21

60 5 0
                                    


Ketiga laki-laki muda itu menatap sekitar dengan pandangan takjub. Pertama kalinya mereka melihat pemandangan yang begitu indah. Bentang alam yang tidak ditemukan dimanapun.

"Ini benar-benar menakjubkan!" Felix bergumam takjub. Matanya benar-benar dimanjakan.

Setelah perjalanan panjang, akhirnya mereka sampai di Puncak Gunung Antara.

"Jangan menyentuhnya, Pangeran," salah seorang pengawal memperingati Hyunjin yang akan mendekati sekumpulan tumbuhan indah yang dilindungi pagar pembatas itu.

"Luxfone," seakan tahu keterdiaman Hyunjin, pengawal itu memberi tahu.

Felix dan Jisung menoleh pada pengawal dan Hyunjin. Keduanya tahu bunga itu, meski belum pernah melihatnya secara langsung. Mereka juga tahu tentang bunga keabadian yang hanya bisa dipegang oleh orang yang benar-benar berhak. Seharusnya Hyunjin tahu itu.

Hyunjin tahu kok. Ia sadar setelah pengawal melaranganya. Ia tahu betul tentang Luxfone, bahkan ia pernah melihatnya sebelum ini. Tapi Hyunjin tidak tahu kenapa ia bisa sampai ingin memegangnya, dan seketika melupakan kebenaran tentang bunga itu.

Bunga berwarna ungu itu memang sangat cantik. Mengundang siapapun untuk datang menyentuhnya. Bahkan untuk mengambil dari teman-temannya. Bunga itu mampu menarik perhatian orang untuk datang dan mengambilnya. Keindahan bunga itu seolah menyihir.

"Dimana Jeongin?" Jisung orang pertama yang menyadari ketidak hadiran adik bungsunya. Dan menyadari bahwa hanya ada dirinya, Felix, dan Hyunjin.

Felix menoleh ke sekitar. Ada banyak sekali yang tidak ada barsama mereka. Bahkan tidak sampai setengah yang sampai di puncak gunung. Seketika Felix panik, otaknya sudah berkeliaran memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi, dan semua pikirannya adalah hal yang buruk. "Jisung."

"Aku tidak tahu. Aku juga tidak menyadari mereka tidak ada."

"Kita harus bagaimana?"

"Paman!" Jisung mendekati satu pengawal terdekat darinya.

"Iya, Pangeran?"

"Dimana yang lain? Kenapa hanya ada kita?"

"Mereka ada di belakang, Pangeran."

"Kenapa ada di belakang?" Felix menyambar dengan pertanyaannya. Ia tidak sabaran untuk tahu.

"Mereka beristirahat di belakang, Pangeran. Sebentar lagi mungkin mereka sampai di sini. Ada pengawal lain yang bersama mereka, tidak perlu khawatir."

"Kenapa tidak mengatakannya? Kita bisa istirahat bersama!"

"Tidak, Pangeran. Mereka yang ingin beristirahat, tidak perlu membuat yang lain menunggu. Jika mereka tidak sampai di sini, maka kita yang akan turun. Tidak semuanya bisa sampai di sini dengan mudah."

Felix berdecak. Apa-apaan, bagaimana bisa seperti itu? Bukankah mereka berangkat bersama? Lalu mereka harus terus bersama-sama, bahkan jika satu orang bisa sampai di atas, semua orang bisa sampai di atas juga. Jika satu orang tidak bisa melanjutkan, makan semua juga tidak akan melanjutkan. Begitu yang Felix pikir.

"Kita bisa naik jika kita bersama! Dan kita tidak akan naik jika satu tidak bisa naik!" Felix dengan nada emosinya menyampaikan apa yang ia pikir benar.

"Tidak seperti itu, Pangeran. Jika satu tidak bisa melanjutkan, maka yang lain akan tetap melanjutkan tanpa satu orang itu. Harus tetap ada yang sampai di puncak. Karena yang Yang Mulia Raja inginkan adalah mengetahui siapa saja yang mampu dan siapa yang tidak bisa menaklukan Antara."

Felix berdecak. "Egois sekali! Bagaimana jika mereka di bawah sana mengalami kendala? Atau terjadi sesuatu? Kalian mau bertanggung jawab pada ayah?! Kalian juga yang akan disalahkan jika terjadi sesuatu!"

ARTHEIRETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang