sesuatu hal." Aldrich mengadah, menatap matahari yang kini bersinar sangat terang.

Saat ini mereka bertiga tengah berada di gazebo untuk bersantai setelah melewati kejadian mengejutkan dua hari lalu.

"Athes, kemarilah sayang." Athes yang tengah sibuk dengan mainannya dengan cepat mengadahkan wajah dan membalikkan tubuh menatap sang mommy yang tengah memanggilnya dengan isyarat.

Athes melempar mainannya dengan asal di atas rerumputan, balita itu dengan cepat berlari mendekati mommy-nya, berdiri di sela-sela paha Nora sambil menatap mommy-nya dengan heran.

"Ada apa Mom?" tanya Athes heran.

Nora meraih susu coklat dingin yang baru saja di buatnya, mengulurkannya pada Athes.

"Minumlah." Athes tersenyum lebar, tanpa kata balita itu pun segera meneguknya hingga tandas.

"Makasih Mommy." Athes berujar setelah menyelesaikan tegukan pertamanya.

Nora menangguk, tanpa kata wanita itu meraih wajah Athes membuka dan menarik bibir bawahnya untuk memeriksa bibir Athes. Setelah memastikan jika bibir Athes baik-baik saja Nora kembali meraih tangan mungil putranya untuk memeriksa siku Athes dan kemudian menghela napas berat ketika siku balita itu masih belum juga sembuh meski lukanya telah mengering.

"Kenapa?" sahut Athes dengan mata mengerjab lucu.

Nora mengadah dan menggeleng kecil, meraih wajah putranya dan langsung mengecup singkat pipi merah gembul Athes.

"Kau tidak akan pergi kesekolah besok?" tanya Nora memastikan karena dalam Minggu ini sekolah Athes sedang melaksanakan ujian.

Athes menggeleng kecil, "Tidak mau, aku mau di rumah saja," jelas Athes dengan memeluk mommy-nya dengan erat, berharap Nora tidak protes mendengar permintaannya baru saja.

Nora menggeleng tegas, sudah dua hari Athes di biarkan tidak ke sekolah dan balita itu malah semakin melunjak saja, menjadi sangat malas datang.

"Tidak boleh, besok kau harus datang ke sekolah mengerti? You know, you're going to get a failing grade, Athes."

Athes mengerucutkan bibirnya, mengalihkan pandang pada Aldrich yang sedari tadi juga terus menatapnya, "But Daddy can make me get through, Benar 'kan Daddy?" Athes menunjukkan pupy eyes-nya, berharap daddy-nya mengangguk membenarkan ucapannya.

Aldrich yang hendak mengangguk dengan cepat menggelengkan kepala ketika melihat tatapan tajam dan peringatan Nora yang kini tertuju ke arahnya.

"Apa yang di katakan Mommy benar. Kau tidak boleh malas untuk urusan sekolah agar kau menjadi orang yang cerdas dan pintar seperti Daddy di masa depan." Aldrich mengedipkan sebelah mata sombong ketika mengucapkan hal itu.

Sekarang dia sangat heran pada Athes kenapa putranya itu malah sangat malas datang ke sekolah? Padahal dulu dia tidak seperti itu, bahkan Aldrich sangat suka bersekolah? Apakah Nora dulu---

Aldrich mengulum senyum ketika teringat dengan Nora yang dulunya saat masih Senior High School, Aldrich jarang bertemu dengan Nora di sekolah karena setiap menemui wanita itu di gerbang sekolah Nora tak pernah muncul, mencoba bertanya pada salah satu temannya akhirnya Aldrich mendapat jawaban jika Nora tidak datang ke sekolah.

Ya, wanita itu memang sangat pemalas jika dalam urusan sekolah, terlalu di manja di tengah-tengah keluarganya membuat Nora sangat malas dengan yang namanya urusan berpikir. Ia akan selalu mencari segala cara agar tidak datang ke sekolah, misalnya sakit.

Aldrich terkekeh ketika mendengar ceramah yang istri pada Athes yang kini tengah menunduk dengan bibir mencebik.

"Kau dengar apa yang baru saja Mommy katakan?" tanya Nora dalam sekali tarikan napas. Athes mengangguk singkat, menggenggam tangan mommy-nya dan sibuk memainkannya.

Meniduri Wanita Lain [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang